Di suatu kampung terdapat seorang pedagang siomay  yang bernama Pak Adi.Pak Adi mempunyai Istri dan 1Anak yang sangat ahli di bidang matematika.Keluarga Pak Adi dapat dikatakan keluarga yang kurang mampu.Oleh karena itu Pak Adi selalu menjual siomay nya untuk mencukupi kebutuhan nya.
Pagi yang cerah daun beterbangan pohon merunduk seperti biasa pedagang siomay itu terus mendorong gerobak siomay dagangan nya
Wajahnya mulai ber keringat yang sedari tadi menyapu kulit tuanya. Sesekali ia berhenti dibawah pepohonan yang rimbun teduh.
Ketika ia mengecek panci dagangannya yang masih penuh dan belum ada yang laku terjual.
Ia kengelap keringat dengan handuk yang ia gantungkan di lehernya lalu kembali mendorong gerobaknya.Tempat demi tempat ia singgahi. Setiap tempat terlihat sama, karena berdiri posko-posko covid-19 di setiap perbatasannya.
Mengingat memang sedang marak dan merebaknya virus yang berhasil mengguncang dunia akhir-akhir ini.
Sementara para pedagang keliling yang mungkin berasal dari beberapa kampung tetangga banyak yang mendapat penolakan atau kesulitan untuk masuk karena jalannya dibatasi portal.Tetapi,Ia harus pulang dengan membawa rupiah. Hanya itu yang ada dalam benak Pak Adi. Tapi sayang, raga rentannya justru tak sepaham dengan inginnya. Kakinya mulai lelah mengayuh. Ia berhenti di sebuah warung kopi kecil pinggir jalan.
Perutnya yang belum terisi sedari pagi sedikit memprotes keberadaannya. Ia bingung, mengingat belum sepeserpun uang yang ia dapat.
Mata sayunya sesekali melirik hamparan ubi goreng dan aneka ragam makanan yang dijual disebuah warung. Tapi apa daya, ia harus mengubur dalam rasa inginnya.
Karena merasa malu, tak berapa lama pak tumin pamit
Pak Adi :Ibu terimaksih
Ibu warung: Tunggu dulu pak! ini saya bungkuskan beberapa gorengan untuk bapak