Mohon tunggu...
Thaifur Rahman
Thaifur Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Saya pelajar yang selalu ingin tahu tentang kehidupan dengan cara mencoba dan membiasakan hal baru kemudian membarukan kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Upaya Mengatasi Paradigma Dangkal tentang Orientasi Pendidikan Melalui Buku Think Like A Freak

8 Januari 2023   12:15 Diperbarui: 8 Januari 2023   12:27 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Upaya Mengatasi Paradigma Dangkal tentang Orientasi Pendidikan Melalui Buku Think Like A Freak Karya Steven D. Levitt dan Stephen J. Dubner

Pendidikan menjadi pendobrak utama dalam mengatasi isu-isu memprihatinkan yang ada di Indonesia semisal terkikisnya karakter seseorang, masuknya budaya digitalisasi, maraknya pergaulan barat, minimnya sikap toleran, rendahnya tingkat kesusilaan, mandeknya pemikiran tentang sesuatu dan lainnya. Itulah kenapa pendidikan harus siap dan sigap dengan berbagai hal.

Namun akhir-akhir ini, suatu problematika yang cukup mematikan dan membuat mati rasa bagi generasi emas Indonesia adalah ketika para pemuda dicekoki dengan pemikiran-pemikiran dangkal terkait pendidikan. 

Seolah-olah Pendidikan tidak memberikan kontribusi besar terhadap seseorang. Padahal sejatinya pendidikan itu selalu berkonotasi baik. Plato menyatakan pendidikan adalah suatu yang dapat membantu dalam perkembangan individu dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang dapat memungkinkan tercapainya sebuah kesempurnan. Artinya, dengan pendidikan, kita akan dicetak menjadi manusia yang unggul dan berkualitas.

Sedangkan menurut Horne, pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi manusia yang telah berkembang secara fisik dan mentalnya. Dari kedua definisi tersebut, pendidikan mampu mendelivery-kan hal-hal yang tidak bisa kita duga sebelumnya.

Salah satu poin penting pendidikan adalah mengatur paradigma seseorang yang masih dangkal. Semisal kita ambil tiga contoh paradigma yang sering terlontar, "Ngapain berpendidikan, ujung-ujungnya juga pengangguran", "Aku yang tidak berpendidikan dapat kerja, daripada dia yang selesai sarjana masih belum dapat kerja", "Ngapain berpendidikan, presiden sudah ada, bupati sudah ada, camat sudah ada dll". Sehingga pada akhirnya final dari paradigma tersebut membuat seseorang lebih memilih untuk putus Pendidikan. Hal-hal demikian apabila dibiarkan lebih lanjut, generasi-generasi emas Indonesia tidak lagi terlahir.

Sekilas Tentang Buku

Buku Think Like A Freak menjadi acuan penulis untuk mengubah paradigma dangkal seseorang tentang pendidikan. Pada buku tersebut, kita akan diajari bagaimana seharusnya bepikir, berapa kali harus bepikir, dan seperti apa kita harus berpikir. Karena apa yang kita pikir akan keluar sebagai ucapan dan ucapan menjadi sebuah kebiasan, kebiasaan melahirkan tindakan sehingga terciptalah karakter.

Sesuai dengan pengertian pendidikan menurut Godfrey Thomson bahwa pedidikan adalah suatu pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan tepat di dalam kebiasaan atau adat tingkah laku, pikiran, dan perasaannya.

Sehingga upaya penyatuan dan pembenaran pemikiran menjadi sebilah pisau yang harus diasah setajam mungkin dalam rangka memperbaiki mindset yang sempat terkontaminasi paradigma-paradigma dangkal atau kekurangsadaran tentang pendidikan.

Meninjau Ulang Paradigma dangkal

Beberapa catatan di atas sedikit banyak pembaca sudah mengetahui problem yang ada pada tulisan ini. Pada pembahasan kali ini, penulis akan mencoba menguraikan dengan narasi-narasi yang sekiranya pembaca mudah untuk memahami.

Ketika Indonesia berhasil merdeka pada tahun 1945, sudah seharusnya apa yang ada di bawah naungannya juga terlibat terlebih merdekanya seseorang dari pemikiran dangkal. Indonesia merdeka itu bukan berarti kita merdeka untuk kesewenag-wenangan melainkan kita harus merdeka dari kesewenang-wenangan. Jika kita bisa memahami makna merdeka yang sesungguhnya, kemungkinan besar paradigma-paradigma dangkal tidak lagi berkeliweran.

Adapun hal yang perlu diunderline sekarang adalah minimnya kekurangsadaran seseorang terhadap pendidikan, paradigma-paradigma dangkal yang menjangkit tentang orientasi pendidikan. Kenapa hal ini perlu dilakukan? Apa yang kita dengar dan kita pikir akan menjadi sebuah tindakan nyata, maka dari itu perlu meluruskan kembali pemikiran yang sempat terkikis.

Paradigma pertama, uang. Tidak sedikit dari kita yang pikirannya terisi dengan uang karena mengira uang adalah segalanya. Sehingga meskipun tidak berpendidikan yang penting kerja dan menghasilkan uang menjadi pilihan yang tepat. Paradigma kedua, kekurangsadaran. Yaitu Pendidikan hanya menjadi penghambat waktu. Jika semisal langsung kerja sudah pasti jelas hasilnya.

Paradigma ketiga, pemikiran dangkal. Jika peluru bisa menembus satu kepala maka ucapan bisa menembus beberapa kepala. Pemikiran dangkal ini merupakan problem mahadahsyat yang membuat seseorang terpengaruh. Ketika suatu ucapan terlontar dan didengarkan tanpa adanya penyaringan tentu akan bermasalah besar untuk generasi-generasi emas Indonesia yang selanjutnya.

Refleski Pemeikiran dari buku Think Like A Freak

George Bernard Shaw-seorang penulis kelas dunia dan pendiri London School of Economics-mencatat defisit pemikiran beberapa tahun lalu. "Beberapa orang berpikir lebih dari dua atau tiga kali setahun" sedangkan Shaw meraih reputasi internasional karena berpikir sekali atau dua kali seminggu. Ia berpikir seperti orang aneh yang berarti harus bekerja keras untuk mengidentifikasi dan memecahkan akar penyebab masalah.

Berpikir seperti orang aneh ini maksudnya berpikir tidak hanya dengan satu sisi melainkan mampu menghidupkan seperangkat gagasan demi tercapainya sebuah kesuksesan. Apa saja? Pertama, insentif adalah landasan dari kehidupan modern. Memahaminya-atau, seringkali, menguraikannya-adalah kunci untuk memahami suatu masalah, dan cara masalah itu mungkin terselesaikan.

Kedua, mengetahui apa yang harus diukur dan cara mengukur agar dapat membuat kerumitan dunia berkurang. Ketiga, Korelasi tidak sama dengan kausalitas. Misalnya, orang yang tidak berpendidikan dan mendapatkan pekerjaan. Apakah orang ini sukses dan nyaman dengan pekerjaannya? Belum tentu . 

Menutup paragraf ini, berpikirlah seperti yang tidak dilakukan orang lain sehingga dengan begitu kita akan jauh dari paradigma-paradigma dangkal yang menyesatkan serta kelebihan potensialnya kita akan menemukan jalan sendiri, jalan keluar dari arus utama. Maka, upaya untuk tidak lagi ada rantai putus sekolah menjadi sebuah harapan yang tidak sia-sia.

DAFTAR PUSTAKA

Madani, M., & Risfaisal, R. (2017). Perilaku Sosial Anak Putus Sekolah. Equilibrium: Jurnal Pendidikan, 4(2). https://doi.org/10.26618/equilibrium.v4i2.500

Quraisy, H., & Arifin, J. (2017). Kemiskinan dan Putus Sekolah. Equilibrium: Jurnal Pendidikan, 4(2). https://doi.org/10.26618/equilibrium.v4i2.498

Think Like A Freak (Steven D. Levitt  Stephen J. Dubner [Levitt etc.) (z-lib.org).pdf. (t.t.).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun