Mohon tunggu...
Rizieq ramadhan
Rizieq ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - full time bengong, part time lover

Anak kesayangan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokrasi Indonesia dan Sejarah Pendewasaan

9 Juli 2024   09:46 Diperbarui: 9 Juli 2024   09:51 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari situs FH UMSU

Soeharto enggan menghilangkan namanya dari sejarah kelam demokrasi Indonesia, saya kira masa inilah pendewasaan demokrasi Indonesia benar-benar diuji. pasalnya, Kerusakan institusi dari bawah-atas dalam-luar, kecil dan besar sama kacaunya. Trias Politika yang sama sekali gagal, lembaga-lembaga negara Legislatif dan Yudikatif digenggam erat tangan Soeharto. 

Legislatif misalnya, 60--70% Kursi DPR/MPR di dominasi partai Golkar partai bernaung Soeharto, apa implikasinya? kepastian Soeharto berkuasa selama 32 Tahun. bukan tanpa sebab, 3 lembaga negara dikuasi satu pihak, Monopolitik. Yudikatif pun diisi orang-orang pilihan Soeharto, Legitimasi Lembaga kehakiman melempem, hampir mustahil menghukum orang di lingkaran istana. 

Orde baru adalah masa paling menyedihkan bagi eksistensi demokrasi, fungsi substansi demokrasi dipertanyakan. tekanan demokrasi yang diharapkan membawa angin perlawanan atas kekuasaan belum berjalan efektif. check and balance yang mandek, kebebasan yang hilang, pelanggaran HAM ciri khas orde baru, KKN dan segenap masalah besar bangsa menghiasi warna demokrasi hitam Indonesia. 

bangsa ini terpaksa menelan pil pahit demokrasi selama 54 Tahun, sirkulasi kekuasaan 5 tahunan sekedar harapan, 2 masa presiden yang menghendaki berkuasa selama-lamanya hingga akhir hayat. Namun demokrasi dalam 2 orde kelam ini bukan tanpa keberhasilan, setidak-tidaknya 2 penguasa itu tewas sebagai mayat haram demokrasi.

Menyangkut sistem, Ada keterikatan kuat sistem presidensil dan demokrasi. sistem presidendil menyokong mulus kekuasaan presiden dalam melaksanakan demokrasi pancasila. obsesi Soeharto mengedepankan model demokrasi bentukan sendiri disebabkan pengaruh komunis yang masih kuat bukan alasan tepat, komunisme kala itu memang masih dalam arti terbatas. kemungkinan perkembangan kekuasaan yang menumpang berbagai macam ideologi ditumpas habis Soeharto. maka secara praktis cukup sulit melihat ideologi lain berkembang, pendekatan berdasarkan kesukaan pribadi diterapkan Soeharto dalam pemerintahannya. 

Jalan keluar sistem presidensil tidak berjalan mulus, parlementer atau kekuasaan dominan "Legislatif" sama buruknya dengan presidensil, kita bisa menengok misalnya pemerintahan yang lambat dan kekuasaan yang adidaya, kedua-duanya mudarat untuk negara. negara berkembang seperti Indonesia memerlukan akselerasi kebijakan dengan cepat, parlementer adalah problemnya. juga Indonesia dengan kodrat keragaman mengharuskan pilihan pada demokrasi yang syaratnya mengharamkan kekuasan berlebih oleh satu lembaga negara. jalan tengah untuk menyelesaikan keruwetan ini adalah semi presidensil, tiap lembaga negara diberikan porsi seimbang, 1 kurang, 2 sehat, 3 sempurna.

Demokrasi Konstitusional, istilah yang hanya terpikirkan ketika reformasi benar-benar terwujud. 2 frasa yang seiring berjalan waktu tersakralkan oleh impian dan praktek-praktek bernegara. ada sekian banyak peristiwa yang menyertai terciptanya demokrasi konstitusional. Peristiwa berdarah, pertarungan politik yang hanya menjemput kekalahan, gelombang demonstrasi, pengebirian demokrasi dan seterusnya. perlu ditegaskan demokrasi konstitusional menyentuh taraf positif dalam tataran filosofis dan aplikatif,

Dewasa ini, Demokrasi Indonesia sedang mengalami berbagai macam upaya penguatan dan pelemahan dari banyak sisi. Pemilu 2024 adalah momentum tepat mengembalikan ingatan dari model demokrasi yang tidak ideal dan proporsional. jika boleh dikatakan demokrasi Konstitusional telah keluar dari jalur semestinya, garisan reformasi 26 Tahun lalu perlahan redup legitimasinya, apa artinya sebuah demokrasi yang memerhatikan batasan-batasan konstitusional tanpa pelaku yang layak? kejelasan mengenai bagaimana demokrasi konstitusional menjalani kemewahannya diambil perlahan dari semua aspek.

Konstitusi yang dirusak beserta hakimnya, kebebasan yang diambil lewat institusi "berwenang", pelanggaran konstitusional elite-elite tertinggi negeri. bukankah melanggar konstitusi dalam konteks ini juga melanggar asas-asas demokrasi? supremasi demokrasi mestinya diperlakukan seperti hukum, demokrasi setidaknya memastikan hukum berlaku sesuai dengan kodrat dan prinsipnya, hukum adil, setara, menertibkan, manusiawi dan seterusnya. dengan begitu demokrasi diartikan sebagai bagian kebutuhan hukum mendesak. kebebasan, keleluasaan, kekuatan hukum di mata segenap manusia Indonesia, semestinya hukum berlangsung dengan prinsip yang serupa dengan demokrasi.

Birahi Politik ada menyertai keduanya, mementingkan Demokrasi Konstitusional atau kekalahan elektoral? kerusakan demokrasi mulai saat masih calon pejabat, ironi bangsa yang berpuluh-puluh tahun memelihara demokrasi dengan sistem yang tak kunjung membaik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun