Mohon tunggu...
Thaariq
Thaariq Mohon Tunggu... Penikmat Lukisan Cahaya -

Penikmat Lukisan Cahaya dan Pengagum Dia

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Pram: Amarah (Terinspirasi Elysia)

10 Januari 2019   23:28 Diperbarui: 10 Januari 2019   23:37 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

kau tuliskan kata merayu mengemis, menghinakan diri mengharapkan saya luluh seperti saya diawal mengenalmu. hah? setelah ku sadari, tikam yang kau berikan dibalik hangat peluk kau itu menyadarkan, bahwa, ya, begitu bodohnya saya.

kau memang pandai melihat keadaan saya. Kau lihat saya merenung, menghapus isak tangis dengan ingus yang sesekali turun, lalu kau datang menawarkan teh kotak  dengan plastik alfamart tanda menyakinkanmu bahwa itu barang baru.

Kau redakan tangisku dengan kata kata motivias-anjing itu, kau seka isak demi isak saya, kau tahu betul kapan harus masuk saat saya terus terus menyalahkan diri sendiri, bajingan!

setelah reda isak gemetar dada, ternyata bakat menikam sembunyi tangan itu sudah ada dari awal. Saya begitu bodoh tak merasakannya, kau berikan saya sebatang cokelat cadbury dengan senyum yang-ya saya akui senyum manis, dan saya terima. Kau pandai, kau temani saya sebab malam mulai menjemput. Kau terlalu sering baca puisi puisi, kau rayu saya dengan jingga yang kemerah emasan itu, kau petik lalu selipkan di sela telinga.

tak usah kau menarikku kembali dengan mengingatkan masa manis tahun tahun yang kita jalani, itu semua udah hancur, bau-busuk! 

kau menyesal? kesempatan yang ku beri tlah kau sia-ludahi, kau minta maaf.

"aku pasrah dengan keputusanku," di alinea 3 pada paragraf di suratmuyang terpaksa saya baca, karena saya menghargai omelan ibunda yang lelah melihat saya menaruh surat kau sebagai ganjalan rak sepatu.

manisnya, kau sambung dengan kata

"biarpun pengkhianatan teramat menyakitkan untuk dimaafkan, aku berharap ada sudi-kerelaan maaf darimu", 

kau buatkan aku puisi semanis tebu, seindah pelangi, semerdu gemuruh ombak, sehalus halimun, seteduh embun- tetap, saya takkan memaafkanmu. Kau terlalu jahat, entah apa yang merasuki, jika mendengar nama kau , yang ada hanya kata kata kasar yang ingin terucap. kau bilang dan bersumpah janji diatas kertas, diatas kertas, Hei, diatas kertas. saya takkan tertipu, kau tuliskan

" aku siap menghilang dari kehidupanmu, tapi takkan menghilang bila kelak dibutuhkan", ya, manusia memang saling membutuhkan namun jika harus pada kau saya meminta, lebih baik saya menanggung segala resiko perih, sebab akan ada celah untuk kau menyapa kembali, saya tidak melarang tapi percuma-sebab tiba di depan pintu pun kau takkan di sambut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun