Dimana ada kausalitas tentu ada korelasi,akan tetapi dimana ada korelasi belum tentu ada kausalitas. Ungkapan seorang Kriminolog Indonesia Prof J.E Sahetapy kiranya relevan untuk menyikapi isu yang terjadi dalam kasus Bullying Siswa Binus School Serpong yang melibatkan anak dari presenter sekaligus komedian beken Vincent Rompies.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk membela pelaku bullying ataupun membela Vincent. Semua sepakat bullying merupakan perbuatan yang salah dan melanggar hukum. Semua sepakat orang tua mempunyai tanggungjawab untuk mendidik anaknya. Sekalipun anak sendiri yang berbuat salah, tidak ada hak untuk membenarkan perbuatan tersebut. Semua juga sepakat perbuatan yang salah dan melanggar hukum harus diproses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, tidak dengan main hakim sendiri (eigenrichting).
Viralnya kasus bullying siswa Binus Serpong tidak lain salah satunya dari keterlibatan anak Vincent yang tergabung dalam anggota 'Geng Tai'. Atensi yang begitu besar dari publik tersebut tidak lepas dari seorang tokoh kenamaan bernama Vincent. Publik menyoroti tanggung jawab Vincent sebagai orang tua untuk mendidik anaknya dipertanyakan. Tidak sedikit publik yang mencibir Vincent dalam postingan akun Instagram @vincentrompies seperti terlihat dalam komentar teratas, "oh ini bapak dari anak pembully yang katanya benci pembully, tapi menghasilkan anak hobyy bully" atau juga ada yang berkomentar "didik anak lo, kalo ngak bisa, biar gw yg didik sini, saking terlalu sibuk dunia sampai lupa didik anak", ada juga yang bilang "anaknya dikasi makan apa? Parah!". Bahkan di akun X ada yang mengatakan kasus perundungan Binus Serpong sebagai Mario Dandy versi 2.0.
Pada saat yang sama ada juga yang membela Vincent terlihat dalam komentar "pada bacot bilang benci pembully, tapi orang2 disini membully Vincent." Lalu ada juga yang berkomentar "komennya ironis bgt. Gw yakin Vincent jg udh berusaha jd sosok ayah yg bener, tp yg namanya pergaulan itu siapa yg bisa cegah? Harus dr dlm diri anaknya sendiri". Dan ada juga yang menyemangati Vincent terlihat dalam komentar "semangattt om brooo, om broo udah jadi daddy terbaik kok".
Baik publik yang mencibir atau yang membela hemat saya dua-duanya ada benernya. Membela Vincent bukan berarti membela tindakan bullying. Publik yang mencibir Vincent intinya menanyakan peran seorang ayah dalam mendidik anak. Rasa prihatin terhadap korban bullying juga berusaha diluapkan publik pada Vincent. Hal yang sama berlaku juga yang membela bahwa Vincent bukan satu-satunya orang yang harus menanggung semua resiko dari kasus tersebut sendiri hingga dibanjiri cibiran atau bahkan disalahkan.Ada kurang lebih 11 pelaku bullying tersebut yang seharusnya mendapat perhatian juga.
Prinsip equality beforw the law harus dikedepankan bahwa semua orang mendapatkan porsi yang sama didepan hukum. Keadaan Vincent yang seolah-olah hanya dirinya yang menjadi pusat perhatian dalam kasus tersebut tentu tidak dapat dibenarkan dan tidak dapat juga disalahkan. Bahwa Vincent lebih disoroti publik hal ini tidak lepas dari kepopuleran dirinya sebagai seorang tokoh.
Tidak dapat dipungkiri label seorang tokoh memiliki pengaruh signifikan. Besar kecilnya  pengaruh yang timbul ditentukan oleh eksistensi tokoh tersebut. Semakin besar jumlah pengikut, sulit untuk mengatakan sedikit pengaruhnya. Vincent yang memiliki 2,5 juta followers di Instagram sangat fair bila mendapatkan puluhan ribu komentar belaan atau bahkan cibiran.
Ungkapan Sahetapy diatas membuktikan besarnya pengaruh label seorang tokoh terhadap atensi masyarakat. Bahwa kasus bullying siswa Binus Serpong menjadi sebab yang berakibat viralnya kasus tersebut, terlebih keterlibatan salah satu pelaku yang merupakan anak seorang tokoh beken bernama Vincent Rompies menjadi korelasi utama besarnya atensi publik.