Mohon tunggu...
Teza Salih Mauludin
Teza Salih Mauludin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ruang berbagi dan berdiskusi

Dari tulisan, oleh tulisan, untuk pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Presiden RI Harus Beragama Islam Merupakan Sebuah Konvensi Ketatanegaraan?

20 Februari 2024   14:57 Diperbarui: 20 Februari 2024   15:02 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis berpendapat setuju terhadap pernyataan Presiden RI harus beragama islam yang merupakan sebuah konvensi ketatanegaraan. Disini penulis menitik beratkan terhadap konvensi ketatanegaraan dalam persoalan agama yang dianut presiden yaitu agama islam bukan mengenai syarat untuk menjadi presiden RI harus beragama islam karena untuk menjadi presiden didalam Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dalam pasal 169 disebutkan persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden yaitu bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa. Artinya disini tidak menyebutkan bahwa orang yang harus beragama islamlah yang menjadi calon presiden dan wakil presiden, melainkan semua orang diluar agama islampun sepanjang agama yang diakui oleh negara dapat menjadi calon presiden dan wakil presiden. Penulis beranggapan demikian tentunya disertai dengan alasan-alasan yang mendukung terhadap penyataan tersebut. 

Alasan pertama yaitu dalam praktik ketatanegaraan Indonesia selama 74 tahun setelah merdeka, menunjukkan bahwa Presiden Indonesia dari masa ke masa beragama islam. Dimulai dari presiden Soekarno, Soeharto, Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono dan sampai sekarang Joko Widodo. Selain itu termasuk juga para wakil presiden diantaranya Mohammad Hatta, Sultan Hamengkubuwono IX, Adam Malik, Umar Wirahadikusumah, Sudharmono, Tri Sutrisno, BJ Habibi, Megawati, Hamzah Haz, Budiono, Jusuf Kalla dan K.H Ma'ruf Amin beragama islam. Dengan demikian, dalam praktik ketetanegaraan Indonesia tersebut merupakan sebuah konvensi alias kebiasaan ketatanegaraan. 

Menurut Bagir Manan dalam proses penyelenggaraan negara konvensi ketatanegaraan memiliki kedudukan yang penting yaitu sebagai sumber hukum formil dalam hukum tata negara. Bahkan didalam UUD 1945 sebelum perubahan tidak hanya berlaku hukum dasar tertulis namun juga hukum tidak tertulis ialah aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis. Walaupun penjelasan UUD 1945 tersebut telah dihapus melalui perubahan pada tahun 2002, namun konvensi ketatanegaraan memiliki kedudukan yang penting. Hal ini karena hukum tata negara erat kaitannya dengan politik dalam arti organisasi kekuasaan, tidak hanya terbatas pada kelembagaanya saja, tetapi cara memperoleh, menjalankan, dan bahkan mempertahankan kekuasaan tersebut. 

Dengan berdasarkan terhadap kedudukan konvensi tersebut yang penting, maka konvensi ketatanegaraan yaitu presiden RI harus beragama islam merupakan praktik ketatanegaraan yang harus dihormati. Hal ini karena menurut Bagir Manan praktik presiden RI harus beragama islam tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dasarnya menurut UUD 1945 presiden dipilih melalui suara pemilihan umum, sehingga dengan memperhatikan sebagian besar/mayoritas warga negara Indonesia  beragama islam akan sulit bagi calon yang tidak beragama islam akan memenangkan pemilihan. 

Alasan selanjutnya, menurut penulis mengapa presiden RI harus beragama islam merupakan sebuah konvensi karena hal tersebut sudah termasuk kedalam ciri-ciri konvensi seperti yang dikatakan oleh A.V. Dicey  seorang sarjana Inggris yang dikutip oleh Dahlan Thaib didalam bukunya " Teori dan Hukum Konstitusi" yaitu konvensi ketatanegaraan itu berkenaan dengan hal-hal-hal dalam bidang ketatanegaraan, lalu konvensi ketatanegaraan tumbuh, berlaku, diikuti dan dihormati dalam praktik penyelenggaraan negara, serta konvensi sebagai bagian dari konstitusi, apabila ada pelanggaran terhadapnya tak dapat diadili oleh badan pengadilan. 

Adapun ciri-ciri lain dari konvensi ketatanegaraan yang mendukung pernyataan diatas yaitu Tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945, Tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip bernegara, Telah ada untuk jangka waktu yang lama, Telah dilaksanakan secara terus-menerus,  Dipandang sebagai sesuatu nilai yang tidak bisa di abaikan, Tidak merugikan hak konstitusional warga negara. Selain itu, presiden RI harus beragama islam merupakan sebuah konvensi karena sudah memenuhi syarat dari sebuah konvensi ketatanegaraan seperti yang dikatakan didalam buku Donald A Rumokoy "Praktik Konvensi Ketatanegaraan" yaitu harus ada preseden yang timbul berkali-kali, lalu preseden yang timbul karena adanya sebab secara umum dapat dimengerti atau dapat diterima; dan  preseden itu karena adanya kondisi politik yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun