Pemilu pada 2024 sudah tinggal hitungan bulan, namun sampai kini, keputusan Mahkamah Konstitusi terkait sistim pemilihan masih belum ada kejelasan. Sebelumnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengajukan gugatan peninjauan kembali ke MK terkait sistim Pemilu dari sistim proporsional terbuka ke sistim proporsional tertutup sebagaimana pernah dilakukan pada masa pemerintahan dan pelaksanaan Pemilu di masa Orde Baru.
Hal ini mendapat tantangan dari berbagai kalangan. Pada awal tahun lalu, sebanyak delapan partai politik berkumpul di Dharmawangsa untuk menyatakan sikap bersama menolak sistim proporsional tertutup tersebut. Mereka beranggapan sistim itu tidak demokratis dan justru sebagai langkah mundur bagi demokrasi yang telah berjalan selama ini.
Kedelapan Partai Politik Peserta Pemilu itu juga bersekapat menolak bahwa sikap partai politik yang mendukung pengajuan peninjauan kembali telah mencederai kepercayaan publik pada masyarakat. Sementara disisi lain, harus diakui tingkat kepercayaan publik pada partai politik cenderung mengalami penurunan yang cukup signifikan akibat berbagai kasus korupsi yang terjadi dan melibatkan politisi.
Pemilu 2024 harus dipahami sebagai momentum besar bagi rakyat Indonesia untuk ikutr serta dan berpartisipasi penuh dalam menentukan calon pemimpinnya di masa depan baik di ranah legislatif maupun di ranah eksekutif. Oleh karena itu tidaklah elok hak hak rakyat untuk menentukan sendiri wakil dan pemimpinnya justru dikebiri oleh partai politik dengan alasan penguatan peran dan fungsi partai politik.
Persoalan kemudian tidak hanya berhenti disana. Pesta rakyat berdemokrasi itu sudah dibayangi ketidakpastian sistim, kini juga dihadapkan pada ancaman resesi dan ketidakpastian global 2023. Ketidakjelasan anggaran pelaksanaan Pemilu dari Kementerian Keuangan dan APBD menyebabkan persoalan kabut Pemilu belum dapat diselesaikan.
Disisi lain, Informasi dari Kepala Badan Intelijen Negara yang menyebutkan bahwa tahun 2023 adalah tahun yang gelap BIN menjabarkan hal tersebut didasarkan pada analisa Intelijen antara lain perang Rusia vs Ukraina yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda tanda akan selesai dan berakhir. Imbas dari perang dua negara bertetangga itu tentu saja sangat terasa bagi negara lain termasuk Indonesia yang memiliki kepentingan ekonomi dan politik serta pertahanan dengan kedua negara.
Laporan BIN itu tentu saja tidak boleh dipandang sebelah mata. Analisa dan laporan intelijen itu tentunya harus diwaspadai dan segera diantisipasi dengan baik. Berbagai pihak haris meningkatkan kewaspadaan dan mawas diri. Konflik Rusia vs Ukraina sedikit banyak telah menganggu perekonomian regional yang berimbas pada ketenangan ekonomi dalam negeri.
Masalah tentu saja belum selesai sampai disana. BIN juga mencatat berbagai potensi negatif yang akan terjadi pada tahun 2023. Hal itu antara lain adanya konflik geopolitik yang terjadi di China dan Taiwan pada Selat Taiwan sehingga juga turut berpengaruh pada jalur logistik dunia.
Tidaklah mudah memang saat ini bagi Indonesia untuk memposisikan diri di tengah pergaulan regional. Disisi lain netralitas politik dan keamanan kita tengah diuji untuk tidak memihak pada kepentingan manapun yang bertikai, namun disisi lain demokrasi dan kepentingan dalam negeri juga harus diselamatkan.
Pemilu adalah pesta demokrasi lima tahunan yang dinanti dan tentu saja dinikmati oleh masyarakat. Rakyat sebagaimana telah terjadi selama ini pasca runtuhnya Rezim Orde Baru  sangat antusias menjalani hari hari pemilihan umum. Mereka ingin mendapatkan calon pemimpin dan anggota legislatif yang baru yang sesuai dengan kehendak dan aspirasi mereka. Inilah nikmat reformasi yang mereka dapatkan dimana sejak era itu, para pemilih dibebaskan untuk memilih calon anggota legislatif dan presidennya dan bahkan kepala daerahnya sendiri.
Kembali ke sistim pemilu yang menjadi tanda tanya, kini keputusan akan sistim pemilu itu menunggu ketukan palu MK. Berbagai spekulasi bermunculan. Ada yang mengatakan bahwa MK akan menerima PK yang diajukan PDI-P, namun disisi lain ada pula yang optimis sistim pemilu tidak akan diubah. MK sendiri pada tahun 2009 silam telah membatalkan pasal sistim proporsional tertutup. Akan menjadi suatu hal yang aneh tentunya jika MK malah mengembalikan sistim pemilu tahun 2024 ke sistim lama yang ditentang dan dianggap tidak sesuai dengan kemajuan demokrasi.
Kita berharap MK berpikir jernih demi masa depan demokrasi di tanah air disamping kiat terus berusaha agar situasi global yang penuh sengkarut tidak berdampak luas pada negara kita. Insya Allah. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H