Apa persoalan yang paling utama yang harus diselesaikan dalam upaya meningkatkan kinerja ekonomi di sektor Mikro saat ini ? Jawabnya yang paling penting adalah membantu mereka agar leluasa dalam mendapatkan bantuan dan mengakses ke sistim pembiayaan resmi yang dilindungi oleh undang undang. Saya sengaja menekankan pentingnya hal tersebut karena sejak beberapa waktu lalu, persoalan yang paling mendasar bagi upaya meningkatkan pendapatan bagi pelaku UMKM kita adalah akses ke pembiayaan. Selama ini banyak pelaku UMKM kita terjebak dalam pinjaman yang tidak resmi dan berbunga tinggi. Tentu saja hal ini sangat beresiko.
Dalam kesempatan Rapat Dengar Pendapat di Komisi VI DPR RI pekan lalu bersama BUMN Ultra Mikro yang terdiri dari Dirut BRI, Dirut Pegadaian, Dirut PNM, saya menyampaikan dengan penekan penuh agar perusahaan pemerintah yang berfokus pada penguatan usaha mikro dapat mendorong binaannya meningkatkan skala usaha.
Kenapa hal ini penting saya sampaikan dan tegaskan, pertama karena saya sangat berharap Holding BUMN Ultra Mikro untuk dapat lebih agresif dalam menjalankan program-program yang berkaitan dengan upaya mendukung tumbuh kembang usaha ultra mikro.
Bank BRI dalam paparan yang disampaikan pada RDP tersebut menjelaskan bahwa sepanjang tahun 2021 dan 2022 lalu, terjadi peningkatan secara total sebesar 12,9% penyaluran kredit Mikro untuk pelaku UMKM. Tentu saja hal ini mengembirakan karena angka yang terus meningkat. Progresifitas ini patut diapresiasi karena peningkatan itu terjadi dimasa pandemi masih berlangsung.
Sementara itu, di sektor Pegadaian, jumlah debitur per periode September 2022 juga mengalami kenaikan sebesar 6,8 juta meningkat 1,4% dibanding periode yang sama pada tahun 2021. Tercatat Holding Ultra Mikro pada September 2022 telah menggelontorkan kredit mikro sebesar Rp 527,9 triliun.
Saya mencatat pertumbuhan kredit paling besar berasal dari PNM sebagai holding, yang tumbuh dari Rp 30,9 triliun di September 2021 menjadi Rp 39,3 triliun di September 2022 atau mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 27,1% yoy.
Sudah sangat mengembirakan tentunya, namun pekerjaan rumah utama adalah tetap melepaskan para pelaku dan usahawan mikro itu untuk tidak lagi mengakses atau setidaknya bergantung pada unit pinaman yang tidak aman dan beresiko tinggi. Meski disisi lain harus diakui bahwa akses pembiayaan mikro terhadap para pedagang kecil dan pelaku usaha mikro belum sepenuhnya dilayani oleh perbankan, namun tanggung jawab penguatan ekonomi mereka haruslah terus dijalankan.
Ketergantungan seperti inilah yang kemudian harus diminimalisir dan dibasmi. Masyarakat harus diberi jalan keluar dan tidak lagi berhadapan dengan pilihan sulit tersebut. Kita mengapresiasi lembaga keuangan resmi seperti Bank Rakyat Indonesia, Pegadaian Desa dan lain sebagainya sudah masuk ke desa desa dan nagari di Sumatera Barat.
Dalam RDP tersebut, saya mengingatkan kepada holding ultra mikro untuk terus melebarkan jangkauan kredit yang mereka salurkan kepada pelaku usaha ultra mikro yang belum tersentuh lembaga keuangan formal. Saya berharap program Pegadaian Sahabat Desa dapat berkembang sehingga akhirnya nanti bisa leluasa dan berkembang menggandeng badan usaha desa dan berkeliling berpindah dari satu desa ke desa lainnya. Upaya mendekatkan diri kepada calon nasabah nantinya diharapkan dapat mencegah masyarakat untuk tergiur godaan kemudahan dari rentenir.
Dengan demikian masyarakat desa yang jauh dari outlet pegadaian atau bri-link atau account officer PNM dapat dilayani dengan baik. Ini penting karena sudah saatnya masyarakat dibebaskan dari bahaya dan jeratan rentenir yang mencekik mereka.Â
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus menjalin kerjasama dengan instansi dan badan terkait jika benar benar ingin memberikan yang terbaik pada masyarakat dan membebaskan mereka dari bahaya pinjaman berersiko tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H