Pada Desember 2022 lalu, saya bersama beberapa anggota Komisi VI DPR RI berkunjung ke Pabrik Semen Padang di Indarung. Kunjungan itu dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Arya Bima dari Fraksi PDI-P. Saya dan beberapa anggota DPR lainnya seperti Andre Rosiade (F-Gerindra/Dapil Sumbar 1) dan juga Evita Nursanti (F-PDIP/Jawa Tengah III) memiliki hubungan dengan Semen Padang.Â
Andre adalah anggota DPR RI dapil Sumbar 1 dimana Pabrik Semen Padang terletak, sementara Ibu Evita adalah Urang Sumando karena suami beliau Iqbal Alan Abdullah adalah putra daerah Sumatera Barat. Pabrik Semen Padang juga dekat dari kediaman saya saat ini. Perusahaan semen tertua itu lekat dalam memori masa kecil saya karena sering kali dulu menghabiskan masa kecil lokasi sekitar pabrik.
Namun dalam tulisan ini, saya tidak hendak membahas soal nostalgia Pabrik Semen Padang semata. Dari mulai Unit Produksi Indarung 1, sampai yang terakhir Indarung VI dan kini tengah dipersiapkan lokasi Indarung VI, pabrik semen itu menjadi kebanggaan bagi masyarakat Sumatera Barat dan juga Indonesia pada umumnya. Pabrik Semen ini pertama kali berdiri tahun 1910. Menjadi pabrik semen tertua dan pertama kali di Hindia Belanda (Indonesia).
Pabrik Semen Padang unit Indarung 1 sudah lama tidak berproduksi. Inilah awal mula pabrik semen di Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu memerlukan dukungan bagi pembangunan infrastruktur yang mereka perlukan untuk membangun daerah jajahan. Sehingga dengan adanya dukungabn sumber daya alam, ketersediaan bahan baku yang sangat tinggi, mereka memutuskan untuk membangun pabrik semen di Bukit
Kini Indarung 1 sudah tidak berproduksi. Sudah lama bahkan unit ini tidak lagi beroperasi. Hal ini dikarenakan perangkat yang dipakai sudah tidak layak lagi untuk dioperasikan. Maklumlah sudah sejak seratus tahun lalu, tentulah tidak layak lagi dipertahankan.
Tentulah meski sudah tidak layak dan bisa dioperasikan lagi, keberadaan pabrik tertua itu harus pula disingkirkan. Pihak perusahaan Semen Padang dituntut untuk memelihara bangunan tua tersebut dan merawatnya sebagai sebuah kawasan wisata sejarah yang mengingatkan akan sejarah panjang perjuangan dan pembangunan berbagai sarana infrastruktur di masa lalu.
Hal itu tercermin dari penyampaian Komisi VI saat pertemuan dengan jajaran manajemen Semen Padang di Wisma Indarung pada Desember silam. Komisi VI sepakat untuk meminta manajemen Semen Padang dan Smeen Indonesia sebagai holding serta Kementerian BUMN untuk menjadikan Unit Indarung I sebagai kawasan heritage dan bersejarah.
Saya teringat pada apa yang telah dilakukan oleh Manajemen Pabrik Semen Tonasa yang mengelola kawasan pabrik Tonasa I menjadi kawasan heritage dan kini makin ramai dikunjungi oleh wisatawan yang ingin menyelami sejarah pembangunan pabrik Semen Tonasa di Pangkep Sulawesi Selatan. Bahkan Manajemen Semen Tonasa sudah bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam hal mengkaji dan melakukan study sejarah terkait pembangunan pabrik semen di Sulawesi Selatan tersebut.
Hal yang sama kami harapkan dapat dilakukan oleh Manajemen PT Semen Padang. Menjadikan Unit Pabrik Indarung I yang sudah tidak berproduksi sebagai kawasan sejarah akan memberikan dampak baik bagi Kota Padang dan bahkan Sumatera Barat pada umumnya.
Di Pangkep, kawasan pabrik Tonasa I sudah beralih fungsi tidak hanya sebagai lokasi wisata sejarah, namun juga menjadi kawasan pendidikan bagi para peneliti dan mahasiswa. Tentunya ini menjadi kabar gembira bagi kita semua. Bahwa sejarah tidak hilang begitu saja meski bagian bagiannya sudah tidak lagi dimanfaatkan untuk produksi.
Pabrik Semen Padang adalah pabrik kebangaan urang awak. Tidaklah mudah melupakan apalagi meminggirkan begitu saja peran dan fungsi PT Semen Padang dalam catatan sejarah berdirinya negara yang kita cintai ini. Semen Padang juga bukan sekedar kebanggaan semata. Ia menjadi identitas daerah Minangkabau secara kebudayaan dan Sumatera Barat secara wilayah administratif. Kita ingat pada tahun 2000-an lalu, aksi protes bergelombang yang dilakukan oleh warga masyarakat untuk menolak rencana penjualan Semen Padang kepada pihak asing sebagai bagian dari privatisasi BUMN pada waktu itu. Ribuan rakyat Sumbar beraksi menggelar demo untuk menolak langkah tersebut.
Semen Padang mulai dari Indarung I sampai yang kini terbaru Indarung V adalah aset yang dibanggakan. Semen Padang bukan hanya milik pemerintah republik, namun juga milik warga masyarakat khususnya warga nagari Lubuk Kilangan. Hal ini didasarkan pada kesepakatan antara Ninik Mamak pemangku Adat Nagari Lubuk Kilangan dengan pemerintah dimana Ninik Mamak Lubuk Kilangan atas nama Masyarakat Anak Nagari Lubuk Kilangan menyerahkan lahan 412 Ha sebagai Deposit bahan baku bagi PT Semen Padang.
Oleh sebab itu, menyadari dengan penuh bahwa Semen Padang sebagai bagian sejarah dan kepentingan bangsa adalah suatu hal yang penting agar catatan sejarah tidak hilang begitu saja. Semen Padang adalah bagian dari perjuangan dan mencatatkan diri dalam lembaran sejarah pembangunan infrastruktur bangsa. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H