Mohon tunggu...
Nevi Zuairina
Nevi Zuairina Mohon Tunggu... Politisi - Anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Anggota Komisi V DPR RI Periode 2019 - 2024 Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Daerah Pemilihan Sumatera Barat II

Selanjutnya

Tutup

Money

Gagal Paham Penyesuaian Harga BBM Bersubsidi

9 September 2022   13:37 Diperbarui: 9 September 2022   16:26 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini saja, hanya beberapa hari pasca pengumuman pemerintah yang resmi menaikkan harga BBM, sudah terjadi kenaikan harga bahan pokok dan biaya transportasi di berbagai daerah. Pemerintah menggunakan kata "Penyesuaian Harga" untuk memperhalus bahasa Kenaikan yang kemudian diikuti oleh "penyesuaian dan kenaikan" ongkos di berbagai daerah.

Dengan kondisi perekonomian yang masih belum normal akibat pandemi, tentu saja kenaikan ini akan memicu peningkatan inflasi yang sangat besar. Bahkan, daya beli masyarakat akan semakin jatuh yang menyebabkan angka kemiskinan semakin melonjak.

Saya mendapatkan informasi bahwa dampak dari kenaikan harga BBM ini diprediksi akan mendongkrak tingkat inflasi hingga mencapai 6-6,5 persen year on year. Jika ini  benar terjadi, maka akan menjadi inflasi yang tertinggi sejak September 2015.

Disisi lain saya dapat memahami bahwa kuota BBM jenis Pertalite yang disediakan untuk tahun anggaran 2022 ini akan segera habis pada bulan September ini. menjadi masalah dan sesuatu yang luar biasa karena pandemi Covid-19 berakhir lebih cepat dari prediksi konsumsi yang disusun oleh DPR dan Kementerian ESDM pada tahun anggaran 2021 silam. Namun realisasi penggunaan subsidi yang tepat sasaran hanya 20 persen saja. Artinya, jika kuota sebesar 23,05 juta kiloliter itu dimanfaatkan dengan baik, maka justru kuota BBM subsidi akan mampu bertahan hingga akhir tahun 2022 yang akan datang.

Karena itu, dalam kami di Fraksi PKS sudah bersepakat bahwa sikap pemerintah yang tetap kukuh menaikkan BBM harus ditolak dan kami minta untuk dikaji ulang sampai kondisi kondusif sambil terus memperbaiki pola pengawasan penyaluran subsidi baik berupa gas, listrik dan BBM.

Saya dan teman teman Fraksi PKS menilai kondisi ekonomi yang masih lemah akan menjadi tambah susah karena pemerintah telah menetapkan kebijakan yang tidak pro rakyat dengan memberi  beban baru buat rakyat yaitu kenaikan biaya produksi akibat kenaikan harga BBM ini.

Saya memandang meski Pemerintah Pusat mengalihkan subsidi energi menjadi bantuan sosial berupa BLT hanyalah sebuah program sementara dan tidak akan mampu mengatasi merosotnya daya beli masyarakat karena ada dampak ikutan berupa inflasi yang berakibat pada naiknya harga-harga barang, baik di sektor konsumsi maupun produksi. Sehingga dapat dipastikan efek subsidi BLT ini akan sangat minimal.

Pemerintah mestinya belajar pada pengalaman bahwa pemberian subsidi BLT sebesar Rp 150 ribu per bulan per keluarga ini hanya akan meng-cover kenaikan biaya Pertatile saja per bulannya. Kalau secara sederhana, misalnya dalam sehari, rata-rata sebuah motor memerlukan 2 liter Pertalite. Berarti dalam sebulan akan membutuhkan 60 liter. Ketika harga Pertalite naik sebesar Rp 2350 per liter, maka akibatnya kenaikan pengeluaran bulanan untuk Pertalite menjadi Rp 141 ribu. Jumlah ini sudah hampir mendekati besaran BLT yang sebesar Rp 150 ribu. Belum lagi kalau dalam keluarga itu ada lebih dari satu motor. Tentu sama sekali tidak akan meng-cover kenaikan pengeluaran akibat kenaikan Pertalite ini.

Berkaca pada penerapan program pemberian BLT selama ini, hal yang belum selesai dan selalu menjadi masalah adalah akurasi data dan keterjangkauan distribusi BLT kepada pihak yang benar benar harus menerima. Lembaga riset ekonomi INDEF pernah menyuarakan bahwa 20 persen kabupaten/kota atau hampir 100 kabupaten/kota justru tidak melakukan pembaruan data kependudukan selama pandemi sehingga bansos yang diberikan tidak tepat sasaran.

Itu baru yang pertama, selanjutnya juga ada temuan dari BPK yang menyatakan bahwa Rp 6,93 triliun anggaran Bansos yang selama ini disalurkan tidak tepat sasaran dan ditemukan 21 juta data ganda. Hal ini tentu akan menyebabkan adanya masyarakat kurang mampu yang tidak mendapatkan BLT. Belum lagi wilayah Indonesia yang begitu luas dengan daerah pedalaman yang sulit dijangkau oleh PT Pos Indonesia. Ini tentu akan menghalangi masyarakat untuk mendapatkan hak-haknya.

Efek lanjutan dari kenaikan BBM yaitu inflasi dan kenaikan harga-harga barang belum ada bantalannya. Imbas kenaikan BBM jelas akan menaikkan biaya transportasi dan langsung akan menaikkan harga-harga barang. Dan pasti dampaknya akan langsung dirasakan rakyat.  Pendapatan mereka akan menurun karena daya beli secara umum turun. Ini yang belum dipikirkan Pemerintah. Dengan demikian, meski mendapat BLT, masyarakat kurang mampu ini tidak akan mampu menahan keseluruhan dampak ekonomi kenaikan harga Pertalite, Solar subsidi dan BBM nonsubsidi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun