Pada akhir tahun 2019 silam, dunia dikejutkan dengan kemunculan virus baru yang mematikan. Virus kemudian berkembang dengan cepat dan menyerang secara global itu terbukti tidak hanya mampu mematikan banyak jiwa, namun juga menimbulkan kerusakan masif pada tatanan sosial, ekonomi dan bahkan politik secara global. Banyak negara maju dan berkembang menjadi kesulitan mengatasinya. Angka kematian yang tinggi serta ketidaksiapan dalam menghadapi bahaya pandemi telah merubah tatanan kehidupan sosial dan mengubah peta ekonomi global tak terkecuali Indonesia.
Tidak ada yang menyangka bahwa akibat kemunculan virus corona telah menyebabkan banyak perubahan pada sisi kehidupan keluarga di seluruh dunia. Pemberlakuan pembatasan sosial yang ketat telah membawa dampak pada sistim distribusi dan ketersediaan bahan pangan di hampir seluruh dunia. Warga masyarakat mengalami kesulitan untuk menyediakan bahan makanan akibat pembatasan sosial. Pun demikian dengan ranah produksi. Akibat pembatasan dan virus yang masih meraja lela pusat pusat produksi bahan pangan juga mendapatkan dampak yang signifikan.
Kini meski sudah mereda dan angka penderita positif Covid mulai melandai, dampak dari pandemi yang berlangsung selama dua tahun itu masih terasa. Jika kita perhatikan, kalangan rumah tangga kita masih terkena dampak serius yaitu mengalami kenaikan harga komoditas kebutuhan rumah tangga.
Dalam rapat kerja di Komisi VI pada masa sidang bulan Februari lalu, saya telah mengusulkan kepada kementrian dan lembaga terkait untuk dalam waktu cepat dapat menyelesaikan persoalan kelangkaan dan putusnya mata rantai pasokan bahan pangan ini sesegera mungkin. Tidak hanya kelangkaan dan putusnya mata rantai ketersediaan bahan pangan, hal ini diperparah dengan harga harga bahan pangan yang kian melambung tinggi dan sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat kita.
Situasi yang makin hari makin memburuk ini tentunya tidak boleh dibiarkan. Pemerintah melalui kementrian dan lembaga terkait harus bertindak cepat dan bersikap tegas terhadap tata niaga pangan dan energi ini. Memang sudah ada komitmen dari Menteri Perdagangan yang menjanjikan harga akan kembali normal dan stok aman menjelang puasa dan lebaran seperti minyak goreng dapat dipenuhi. Namun demikian, faktanyaa di lapangan masih berbanding terbalik dengan janji dan komitmen yang disampaikan itu.
Persoalan ini masih belum sepenuhnya selesai dan mendapatkan solusi. Justru malah semakin parah dengan timbulnya masalah baru yaitu kenaikan dan kelangkaan kacang kedelai sebagai bahan baku pembuatan Tahu dan Tempe yang juga sangat dibutuhkan masyarakat.
Beberapa hari lalu, tepatnya pada saat mengunjungi konstituen di dapil dalam rangka reses akhir masa sidang anggota DPR RI ke daerah pemilihan, saya kembali mendapatkan keluhan dari warga masyarakat yang mengeluhkan kenaikan harga daging sapi dan juga gas elpiji non subsidi.
Miris memang ditengah kondisi ekonomi yang masih belum stabil, masyarakat masih dibebani dengan kenaikan harga kebutuhan pokok dan barang barang keperluan sehari hari yang kian tak terjangkau. Oleh karena itu, saya menyarankan kepada pemerintah agar membentuk tim khusus yang dapat menangani persoalan pangan dan energi ini sehingga pengendalian harga jelang puasa dan lebaran dapat dilakukan. Tim terdiri berbagai lembaga institusi Kementerian di bawah Kemenko Perekonomian.
Tim Task Force ini kelak akan bekerja sama dengan pemerintah daerah serta instansi lintas kementrian dan pihak terkait untuk mencari akar masalah dan menciptakan solusi yang tepat dan cepat. Solusi yang tepat dengan sasaran yang jelas yaitu menyelamatkan perut warga masyarakat yang sudah makin frustasi akibat kenaikan dan kelangkaan harga kebutuhan sehari hari.
Kita menyadari bahwa pandemi memang sudah mulai menurun, namun demikian, persoalan tidak selesai sampai disitu. Kegaduhan politik global akibat peristiwan di Rusia dan Ukraina tentu aja membawa masalah baru yang juga harus diwaspadai.
Karena itu, saya meminta pemerintah perlu melakukan kajian dan langkah yang pas agar persoalan ini tidak semakin memburuk. Apalagi dalam waktu dekat, sebagian besar warga masyarakat khususnya umat Muslim akan memasuki Bulan Ramadhan dan Lebaran. Tentu saja hal ini menjadi pekerjaan rumah yang sulit dan menyita waktu dan pikiran.
Saya memperkirakan kita akan mengalami fase dimana akan terjadi kenaikan harga kebutuhan pokok dan keperluan rumah tangga. Memang hal ini biasa terjadi menjelang masuknya bulan puasa Ramadhan, namun kali ini menjadi berbeda karena terjadi ditengah pandemi dan ancaman krisis pangan akibat konfrontasi politik global.
Karena itu, saya berharap pemerintah harus segera memastikan stok kebutuhan pangan tercukupi kalau perlu sampai untuk enam bulan ke depan. Kementrian terkait harus memanfaatkan dan memaksimalkan penggunaan sumberdaya dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan dan bahan baku yang terkait dengan energi (seperti batubara untuk listrik), guna mengurangi ketergantungan terhadap impor.
Kita tahu berbagai komoditas energi dan sumber daya mineral, seperti minyak mentah dan komoditas lainnya masih harus diimport. Tentu aja ditengah situasi seperti ini, dikhawatirkan akan mengalami kenaikan harga seiring pecahnya perang Rusia - Ukraina.
Karena itu, saya Tim Task Force itu sudah harus dibentuk dan kelak harus bekerja secara terpadu melibatkan semua komponan lintas kementrian dan lembaga. Agar kekhawatiran akan terjadinya kenaikan harga dan kelangkaan barang dapat diatasi dan diminimalisir dampaknya. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H