Senin, 15 April 2013 kemarin, saya beserta rombongan satu Spesialisasi dari kampus mengadakan kunjungan/studi lapangan Budaya Nusantara ke Bandung. Sekitar 330 mahasiswa berangkat menggunakan tujuh bus dari kampus bertolak pukul 08.00. Ada dua tempat yang kami kunjungi yaitu Museum Sri Baduga dan Saung angklung Udjo. Tetapi disini saya hanya akan menceritakan perjalanan di Saung Angklung Udjo.
Berdasarkan info Wikipedia : Untuk mencapai tempat ini, jika naik kendaraan pribadi, pilih arah cipularang. Naik ke jembatan layang, ikuti papan petunjuk ke Cicaheum. Sekitar 100 meter sebelum Terminal Cicaheum, ikuti papan petunjuk menuju Jalan Padasuka. Anda akan menemui petunjuk ke lokasi. Anda juga dapat menggunakan angkutan umum sebagai pilihan. Dari Surapati, pilih angkutan umum 06 jurusan Cicaheum-Ciroyom (arah Cicaheum). Turun di perempatan Padasuka (100 meter sebelum Cicaheum), lanjutkan dengan berjalan kaki atau naik ojek menuju Saung Udjo (500 meter).
Sekitar pukul 17.30, bus yang kami naiki telah mencapai lokasi Saung Angklung Udjo. Disambut hujan rintik-rintik kami turun dari bus dan langsung menuju toko souvenir yang menyediakan oleh-oleh khas Sunda, tentunya bukan makanan disini. Barang yang ditawarkan beragam, mulai dari angklung, wayang golek, kaos, batik, gantungan kunci, dan aneka pernak pernik khas Sunda lainnya dengan harga yang bermacam pula tentunya. Pembelinya pun mulai dari anak sekolah hingga turis mancanegara.
Selepas maghrib, sekitar pukul 18.30 akan dimulai pertunjukan. Kami sudah harus siap di arena pentas yang berbentuk melingkar dengan kapasitas 400-an penonton. Saya sengaja duduk di tribune paling depan dengan alasan bisa lebih dekat dengan para pemain dan lebih jelas tentunya. Para penonton masuk ke arena pentas dengan mengenakan tiket berbentuk angklung mini dan telah disediakan es sebagai camilan. Karena cuaca saat itu sedang dingin, saya hanya mengambil air mineral saja.
Sebelum masuk ke dalam pertunjukan, alangkah baiknya kita mengetahui sejarah dari Saung Angklung Udjo.
A.SEJARAH
Saung Udjo berusaha mewujudkan cita-cita dan harapan Abah Udjo (Alm) yang atas kiprahnya dijuluki sebagai Legenda Angklung, yaitu angklung sebagai seni dan identitas budaya yang membangggakan.
B.PERTUNJUKAN
Saung Angkung Udjo mengemas pertunjukan tradisional dengan daya tarik dan nilai jual tinggi. Salah satu bentuk modernisasi adalah live tweet bagi para pengunjung yang pada akhir acara akan diundi dua orang pemenang. Mereka juga sangat interaktif terhadap para penonton, Teh Gira dan Teh Awit selaku pembawa acara tak canggung menyapa dan berinteraksi langsung dengan penonton untuk menhangatkan suasana. Sungguh suatu pertunjukan yang berkesan.
a.Demonstrasi Wayang Golek
Menampilkan wayang golek khas Sunda berupa pementasan boneka kayu yang menyerupai badan manusia lengkap dengan kostumnya, yang pada mulanya sering dipentaskan sebagai bagian upacara adat, seperti: upacara bersih desa, ngruwat, dll. Dimainkan oleh seorang Dalang yang dalam pementasan sebenarnya memakan waktu hingga semalam suntuk. Dalam pementasannya, wayang golek ini diiringi oleh gamelan khas Jawa Barat.
Ditinjau dari filsafatnya, kata wayang berasal dari kata bayangan, merupakan pencerminan dari sifat dalam jiwa manusia, seperti kebajikan, angkara murka, keserakahan, dll. Dalam setiap pementasannya, wayang selalu membawa peasn moral agar kita selalu patuh pada Sang Pencipta dan berbuat baik terhadap sesama. Siapa menanam kebajikan, maka ia akan menuai kebahagiaan, dan barang siapa melakukan kejahatan, maka ia akan menuai akibatnya.
Di Saung Udjo, hanya dilakukan demonstrasi wayang golek, antara lain bagaimana wayang berbicara, berkelahi, dan menari. Pada kesempatan itu, kami melihat pementasan wayang golek dengan lakon ‘Cepot’. Dibawakan dengan selera humor yang tinggi, kami pun tertawa terbahak-bahak melihat pementasan selama kurang lebih 15 menit ini.
b.Helaran
Helaran seringkali dimainkan untuk mengiringi upacara tradisional khitanan maupun pada saat upacara panen padi. Angklung yang digunakan adalah angklung dengan dengan nada Salendro/Pentatonis yaitu nada asli angklung Sunda yang terdiri atas Da Mi Na Ti La Da. Helaran ini sendiri dimainkan dengan nada yang riang gembira, karena emang ditujukan untuk menghibur dan menunjukkan rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat.
Pementasan dimulai dengan masuknya empat orang membawa bendera, disusul empat orang penari kuda lumping dan arak-arakan pengantin sunat. Pada pementasan helaran, seorang anak kecil diangkat dan diarak dengan kereta panggul. Kemudian ada juga tari khas Sunda yang dimainkan anak-anak kecil dengan gaya lucu dan polos yang tentu mengundang tawa penonton.
c.Bermain Angklung Bersama
Dalam perkembangannya, angklung mulai dikenal secara luas oleh masyarakat. Permainan angklung yang baik akan tercipta bila di antara pemain terdapat kekompakan agar melodi dalam lagu dapat mengalir dengan indah dan terus berkesinambungan.
Begitu pula dalam pementasan kemarin, setiap penonton diberikan satu buah angklung dengan satu nada tentunya. Setiap orang diajarkan bagaimana memainkan angkung, mulai dari tempo lambat hingga cepat, mulai ketukan sekali hingga ketukan panjang. Sungguh suatu pembelajaran budaya yang bagus. Teh Awit dan Teh Gira memberikan kode bagaimana memainkan angklung sesuai harmoni nada. Beberapa lagu kami mainkan diantaranya burung kakak tua, terajana, munajat cinta, dan lagu populer lainnya. Dengan waktu singkat, para pengunjung diajari cara memainkan angklung secara massal, pengalaman yang tak terlupakan.
d.Angklung Orkestra
Permainan angklung yang dikombinasikan dengan alat musik seperti gitar, perkusi, dll. Angklung dapat memeinkan hampir semua jenis lagu, klasik, kontemporer, pop, serta mengiringi vokal. Di satu sisi, keistimewaan angklung adalah alat musik yang sangat menarik dibawakan secara massal, di sisi lain permainan angklung yang baik akan tercipta jika diantara para pemainnya terdapat kekompakan. Pada angklung orkestra ini, seorang pemain tak hanya memainkan satu nada tapi keseluruhan nada, ini merupakan inovasi angklung modern. Para pemainnya bukan hanya pria dewasa, tetapi juga remaja putra putri yang belajar di sanggar. Luar Biasa.
Pada permainan angklung, anak-anak sanggar juga menghibur para penonton dengan parade lagu Nusantara, mulai lagu Bungong Jeumpa (NAD), Kicir Kicir (DKI), Cublak Cublak Suweng (Jateng), hingga Yamko Rambe Yamko (Papua). Semua dibawakan dengan menarik dan indah.