Pukul 10 pagi di Cimanggis, Depok, Provinsi Jawa Barat ketika Astri Septiani, 20, memberikan suaranya di TPS yang tersedia. Astri, yang masih duduk di bangku kuliah Universitas Nasional jurusan ilmu Komunikasi, adalah satu dari sekian banyak pemuda Indonesia yang dengan antusias berpartisipasi memilih pemimpin daerahnya.
"Aku pilih pasangan nomor urut satu, Dimas - Babai dari PDI - P". Dan yang lebih mengejutkan adalah alasan mengapa ia memilih pasangan tersebut. " Gini, aku memilih dia (dimas - babai) karena beberapa bulan lalu pasangan ini berkampanye di daerah kompleks rumahku, Cimanggis. Dan disitu mereka memaparkan visi - misinya, yang intinya membangun Depok yang lebih nyaman dan baik." Astri merupakan cerminan pemuda yang berpendidikan dan aware terhadap politik beserta isu - isu yang menjadi krusial untuk daerahnya.
[caption caption="Astri Septiani, 20, Memilih Untuk Kota Depok Yang Lebih Nyaman dan Bebas Begal "][/caption]
Indonesia memang tengah disibukkan dengan pilkada serentak pada 9 Desember 2015, sebuah festival demokrasi tingkat daerah yang diselenggarakan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dikatakan hampir, karena tidak semua provinsi / kabupaten dan kotamadya menyelenggarakan pilkada, contoh seperti di Nanggroe Aceh Darussalam, DKI Jakarta dan kota Pekanbaru, Riau, tidak termasuk daerah yang menyelenggarakan pilkada. Seperti pemilu 2014, partisipasi pemuda memang cukup layak diapresiasi. Di tengah berbagai masalah yang melanda bangsa, sangat signifikan jumlah pemuda yang berkemauan untuk peduli terhadap nasib daerahnya untuk lima tahun ke depan.
Di Pulau Sumbawa, Subhan Azharullah (24) sangat bersemangat untuk mendukung kelancaran pilkada di TPS 01 Brang Biji, Kabupaten Sumbawa Besar, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang dibanjiri oleh pemuda. "Kegiatan pemilihan berlangsung aman dan lancar. Para pemuda terlihat amat antusias".Â
Bekerja sebagai fasilitator Lembaga Perlindungan Anak Sumbawa, Â Subhan adalah salah satu pemuda Indonesia yang aware terhadap hak berpolitiknya. "Saya mencoblos bukan untuk memilih yang terbaik. Tapi, saya mencoblos untuk mencegah yang terburuk untuk berkuasa. Dengan menggunakan hak pilih, kita bisa menilai sendiri kualitas calon pemimpin yang akan kita pilih. Jika kita golput, sama saja halnya kita memberi lkan kesempatan ke orang lain untuk menentukan nasib kabupaten lima tahun mendatang."
Lain halnya dengan Alip ( identitas disamarkan) dari kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Ia mengaku antusias mengikuti pilkada karena ia tidak ingin surat suara yang ada menjadi mubazir. "ya, milih karena biar ga rugi aja surat suaranya". Palu, sebuah kota yang sintas dari cabikan konflik sektarian, ternyata masih memiliki pemuda - pemuda yang antusias mengikuti pilkada, meskipun hanya sebatas euforia atau mengikuti teman.Â
Seperti banyak wilayah Indonesia lainnya, Palu masih diterpa berbagai isu yang menjadi tantangan bagi pemimpin yang terpilih. "Banyak problem di sini: masalah sembako murah, pendidikan dan juga pembangunan (infrastruktur). Semoga pembangunan bisa lebih bertahap".Â
Di Depok, Astri menggarisbawahi beberapa hal penting yang dapat dilakukan oleh pemimpin yang akan terpilih. "Depok sekarang udah hampir sama seperti Jakarta. Karena banyak tempat kuliner, apartemen, mal. Tentunya membuat lalu lintas menjadi macet. Selain itu problem yang lain adalah banyak jalanan rusak. Jalanan rusak di Depok sangat mengganggu pengguna jalan di malam hari. Ini prioritas menurutku. Kalau di Cimanggis, so far jalanan sudah banyak diperbaiki namun kalau untuk masalah banjir, sampai tahun lalu Cimanggis masih kebanjiran".
Terlepas dari buruknya infrastruktur dan kemacetan, masyarakat Depok juga menginginkan peningkatan sektor keamanan. Karena menurut pengakuan Aci, isu begal juga sempat menggemparkan Depok. Hal ini kursng lebih membuatnya ragu ketika ditanya mengenai seberapa bahagia ia tinggal di Depok.
"Happy gak ya? Bingung sih. Selain lebih crowded, sempat ada isu begal. Sempat takut juga jadinya".Â