Mohon tunggu...
Teuku Ramzy Farrazy
Teuku Ramzy Farrazy Mohon Tunggu... Researcher -

Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Nasional, UNDP Indonesia Communication Unit Intern, KSM UNAS, UNAS Promotion Team batch 8, Anggota BPM FISIP UNAS 2013-2014.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Separuh Eropa, Separuh Pribumi: Eksistensi Orang Indo ( Bagian IV/ Habis)

15 September 2015   00:35 Diperbarui: 15 September 2015   00:39 2112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi Rijsttafel, kekayaan kuliner Indo ( courtesy: kantjil.nl)"][/caption][caption caption="Pierre Coffin, kreator Minion ( entertainment.kompas.com)"]

[/caption]

 

"Hallo! Bandoeng! Ja moeder hier ben ik /

Dag liefste jongen,zegt zij met een snik /

Hallo, hallo! Hoe gaat het oude vrouw? /

Dan zegt ze alleen: Ik verlang zo erg naar jou!"

(Halo, Bandung! Ya Bunda, aku di sini/

Salam sayang anakku, dengan suara lirih ia berkata/

Halo, halo! Apa kabarnya, bunda?/

Ia berkata dengan lirih: aku sangat merindukanmu..!")

Lirik di atas adalah penggalan lagu komunitas Indo tahun 1929 berjudul " Hallo, Bandoeng!" Yang berkisah mengenai percakapan kangen antara Ibu dan anak yang terpisah jauh antara Belanda dan Bandung, melalui sambungan telefon. Indo, telah ditempa selama beratus - ratus tahun dengan berbagai tantangan, dan nilai - nilai keluarga tetap menjadi salah satu nilai yang dijunjung tinggi. Kerinduan Indo akan tanah Nusantara juga telah dibahas dalam tulisan sebelumnya. Sebuah kerinduan bak seorang anak yang diusir jauh dari rumah Ibunya. Namun di abad ke XXI ini kita sedikit banyak menyaksikan, bahwa Budaya Indo, bukan hanya semata milik Indonesia. Namun nyatanya, budaya ini telah menyebar ke banyak negara dan terutama mengakar kuat menjadi entitas terbesar di antara kaum minoritas di negeri kincir angin.

Setelah membanjirnya pengungsi berkulit 'kopi susu' ini paska periode Bersiap, Belanda menerima suatu kemegahan tak ternilai yang kemudian diwariskan menjadi salah satu kekayaan budaya bangsa mereka: Rijsttaffel! Rijsttaffel yang zecara harafiah berarti nasi dan meja hidangan, adalah suatu sajian kuliner khas Indonesia yang diadopsi ke dalam tatanan fine dining ala kolonial Belanda. Sebuah pesta dalam satu porsi besar! Biasanya, dalam Rijsttaffel, kita akan menemukan nasi dengan berbagai varian lauk seperti Sate, pindang, semur lidah atau bistik, rendang, rica - rica, tahu tempe, bakmi dan beraneka ragam hidangan khas Nusantara lain yang dibawa ke dalam tingkat elite. Dewasa ini sangat banyak sekali Restoran Belanda yang menyajikan Rijsttaffel. Tercatat, ada lebih dari seribu restoran khas Indonesia, mulai dari yang kecil hingga kelas fine dining. Belanda benar - benar tahu cara untuk menikmati sajian Nusantara. Dan ini tentunya tidak terlepas dari campur tangan masyarakat Indo yang ingin mengobati kangen terhadap kampungnya.

Menurut data statistik Belanda, terdapat hampir 500.000 warga Belanda yang mengaku berdarah Indo, serta masih berdasarkan sensus, satu dari tiga orang Belanda memiliki hubungan dengan Indonesia. Sebut saja mantan PM Belanda, Bernarnd Bot. Beliau adalah kelahiran Semarang, dan termasuk ke dalam pelarian periode Bersiap. Entah itu hubungan darah, menantu, aset, dan lainnya. Hal ini menandakan keharusan bagi kedua bangsa untuk menjalin relasi yang lebih tinggi lagi. 

Kerinduan orang - orang Indo dapat pula dilihat dari rutinnya event Tong - Tong Fair yang merupakan suatu pameran dan festival budaya Indonesia, serta turut menampilkan kekayaan budaya orang Indo. Tong - Tong Fair juga rutin memilih Miss Indo sebagai duta budaya. Adapun bahasa Petjok sebagai bahasa creole Belanda dengan Melayu pasar telah semakin surut digunakan, mengingat kaum Indo muda lebih banyak menggunakan bahasa Belanda atau Inggris. Dua Miss Netherland, yaitu Avalon Chanel Weyzig dan Sharita Sopacua, adalah Indo. Pemusik terkenal Tielman Brothers, Anneke Gronloh, perenang andalan Ranomi Kromowidjojo serta budayawan Tjalie Robinson merupakan nama - nama yang mengharumkan masyarakat Indo. Di lapangan Hijau, Belanda merupakan gudangnya bibit - bibit berbakat keturunan Indo. Nama - nama seperti Giovanni vam Bornckhorst atau Johny Heitinga sudah tidak perlu diragukan lagi.

Paska periode Bersiap, Amerika Serikat menjadi salah satu tujuan favorit para orang Indo. Tercatat antara 50.000 - 60.000 warga keturunan Indo bermukim di AS, terutama di California. Dalam sensus penduduk AS, mereka digolongkan. Sebagai Biracial, Dutch Indonesian, Indonesian Dutch atau Amerindos. Mereka tetap menjalin hubungan kelembagaan yang ketat dengan komunitas Indo di Belanda, melalui berbagai yayasan dan organisasi, serta giat melestarikan dan menginventarisir budaya Indo melalui seni dan literatur serta penelitian. Beberapa nama berikut mungkin tidak pernah anda sangka sebagai keturunan Indo: grup band Van Halen, Carmit Bachar ( eks personel Pussycat Dolls) Maya Soetoro - Ng ( adik presiden AS Barrack Obama ) dan aktor Hollywood Mark Paul Gosselaar.

Pada era sekarang, tren yang cukup menonjol adalah datangnya komunitas Indo bukan dari pertalian dengan generasi Indo zaman Hindia Belanda. Namun meningkatnya populasi warga Indo terutama di Indonesia, disebabkan karena faktor.pernikahan campur antara WNI dengan warga negata asing darj negara Barat lain, seperti Perancis, Inggris, Australia, Amerika, Rusia, Jerman dan lainnya. Pelarian mahasiswa zaman Orde Lama di Rusia, Ceko, Slovakia dan Polandia yang tidak dapat pulang ke Indonesia dan dicabut paspornya karena dicap sebagai anggota PKI oleh Soeharto, banyak akhirnya menikahi perempuan setempat dan menghasilkan generasi - generasi Indo di Eropa Timur.

Distribusi Orang Indo di berbagai negara telah cukup banyak berkontribusi dalam mengharumkan nama bangsa. Di Kaledonia Baru, seorang perempuan Indo - Perancis bernama Corinne Voisin berhasil menjabat sebagai walikota La Foa. Seorang Indo - Perancis lainnya, Pierre Coffin, berhasil mengharumkan nama Indonesia dengan menciptakan animasi Minions yang booming sejagad raya. Pierre Coffin merupakan putera dari sastrawati legendaris Indonesia, NH Dini. Di Australia, Jessica Mauboy, seorang penyanyi berdarah Indo, menuai kesuksesan menjadi Australian Idol. Di Malaysia, Kasma Booty menjadi seorang aktris legendaris yang disandingkan sebagai " Malaysia's Elizabeth Taylor". VJ MTV Nadya Hutagalung juga menuai sukses di ranah regional sebagai juri Asia's Next Top Model.

Di Indonesia, semenjak orde Baru menormalisasi hubungan dengan Belanda dan merapat dengan Barat, orang Indo kembali mendapatkan momentum untuk bangkit dari keterpurukan. Beberapa yayasan Belanda yang memperhatikan isu - isu kemiskinan di kalangan Indo seperti yayasan Halin, mendapat dukungan pemerintah. Dunia hiburan Indonesia kemudian menjelma menjadi 'sanctuary' bagi orang Indo, yang ruang geraknya masih belum terlalu leluasa. Fenomena ini juga didukung oleh faktor melejitnya tren wajah barat dalam industri hiburan di Asia. Hal ini berlaku hingga sekarang, dan ternyata menariknya tidak hanya di Indonesia. Thailand, Filipina dan Singapura merupakan negara - negara Asia yang lebih banyak memberi porsi orang - orang Eurasia di layar kaca.

Salah satu primadona Indonesia di era 1980-an, Sophia Latjuba atau sekarang dikenal sebagai Sophia Muller, berhasil membintangi sebuah film yang menjadi legenda: Catatan si Boy. Kesuksesan ini menyusul dominasi deretan aktris Indo sebelumnya seperti Lidya Kandouw, Suzanna, Inneke Koesherawati, Sherly Malinton, Meriam Bellina, Ida Iasha, Sandy Harun, Cintami Atmanegara, Btari Karlinda, Indriati Iskak, dan lainnya. Kehadiran aktor Indo tampan Barry Prima juga menjadi sebuah sensasi tersendiri dalam sejarah perfilman Indonesia.

Ketika industri film nasional terpuruk dan berganti tren menjadi sinetron, era 1990-an masih tetap dirajai oleh komunitas yang di seluruh dunia diperkirakan berjumlah 1.500.000 orang ini. Sebut saja Ari Wibowo, Indra Bruggmann, Jeremy Thomas, Tamara Bleszynski, Cornelia Agatha, Nafa Urbach, Roweina Umboh. Di era 2000-an , Indonesia memiliki Nicholas Saputra, Marcelino Lefrandt, Donna Agnesia, Wulan Guritno, Nadine Chandrawinata, Christian Sugiono, Dimas Beck, Luna Maya, Darius Sinatrya, serta penyanyi pop Dewi Sandra Killick. Hari ini, Cinta Laura Kiehl, Pevita Pearce, Chelsea Islan dan Al Ghozali Kohler adalah bintang muda Indo yang sedang naik daun. Perancang busana Ghea Panggabean, petenis muda Tami Grande, Pengacara kondang Juan Felix Tampubolon dan pedangdut Thomas Djorghi juga merupakan keturunan Indo.

Memiliki anak Indo seringkali diasosiasikan sebagai perbaikan ' keturunan' oleh banyak orang Indonesia. Meskipun hal ini marak, saya tidak setuju dengan teori ini, karena bagi saya kulit sawo matang dengan rambut hitam adalah keindahan eksotis Indonesia yang tidak perlu diubah. Tapi rupanya banyak orang yang mengamini dengan melakukan pernikahan antarbangsa. Saya mengapresiasi seorang pelajar SMP Jakarta Multicultural School ( dahulu JIS) berdarah Indo, yang ketika bertemu dengan saya, ia memilih untuk berbahasa Indonesia( saya menjadi translator mereka untuk suatu event sekolah mereka). Wujud kecintaan anak ini terhadap bangsa Indonesia patut diteladani oleh kita semua, yang masih terjebak dalam mindset atau pola pikir Inlander ( menganggap semua hal yang berbau Barat adalah superior). Mengupgrade kualitas diri dengan berbahasa Inggris dan etos kerja orang Barat saya rasa amatlah penting. Namun lebih penting lagi jika kita mentransformasikannya untuk kemajuan dan superioritas bangsa Indonesia agar dapat bermartabat di kancah internasional. Seperti apa yang telah dilakukan oleh Pierre Coffin yang menyisipkan bahasa Indonesia dalam film animasi Minion. Apa yang ia lakukan sedikit banyak turut mempromosikan bahasa Indonesia di kancah mancanegara. Sekali lagi, orang Indo turut aktif dalam mengharumkan nama Indonesia. 

Orang Indo, dengan segala kepahitan sejarah yang mereka alami, masih menancapkan eksistensinya dalam berbagai sektor, di berbagai negara, khususnya Indonesia dan Belanda. Walaupun tren pernikahan campuran sedang meningkat di Indonesia ( dan banyak negara Asia lain), sedikit banyak turut mempengaruhi komposisi demografi orang Indo di masa mendatang. Bahkan bukan tidak mungkin akan memengaruhi demografi Indonesia juga( meskipun angka populasi 1.000.000 orang Indo di RI baru sebatas perdugaan atau estimasi). Setidaknya, terdapat banyak hal yang dapat kita petik dari perjalanan sejarah masyarakat Indo, si anak yang tetap sayang terhadap keluarganya, meski pernah diusir dari rumahnya sendiri.

Referensi: Berbagai Sumber.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun