Singa dan Rubah
Gaya kepemimpinan Jokowi, yang pragmatis dan cerdik sesuai dengan  pemikiran Machiavelli. Melalui pragmatisme, kecerdikan, dan penggunaan kekuatan simbolik, Jokowi mampu menjaga stabilitas kekuasaannya dan menavigasi lanskap politik Indonesia yang kompleks. Seperti Machiavelli yang mengajarkan bahwa penguasa harus fleksibel dan tidak terikat oleh moralitas konvensional, Jokowi juga tampak memahami bahwa dalam politik, hasil akhir sering kali lebih penting daripada cara mencapainya.
Namun, penting untuk dicatat bahwa meski Jokowi menggunakan beberapa prinsip Machiavellian, ia tetap memiliki ciri khas kepemimpinan yang membuatnya kerap lolos dari lubang jarum, yaitu pendekatannya yang lebih inklusif dan populis dengan berbagai kemasan citra yang siap ditampilkan sesuai dengan situasi saat itu.
Bisa jadi Jokowi adalah Machiavelli sejati, karena dia telah menunjukkan bahwa ia memahami kekuasaan dan politik sebagai kunci penting untuk mencapai hasil-hasil yang monumental dan tak lekang oleh waktu melalui jaringan kekuasaan yang dibangunnya dengan seksama selama berkuasa sebagai Presiden Republik Indonesia.
Kita tidak tahu apakah Jokowi mempelajari Machiavelli dan mempraktikkannya atau memang alamiah. Jika Jokowi belajar, maka ia adalah penganut sejati. Jika alamiah, maka ia adalah Machiavelli itu sendiri.
Apapun teori dan nilai-nilainya, jangan lupakan ada teori yang lebih dahsyat. Teori ini dibuat oleh Pencipta Machiavelli:
1. Sepandai-pandai orang menyimpan bangkai, bau busuk akan tercium juga.
2. Sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh ke tanah jua.
3. Tuhan adalah hakim yang paling adil.
(*catatan kecil: tulisan ini dijamin oleh UUD 1945 sebagai hak rakyat untuk bersuara dan berpendapat, serta dibuat dengan sopan dan santun dibanding kenyataan yang terjadi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H