Mohon tunggu...
Teuku Parvinanda Handriawan
Teuku Parvinanda Handriawan Mohon Tunggu... Lainnya - Mantan Jurnalis dan Praktisi Komunikasi

Mantan Jurnalis dan Praktisi Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Oposisi Mulai Ditinggal, Refleksi Politik Pasca Pemilu 2024

20 Agustus 2024   13:57 Diperbarui: 20 Agustus 2024   23:52 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan Presiden 2024 di Indonesia menghasilkan kemenangan bagi pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, yang menandai awal dari perubahan signifikan dalam lanskap politik nasional. 

Manuver politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak hanya mengubah peta koalisi politik, tetapi juga menggeser keseimbangan kekuatan antara pendukung pemerintah dan oposisi.

Beberapa partai yang sebelumnya mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai beralih ke barisan oposisi karena kecewa dengan manuver politiknya. 

Sementara itu, partai-partai lain tetap setia, bahkan semakin erat mendukung Jokowi. Di sisi lain, partai-partai oposisi yang selama ini kritis terhadap pemerintah, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), mulai menunjukkan tanda-tanda goyah dan merapat ke arah Jokowi.

Perubahan ini memunculkan pertanyaan mendalam: Apakah politik Indonesia menuju dominasi satu kekuatan tanpa penyeimbang? 

Apakah fungsi check and balances, yang menjadi landasan demokrasi, kini terancam hilang? Dan yang paling penting, bagaimana nasib rakyat di tengah dinamika politik yang semakin tidak jelas arah ini?

Peran Oposisi

Dalam teori politik, keberadaan oposisi yang kuat adalah komponen esensial dari sistem demokrasi yang sehat. Giovanni Sartori, dalam Parties and Party Systems, menekankan bahwa oposisi berfungsi sebagai mekanisme pengawasan terhadap kekuasaan yang dominan. Ia memungkinkan munculnya debat publik, memastikan transparansi, dan menjaga akuntabilitas. 

Dalam model klasik demokrasi liberal seperti yang dikemukakan oleh John Locke dan Montesquieu, trias politica tidak hanya menuntut pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif, tetapi juga membutuhkan oposisi politik sebagai alat kontrol horizontal yang mengawasi pemerintahan.

Oposisi bukan hanya sekadar penyeimbang, tetapi juga representasi alternatif dari kebijakan dan visi politik. 

Tanpa oposisi yang kuat, pemerintah bisa menjadi otoriter, dengan keputusan-keputusan yang diambil tanpa perlu mempertimbangkan kritik atau masukan dari pihak lain. Hal ini, pada gilirannya, dapat mengarah pada kebijakan yang tidak lagi mencerminkan aspirasi rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun