Mohon tunggu...
Teuku Fardan
Teuku Fardan Mohon Tunggu... Lainnya - Pranata Humas Ahli Muda Kementerian Kominfo

ASN Kementerian Komunikasi dan Informatika, lulusan Master Law and Technology dari Tilburg University, Belanda.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

G20, Ekonomi Digital dan Nasib Bangsa Indonesia

22 Februari 2022   13:31 Diperbarui: 13 Maret 2022   10:25 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Group of Twenty atau yang selanjutnya disingkat dengan G20 merupakan pertemuan akbar yang hampir setiap tahun dilaksanakan oleh anggotanya yang notabene merupakan beberapa negara penggerak ekonomi dunia. 

Forum tersebut merupakan sebuah pertemuan antar pemerintah untuk mengatasi isu-isu yang diantaranya terkait dengan ekonomi global, yang termasuk didalamnya stabilitas finansial, mitigasi perubahan iklim dan perkembangan yang berkelanjutan. 

Tahun ini puncak acara G20 akan diadakan di Indonesia pada sekitar bulan Oktober-November di kota Bali. Pertemuan ini akan membawa isu prioritas yaitu arsitektur kesehatan global, transisi enegi berkelanjutan, dan transformasi digital. Melalui Sherpa Track pada G20 tahun ini, salah satu agenda working group yang menurut penulis cukup menarik untuk dibicarakan adalah Ekonomi Digital (Digital Economy). 

Pada Kick Off G20 on Education and Culture yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai pertemuan perdana dari rangkaian kegiatan Presidensi G20 Indonesia tahun 2022, dalam acara tersebut Mira Tayyiba Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo menyampaikan bahwa melalui teknologi digital masyarakat Indonesia terbukti cukup adaptif terhadap transformasi digital. 

Hal ini terlihat pada meningkatnya pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) pada online marketplace yang jumlahnya hampir mencapai 8 juta pengguna baru pada saat pandemi dibandingkan dengan saat sebelum pandemi Covid-19. Ini bisa menjadi salah satu sinyalemen positif terhadap perkembangan ekonomi digital di Indonesia. 

Lebih lanjut lagi, Mita Tayyiba yang juga merupakan Chair Digital Economy Working Group (DEWG) pada G20 tahun 2022, menjelaskan bahwa DEWG akan membahas isu mengenai konektivitas digital dan pemulihan paska Covid-19; literasi dan keterampilan digital; serta arus data lintas bata (cross border data flow).

Ekonomi digital tidak sesederhana memindahkan suatu pekerjaan dari luring (offline) menuju daring (online), namun konsep pemikiran tersebut merupakan perubahan budaya dari mulai cara kita bekerja, belajar sampai dengan kehidupan sehari-hari. 

Ekonomi digital tidak hanya soal mengganti uang kertas menjadi e-wallet atau tidak hanya perihal membubuhkan tanda tangan basah yang kemudian berganti menjadi tanda tangan elektronik pada setiap surat. Ekonomi digital merupakan suatu turunan konsep pemikiran yang lebih besar yaitu transformasi digital. 

Dalam sebuah laporan pada konfrensi ilmiah internasional tahun 2016, Strenitzerova dan Garbarova pada tulisan "Impact of globalization on human resource management in the information and communication sector" menyebutkan bahwa "Transformasi digital merupakan transformasi strategis yang tidak hanya membutuhkan implementasi teknologi digital, tetapi juga perubahan lintas sektoral organisasi, pergeseran budaya dan model bisnis.".

Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis berpendapat bahwa masyarakat indonesia tidak akan sepenuhnya bisa memahami mengenai program transformasi digital dan ekonomi digital tersebut apabila kita menyamaratakan metode penyampaiannya. 

Transformasi digital itu merupakan bagian dari sebuah perubahan budaya (digital culture), sedangkan kultur masyarakat di Indonesia sangatlah beragam sehingga perlu pendekatan yang sesuai antara satu kalangan dengan kalangan yang lain. 

Sebuah studi oleh PwC, "Industry 4.0: Building Digital Enterprise," menunjukkan bahwa "teknologi yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan Industi 4.0 sudah siap; permasalahannya adalah budaya digital, visi dan pelatihan, dan kurangnya profesional.

Sebagai tambahan, dalam rangka memajukan ekonomi digital nampaknya perlu memperhatikan juga implementasi pada tingkat masyarakat bawah (grassroots) dimana merekalah yang akan menjadi potensi terbesar kemajuan tingkat ekonomi dalam. Menurut data dari BPS yang diakses penulis pada tanggal 19 Februari 2022, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2021 berjumlah sekitar 11.859.000 orang. 

Jumlah inilah yang seharusnya lebih diarahkan menuju kemajuan ekonomi digital agar dirasakan lebih efektif. Pemahaman akan ekonomi digital perlu benar-benar dipahami oleh mereka agar kemajuan tingkat ekonomi mereka akan sejalan dengan semangat tentang ekonomi digital pada G20 tahun 2022. 

Pemilahan kultur serta tingkat masyarakat ini tentunya perlu dilakukan riset lebih dalam lagi terkait dengan bagaimana metode yag harus digunakan untuk menghadapi tatanan masyarakat yang berbeda-beda.

Apabila implementasi penyampaian program tersebut direncanakan lalu dilaksanakan dengan tepat dan benar maka diharapkan terjadi peningkatan yang signifikan bagi masyarakat Indonesia, kemudian apa yang diharapkan pimpinan tertinggi negara ini melalui forum G20 ini akan bergerak menuju tujuan yang diinginkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun