Ada sebuah kisah tentang pasangan suami istri yang hidup dalam harmoni selama bertahun-tahun. Mereka saling menyayangi, berbagi cerita, tawa, dan dukungan tanpa syarat. Namun, di balik senyum mereka, ada pertanyaan yang sering datang dari orang sekitar, "Kapan punya anak?" Pertanyaan itu kadang terasa seperti duri yang menusuk, bukan karena mereka tidak ingin memiliki anak, tetapi karena hingga saat itu, Allah belum menitipkan karunia itu kepada mereka.
Dalam masyarakat kita, memiliki anak sering dianggap sebagai ukuran kebahagiaan dalam rumah tangga. Tidak sedikit yang lupa bahwa setiap perjalanan kehidupan adalah takdir yang telah Allah atur dengan penuh hikmah. Bagi mereka yang belum memiliki anak, keadaan ini bukanlah sebuah kekurangan, melainkan bentuk lain dari anugerah Allah.
Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup adalah takdir terbaik. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
"Dia memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis (laki-laki dan perempuan) kepada siapa yang Dia kehendaki, dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa." (QS. Asy-Syura: 49-50).
Ayat ini mengingatkan bahwa Allah memiliki rencana untuk setiap hamba-Nya, dan tidak memiliki anak juga adalah salah satu bentuk dari kebijaksanaan-Nya. Dalam situasi ini, ada kesempatan besar untuk merenung, bersyukur, dan mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah.
Banyak pasangan yang memanfaatkan waktu ini untuk saling menguatkan, membangun keintiman yang lebih dalam, dan berfokus pada tujuan hidup yang lebih luas. Mereka menemukan cara untuk memberikan manfaat kepada orang lain, seperti mendidik anak-anak yatim, membantu keluarga besar, atau terlibat dalam kegiatan sosial. Bukankah Islam mengajarkan bahwa membahagiakan orang lain juga merupakan amal yang besar?
Selain itu, kondisi ini sering menjadi pengingat bahwa kebahagiaan sejati tidak semata-mata bergantung pada kehadiran anak. Kebahagiaan terletak pada rasa syukur dan ridha terhadap takdir Allah. Pasangan yang saling mencintai dan mendukung tanpa syarat menunjukkan betapa kuatnya ikatan mereka, bahkan tanpa adanya "perhiasan dunia" dalam bentuk anak.
Tentu, rasa sedih itu manusiawi. Ada saatnya air mata mengalir ketika melihat anak kecil berlarian di taman atau mendengar tangisan bayi di malam hari. Namun, dalam setiap tangisan, ada doa yang dipanjatkan dengan tulus, penuh keyakinan bahwa Allah Maha Mendengar. Dan jika saatnya tiba, doa-doa itu akan terjawab dengan cara yang paling indah.
Bagi yang belum memiliki anak, perjalanan ini adalah waktu untuk memperkuat keimanan dan memahami hikmah di balik setiap ujian. Kadang-kadang, Allah tidak memberikan apa yang kita inginkan karena Dia telah mempersiapkan sesuatu yang jauh lebih baik.
Bukankah Nabi Ibrahim juga menanti anak selama puluhan tahun sebelum akhirnya Allah memberinya Ismail? Bukankah kisah Nabi Zakaria menunjukkan bahwa Allah mendengar doa, meski dalam usia senja? Semua itu mengajarkan kita bahwa harapan tak pernah hilang selama ada doa dan usaha.
Belum memiliki anak bukan akhir dari segalanya. Itu adalah babak dalam hidup yang Allah tulis dengan penuh cinta. Teruslah berdoa, teruslah bersyukur, dan percayalah bahwa segala sesuatu yang Allah berikan -- atau belum diberikan -- adalah anugerah yang sempurna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H