Malam itu, seorang ayah duduk di samping tempat tidur putrinya yang berusia enam tahun. Sang putri memintanya untuk menceritakan dongeng sebelum tidur. Sang ayah, yang biasanya hanya membaca buku cerita, memutuskan untuk mencoba sesuatu yang berbeda. Ia mulai merangkai cerita tentang seorang ksatria kecil bernama Arka yang berpetualang mencari bintang jatuh. Dengan nada suara yang bersemangat, gerakan tangan yang dramatis, dan ekspresi wajah yang hidup, sang ayah berhasil membuat putrinya terpaku pada cerita itu. Saat kisah berakhir dengan Arka menemukan bintang jatuhnya, sang putri berseru, "Ceritakan lagi besok, Ayah!"
Keterampilan mendongeng, seperti yang ditunjukkan oleh sang ayah, adalah seni yang membutuhkan lebih dari sekadar membaca atau menyampaikan fakta. Mendongeng melibatkan kemampuan untuk menghidupkan cerita, membuatnya terasa nyata, dan membangun koneksi emosional dengan audiens. Berikut adalah beberapa keterampilan mendongeng yang penting untuk dikuasai, baik oleh guru, orang tua, maupun siapa saja yang ingin membawa cerita ke dalam kehidupan.
1. Menguasai Struktur Cerita
Sebuah cerita yang menarik biasanya memiliki struktur yang jelas: pembukaan, konflik, dan resolusi. Pembukaan berfungsi untuk menarik perhatian, konflik menjadi inti dari cerita, dan resolusi memberikan kepuasan kepada audiens. Misalnya, kisah tentang Arka dimulai dengan impiannya mencari bintang jatuh (pembukaan), diikuti dengan tantangan yang ia hadapi selama perjalanan (konflik), hingga akhirnya ia berhasil mencapai tujuannya (resolusi).
2. Memanfaatkan Intonasi Suara
Suara adalah alat utama dalam mendongeng. Intonasi yang tepat bisa membuat audiens terhanyut dalam cerita. Ketika menceritakan bagian yang penuh ketegangan, gunakan nada suara yang rendah dan perlahan. Sebaliknya, saat cerita mencapai klimaks, naikkan nada suara untuk memberikan efek dramatis.
3. Ekspresi Wajah dan Gerakan Tubuh
Ekspresi wajah yang hidup dan gerakan tubuh yang mendukung cerita dapat membuat dongeng terasa lebih nyata. Bayangkan menceritakan kisah seekor harimau yang mengaum tanpa menggerakkan tangan atau menunjukkan ekspresi wajah tegang---cerita itu akan kehilangan daya tariknya.
4. Interaksi dengan Audiens
Mendongeng bukanlah monolog; ini adalah dialog tidak langsung dengan audiens. Tanyakan kepada mereka, "Menurut kalian, apa yang akan terjadi selanjutnya?" atau libatkan mereka dalam cerita, seperti meminta mereka menirukan suara hujan atau angin.
5. Penggunaan Imajinasi
Keterampilan mendongeng juga memerlukan kemampuan untuk membangun dunia imajinatif. Gunakan deskripsi yang kaya untuk melukiskan latar dan karakter dalam cerita. Misalnya, "Arka melangkah di atas rumput hijau yang berkilauan seperti zamrud, dengan angin malam yang membawa aroma bunga liar." Kalimat ini membawa audiens seolah-olah mereka berada di sana bersama Arka.
6. Mengadaptasi Cerita
Setiap audiens berbeda. Untuk anak-anak, cerita mungkin perlu lebih sederhana dan penuh warna. Sementara itu, untuk orang dewasa, cerita bisa lebih kompleks dan emosional. Seorang pendongeng yang baik tahu bagaimana menyesuaikan ceritanya sesuai dengan kebutuhan audiens.
7. Mengakhiri dengan Pesan
Cerita yang baik biasanya meninggalkan pelajaran atau pesan. Dalam kisah Arka, misalnya, pesan yang bisa disampaikan adalah bahwa keberanian dan ketekunan akan membawa kita mencapai impian. Pesan ini tidak hanya membuat cerita berkesan, tetapi juga memberi makna lebih dalam bagi audiens.
Dengan keterampilan ini, mendongeng menjadi lebih dari sekadar hiburan. Ia menjadi jembatan untuk membangun koneksi, menyampaikan nilai, dan menginspirasi. Seperti ayah yang mendongengkan kisah Arka kepada putrinya, siapa pun dapat membawa cerita ke dalam kehidupan orang lain. Dan dalam setiap cerita, ada kekuatan untuk menyentuh hati, membangkitkan imajinasi, dan memberikan kenangan yang akan selalu dikenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H