Mata Pak Darman menjadi gelap. "Pastikan begitu. Gunung ini mempunyai cara untuk menguji mereka yang berani melangkah terlalu jauh."
Dengan kata-kata itu yang masih melekat di benaknya, Rian melanjutkan pendakiannya, mengabaikan peringatan itu sebagai takhayul belaka. Dia telah menghadapi tantangan sebelumnya dan percaya bahwa hal ini tidak akan berbeda.
Saat matahari mulai terbenam, Rian menemukan tempat yang cocok untuk mendirikan kemah. Dia mendirikan tendanya di dekat lapangan terbuka, dikelilingi pepohonan tinggi yang menghasilkan bayangan panjang dalam cahaya yang memudar. Hutan itu sangat sunyi, satu-satunya suara yang terdengar hanyalah gemerisik dedaunan yang tertiup angin.
Malam itu, Rian terbangun karena suara aneh di luar tendanya. Senandungnya pelan dan melodis, hampir seperti lagu pengantar tidur. Dia membuka ritsleting tendanya dan mengintip ke dalam kegelapan, tapi tidak melihat apa pun. Suara itu berlanjut, menariknya keluar ke dalam hutan.
Obor di tangan, Rian mengikuti melodi yang menghantui. Tampaknya datangnya dari mana saja dan tidak dari mana pun sekaligus. Semakin dalam dia menjelajah, dia menjadi semakin bingung. Pepohonan tampak mendekat di sekelilingnya, dan jalan yang diambilnya lenyap.
Tiba-tiba, dengungan itu berhenti. Rian mendapati dirinya berada di lapangan kecil, diterangi cahaya bulan yang pucat. Di tengah lapangan berdiri sesosok tubuh, terselubung bayangan. Itu adalah seorang wanita, wajahnya tertutup, kehadirannya meresahkan.
"Siapa kamu?" Rian berseru, suaranya bergetar.
bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H