Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - hanya ibu rumah tangga biasa

Hobby sederhana: membaca, menulis, memasak, travelling

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Stasiun Karet Ditutup, Dilema antara Kebutuhan dan Keselamatan Penumpang

12 Januari 2025   22:37 Diperbarui: 13 Januari 2025   04:54 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari lalu, saya ada agenda kegiatan di Hotel Sangri-la, Jakarta Pusat. Saya termasuk sering juga ke hotel ini. Biasanya, untuk ke sini, transportasi paling mudah ya naik KRL. Dari Stasiun Citayam, transit di Stasiun Manggarai, lanjut naik KRL ke Stasiun Tanah Abang, turun di Stasiun Karet, jalan kaki deh.

Dekat kok itu. Ke luar dari Stasiun Karet belok ke kiri, menyeberang, belok kiri, jalan lurus deh. Kira-kira sejauh 100 meter tiba deh di tujuan. Tidak perlu berkeringat-keringat atau ngos-ngosan akibat jalan kaki. Tidak harus juga mengeluarkan ongkos lagi untuk naik ojek. Hemat, banget kan?

Pokoknya, Stasiun Karet ini cukup strategis keberadaannya. Masyarakat sudah merasa nyaman karena jaraknya lebih dekat dengan tempat kerja. Saya pun merasakan demikian. Ke jalan KH Mas Mansyur aja, seringnya jalan kaki dari Stasiun Karet.

Sayangnya, keberadaan Stasiun Karet ini sepertinya akan segera berakhir. Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan Stasiun Karet ini akan ditutup. Alasannya sih karena kondisi stasiun ini tidak layak dan berpotensi membahayakan penumpang.

Kalau dilihat-lihat nih, sepertinya Stasiun Karet belum direvitalisasi seperti stasiun-stasiun lain. Penumpang juga harus menyeberang rel jika beralih peron. Belum ada underpass seperti stasiun lain. Jika ada KRL yang akan lewat penumpang harus menunggu hingga KRL meninggalkan stasiun baru diperkenankan menyeberang.

Kapasitas peron untuk menunggu KRL juga belum memadai karena cukup sempit untuk menampung banyak penumpang. Baik yang akan naik atau turun. Sehingga kemungkinan besar akan terjadi dorong-dorongan antarpenumpang.

Panjang peron juga terbatas. Tidak sepanjang jumlah gerbong KRL yang terkadang 10 - 12 gerbong. Ketika KRL ini tiba, jadi penumpang di peron belakang harus bergeser lebih ke depan saat turun. Ini tentunya membuat penumpang menjadi tidak nyaman.

Sementara di luar stasiun juga ada perempatan jalan dengan laju kendaraan yang cukup padat. Namun, bisa terurai karena ada lampu lalu lintas. Meski demikian, pemerintah melihat kondisi ini berpotensi membahayakan masyarakat. Belum lagi adanya perlintasan rel kereta yang rentan kemacetan.

Nantinya, penumpang bisa naik dan turun di Stasiun BNI City. Stasiun ini berada di antara Stasiun Sudirman dan Stasiun Karet. Kalau dari Stasiun Sudirman memang cukup dekat. Namun, kalau dari Stasiun BNI City ke Stasiun Karet ya lumayan agak jauh sih. Jaraknya lebih jauhlah. Mungkin sekitar 350 meteran.

Keberadaan Stasiun BNI City ini semula untuk mengurai kepadatan penumpang di Stasiun Sudirman. Terutama di jam-jam sibuk kantor, yaitu saat berangkat kerja dan pulang kerja. Suasananya akan berubah "horor".

Suasana Stasiun Karet saat KRL melintas, penumpang harus menunggu dulu hingga KRL meninggalkan stasiun (dokpri)
Suasana Stasiun Karet saat KRL melintas, penumpang harus menunggu dulu hingga KRL meninggalkan stasiun (dokpri)

Pertanyaannya, jika akhirnya Stasiun Karet jadi ditutup (infonya sih Februari 2025), tidak ada angkutan umum yang melintasi Stasiun BNI City selain naik ojek atau jalan kaki. Kalau naik ojek berapa lagi ongkos yang harus dikeluarkan? Kalau jalan kaki seberapa jauh dan seberapa lama?

Kalau jalan kaki ke Hotel Shangri-la atau ke Menara BNI sih tidak masalah. Bagaimana dengan mereka yang bekerja di sekitar Stasiun Karet? Apa harus berjalan kaki juga?

Kegalauan-kegalauan seperti inilah yang membuat masyarakat menolak penutupan Stasiun Karet. Salah satunya, ya kawan saya, Dewi Syafrianis, yang kebetulan saat itu menghadiri agenda yang sama dengan saya. Kebetulan tinggal di kompleks yang sama. Kebetulan juga sama-sama pengguna setia KRL.

Meski, kami tidak setiap hari ke Stasiun Karet, tapi kawan saya ini memikirkan nasib mereka yang bekerja di kawasan sekitar Karet, seperti Thamrin City, jalan KH Mas Mansyur, Pejompongan, dan daerah-daerah sekitarnya.

Bagaimana mereka harus ke tempat kerjanya? Di saat kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, masyarakat harus mengeluarkan ongkos ekstra untuk ke tempat kerjanya. Kalau tetap berjalan kaki mau tidak mau, harus berangkat lebih pagi dari biasanya.

"Tadinya bisa dengan jalan kaki, eh jadi harus naik ojek. Kan, itu namanya nyusahin masyarakat. Orang buat memenuhi kebutuhan hidup aja harus ada yang dipangkas-pangkas, eh ada lagi beban baru. Kan kasihan. Bikin sengsara orang aja," katanya "ngedumel".

Memang sih ada opsi lain untuk menghindari jalan kaki, bagi penumpang dari Jakarta Kota atau Bogor. Yaitu dengan turun di Stasiun Tebet lalu lanjut menggunakan Jak Lingko yang gratis. Namun, ia sudah bisa memastikan akan ada penumpukan penumpang di Stasiun Tebet jika Stasiun Karet ditutup. Tidak ditutup saja peminatnya banyak, apalagi jika Stasiun Karet ditutup.

Belum lagi  harus terjebak kemacetan Kasablanka, Kuningan, hingga Karet Tengsin jika memilih Jak Lingko dari Stasiun Tebet. Bisa memakan waktu lebih lama. Pilihan lainnya, ya naik motor tapi itu juga risiko yang cukup besar.

Peron yang sempit (dokumen pribadi)
Peron yang sempit (dokumen pribadi)

Kalau memang alasannya karena demi kenyamanan dan keselamatan penumpang, mengapa tidak direvitalisasi saja seperti stasiun-stasiun lainnya? Mengapa harus mengorbankan Stasiun Karet ditutup?

Jika ingin mengoptimalkan Stasiun BNI City, maka ia menyarankan harus ada akses yang nyaman dan aman. Terutama dari arah KH Mas Mansyur. Setidaknya akses koridor dipasangi kanopi untuk melindungi penumpang dari panas dan hujan. Bukankah itu demi kenyamanan penumpang? Khususnya untuk kelompok rentan seperti lansia, anak-anak, ibu hamil, penyandang disabilitas.

Selain itu, perlu disediakan jembatan penyeberangan orang yang aman dan nyaman dengan desain inklusif dari sisi barat Jalan KH Mas Mansyur ke akses Stasiun BNI City agar pengguna KRL dan kereta bandara tidak perlu menyeberang jalan raya.

Kawan saya yang lain, Stevani Elisabeth juga membayangkan jika harus berjalan kaki dari Stasiun BNI City ke Hotel Shangri-la. Jika dari Stasiun Karet butuh waktu sekitar 10 menit saja, maka kemungkinan besar jika dari Stasiun BNI City bisa sekitar 20 atau 30 menit. Jadi lebih jauh dan lebih lama.

"Coba itu, petinggi-petinggi jalan kaki dulu dari Stasiun BNI City ke Karet dan rasain integrasi itu tadi dengan moda-moda lainnya. Apa nggak ngeluh?" katanya.

Stasiun Karet kan sebenarnya ada untuk melayani penumpang di sekitar Karet Tengsin, Mega Kuningan, dan sebagian Sudirman. Sementara Stasiun Sudirman sebagai lokasi turun penumpang di sekitar Sudirman dan Thamrin.

Ashiati, yang tinggal di Serpong, Tangerang Selatan, juga mempertanyakan mengapa Stasiun Karet yang dihapus, bukan Stasiun BNI City? Menurutnya, stasiun ini justru tumpang tindih dengan dua stasiun lainnya yang sudah ada terlebih dulu.

"Kalau menurut saya sih, mending Stasiun BNI City yang dihapus, bukan Stasiun Karet. Saya kalau harus jalan kaki, wah pegal. Faktor U juga, mau nggak mau harus naik ojek, kan lumayan ya ongkosnya," ucapnya.

VP Corporate Secretary KAI Commuter Joni Martinus menyampaikan jika Stasiun Karet digabung dengan Stasiun BNI City, pihaknya meyakini para penumpang dapat menikmati fasilitas dan layanan yang optimal dengan keamanan yang terjamin. 

Terlebih, lokasi stasiun BNI City di Dukuh Atas sudah terintegrasi dengan beragam moda transportasi lainnya. Itu berarti, akan memudahkan akses penumpang menunu tujuannya masing-masing.

Kalau akhirnya ditutup, ya mau bagaimana lagi? Segala kebijakan pasti ada sisi negatif dan positifnya. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun