"Tidak seperti di tempat lain, di sini, yang pegang dayung hanya pemandu. Pengunjung hanya berpegangan pada tali yang terdapat di perahu karet. Pegangnya biasa saja, jangan dibelit di jari. Kalau perahu terbalik, pegangan pada tali segera dilepas agar tidak terbawa perahu," begitu kata petugas.
Baguslah penumpang tidak perlu mendayung sehingga tenaga pun tidak terkuras untuk mendayung. Terbayang kan capeknya.
Jika Anda tidak punya nyali jangan harap bisa merasakan sensasi mengikuti arung jeram ini. Bagi yang punya penyakit tertentu seperti riwayat sakit jantung, usia di atas 60 tahun, riwayat patah tulang, dilarang untuk mengikuti aktivitas ini. Bisa dibilang hanya "orang-orang pilihan" yang bisa mengikuti aktivitas outdoor ini.
Rombongan pun bersiap menaiki perahu karet yang berbentuk lonjong. Arus sungai sepertinya terlihat sepertinya tidak begitu deras. Jadi, olahraga wisata arung jeram ini cukup aman untuk anak-anak berusia di atas 10 tahun. Kedalaman sungainya antara 2-3 meter. Begitu informasi petugas.
Pemandu tampak sibuk mengatur siapa-siapa saja yang naik perahu karet ini, siapa yang di perahu karet itu. Biar perahu tampak seimbang. Ada yang sudah duduk bersila di perahu karet, eh diarahkan pindah ke perahu karet sebelahnya.
Ada juga pemandu yang tampak mengisi angin pada perahu karet untuk memastikan tekanan cukup aman dibawa "berselancar". Setelah semua siap, pemandu memberikan aba-aba.
"Satu, dua, tiga... go...!" Bunyi pluit pun bereriak. Perahu karet lalu meluncur satu persatu menerjang turunan pertama. Semua berteriak lalu tertawa.
Air sungai yang disusuri bersuhu hangat karena diturunkan dari sumber mata air belerang dari Gunung Tangkuban Perahu. Meski ini air belerang tapi aroma air belereng tidak mencolok seperti di Gunung Tangkuban Perahu atau di Kawah Putih Ciwidey.
Sungai di sini memang terbilang sempit dan dangkal, namun arusnya cukup deras juga ternyata, sehingga perahu karet melaju kencang dan memacu adrenalin.
Treknya sih tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 1,3 kilometer. Tapi, ketika menyusuri sungai yang cukup terjal, jarak sudah tidak menjadi fokus perhatian lagi. Aba-aba dari pemandu harus menjadi perhatian serius. Jangan sampai karena salah mendengar aba-aba atau salah "menerjemahkan" aba-aba, bisa-bisa perahu menjadi terbalik.