Mohon tunggu...
Teti Taryani
Teti Taryani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru yang suka menulis. Author novel: Rembulan Merindu, Gerai Kasih, Dalam Bingkai Pusaran Cinta. Kumcer: Amplop buat Ibu, Meramu Cinta, Ilalang di Padang Tandus. Penelitian: Praktik Kerja Industri dalam Pendidikan Sistem Ganda. Kumpulan fikmin Sunda: Batok Bulu Eusi Madu, Kicimpring Bengras.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kutemukan Dia!

4 April 2023   00:34 Diperbarui: 4 April 2023   01:06 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kuperiksa sekali lagi. Pintu-pintu terkunci dengan benar. Selot dan anak kunci berfungsi dengan baik. Sebagian lampu kupadamkan pada ruang yang cukup luas berisi barang dagangan. Stock opname baru saja selesai dilakukan. Semua barang tersimpan rapi pada tempatnya dengan barcode lengkap sesuai penataan jenis barang. Area dagang yang hidup saat siang hingga di awal malam, kini sepi dan kini semua beristirahat dari hiruk-pikuk.

Sebelum benar-benar kutinggalkan, kulayangkan pandangan ke arah ruang sebelah yang kutata menjadi tempat nongkrong pelanggan. Lorong memanjang di samping Minamart kurekayasa menjadi Caf Mina yang nyaman bagi pelanggan. Dengan desain unik bernuansa hijau yang mendekati suasana pedesaan, ruang itu segera menjadi tempat populer bagi para bapak yang enggan menyertai pasangannya saat berbelanja. Tidak lupa, kulengkapi dengan gemericik air yang menambah kesan sejuk dan adem.

Kehadiran lelaki pemilik postur tubuh tegap dengan paras menawan mulai menyeretku ke dalam gejolak rindu. Rindu yang kusimpan diam-diam dan rapat-rapat jauh di lubuk hati, kini serupa magma yang tengah bergejolak. Setiap kali dia datang bersama putrinya, ya, kupikir dia anak gadisnya karena kulihat ada kemiripan wajah, lelaki itu hanya sejenak menyertai putri remajanya memasuki Minamart-ku. Selanjutnya dia akan duduk tenang di Caf Mina untuk menikmati kopi hangat plus alunan musik lembut yang mengalun merdu.

Tempat duduk yang dipilihnya tidak pernah berubah. Dia menempati bagian pojok ruangan dekat deretan air yang gemericik. Lelaki itu menikmati minumannya sedikit demi sedikit seraya menatap lekat pada kolam kecil berisi ikan hias. Pakaian yang dikenakannya benar-benar memperindah wajahnya yang matang penuh karisma. Jika putrinya telah selesai berbelanja, dia akan mengajaknya duduk dan menikmati minuman ditambah makanan kecil yang tersedia di cafku. Tentu saja semakin lama dia berada di sana, semakin membuncah rasa yang selama ini kupendam.

Diam-diam aku memberanikan diri mencuri pandang. Sekali dua kali, hingga berkali-kali. Pandang yang beriring rindu. Rindu yang meronta-ronta dan berusaha menggapai sesuatu yang selama ini kusimpan di lubuk hati. Hatiku kian menghangat. Bahkan sesekali terbakar oleh rindu yang semakin menggebu. Sungguh, kali ini kutemukan dia, lelaki penguasa rinduku.

Dulu, kumiliki seorang lelaki yang sering memelukku. Dia cinta pertamaku. Cinta yang tak pernah padam hingga kapan pun. Sering kusandarkan tubuhku di dada kekarnya. Kunikmati setiap embusan napasnya yang menyentuh kepalaku. Belaian tangan pada rambutku yang ikal membuat mataku selalu terpejam. Apa pun yang diucapkannya selalu tersimpan dalam ingatan. Senyumnya adalah semangat hidupku.

Entah kini dia mengenaliku ataukah tidak. Bisa jadi memang dia tak lagi tahu siapa aku. Karena tampilanku pun berubah drastis. Aku lebih dewasa dan tampil lebih anggun. Setidaknya seperti itulah yang dikatakan teman-temanku.

Beberapa hari ini lelaki itu datang sendiri. Seperti biasa duduk tenang di pojok itu. Menikmati kopi hangat yang spesial kubuat. Menatap lembut air yang bergemericik. Sesekali pandangnya mulai mengarah kepadaku. Begitu lembut dan syahdu. Aku melihat telaga kasih dalam setiap tatapannya.

Sejak kusadari kehadirannya menjadi candu, aku tak membiarkan orang lain melayaninya. Kubuatkan kopi dengan ramuan cinta yang kumiliki. Kusodorkan dengan rindu yang tak bisa lagi kusembunyikan. Meski belum berani menatapnya langsung, aku tahu dia pun mulai mencuri pandang. Sesekali senyumnya tersungging, khusus untukku. Beruntung, aku masih bisa menahan diri. Tak sampai pingsan lantaran beroleh kebahagiaan berpapasan dengan senyumnya.

Aku hanya bisa membalas dengan senyum yang lembut. Selembut perasaanku yang dibakar rasa rindu. Tak kupungkiri kalau aku tertarik pada lelaki itu. Pada sikapnya yang sangat dewasa. Pada perilakunya yang tenang namun mampu membangkitkan rinduku yang kian bergelora.

"Adik pemilik caf ini?" tanyanya membuka percakapan. Suaranya sangat berwibawa hingga terasa menghipnotis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun