Aduduh... gegara tulisan itu, pertemanan diputuskan. Permintaan maaf saya tidak digubris. Penjelasan saya tidak diterima, meski sudah disampaikan dengan sebenar-benarnya dan tanpa paksaan dari siapa pun.
Ya, sudahlah. Saya terima sebagai bentuk kelalaian saya dalam mengontrol jemari. Terlalu asyik hingga abai pada kata yang terunggah.
Qadarullah, dua tahun kemudian kami baru bisa bertemu lagi. Tentu saja saya sempatkan untuk menyampaikan lagi permintaan maaf karena masalah itu. Alhamdulillah, akhirnya beliau memaafkan dan memahami kekeliruan saya. Sungguh lega, bahagia tak terkira.
Karena itulah, sangat penting bagi kita untuk membaca ulang tulisan dan menyuntingnya jika perlu, kalau-kalau terdapat kata yang kurang pantas. Jangan sampai jemari kita menjadi sarana pengundang petaka. Mencegah kesalahpahaman sejak awal menulis itu lebih baik daripada menyesalinya di kemudian hari.
Â
 Tasikmalaya, 4 Februari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H