Mohon tunggu...
Tetirah Kalam
Tetirah Kalam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lelaki biasa saja.

Hidup bagi Dia, menulis untuk keabadian. (bung TK)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pejuang Kemerdekaan Tidak Akan Tinggal Diam (Opini)

17 Maret 2016   01:57 Diperbarui: 17 Maret 2016   07:49 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang sahabat datang mampir hari ini, selain bicara kondisi bisnis sekarang kami bicara juga kondisi politik yang sedang hangat, apalagi kalau bukan soal Ahok? Lalu kami menyinggung soal gerakan mendukung Teman Ahok. Maka kami berdiskusi, apakah kita perlu terlibat?

 

Para pendiri negara kita sering mengatakan bahwa benar perjuangan dalam masa sebelum kemerdekaan dipenuhi dengan angkat senjata berperang mengusir penjajah, tapi kini penjajah sudah terusir dan perjuangan kita sebagai bangsa merdeka adalah mengisi kemerdekaan yang telah kita raih di tahun '45. Artinya, perjuangan kita terus ada, hanya beda bentuk dan caranya.

 

Berthold Brecht (Penyair dan Sosialis-Marxis berdarah Jerman) mengatakan: "Buta yang terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik." Jadi, jawaban dari pertanyaan apakah kita perlu terlibat adalah tergantung niat apakah kita mau meneruskan perjuangan para pejuang dan pahlawan kemerdekaan? Dan apakah kita buta politik? Kemerdekaan dan politik itu dua sisi mata uang. Yang ingin mengisi kemerdekaan wajib tahu politik sebab orang buta politik itu menyodorkan tangan merdekanya pada penjajah.

 

Mari kita simak lanjutan kalimatnya : "Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat,
semua tergantung pada keputusan politik.
Orang yang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik.
Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir
pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari semua
pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan
multinasional." (Berthold Brecht).

 

Apakah kita, anda dan saya mau meneruskan perjuangan para pendahulu kita? Eit,...jangan buru2 bilang 'saya pasti mau', pastikan dulu kita siap untuk memberi pengorbanan. Ahok mengatakan dengan sangat indah : "Setelah Indonesia masuk usia 70 tahun, kami itu tidak diminta mengorbankan nyawa dan mati. Keluar darah saja enggak. Kami itu hanya diminta untuk jangan korupsi, memperjuangkan ideologi Pancasila dan UUD 45. Apa yang susah?" Tapi, untuk jaman sekarang sekadar tidak korupsi adalah juga sebuah pengorbanan. Dan kalau kita menempuh jalan para pejuang, semakin banyak yang diminta dari kita untuk dipersembahkan bagi mengisi kemerdekaan.

 

Ada banyak buta. Ada buta agama, buta tekhnologi, buta aksara, buta kemanusiaan, buta susila, dll. Tapi buta politik adalah yang terburuk, menurut Berthold Brecht. Apa kita patut setuju?
Saya yakin sebagian pembaca tersentil dengan kata yang saya tulis di atas, buta agama, dan akan memilihnya sebagai yang terburuk.Coba perhatikan kata Mahatma Gandhi: " Those who say religion has nothing to do with politics do not know what religion is.".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun