Lebaran tiba. Alhamdulillah, meski dalam suasana pandemi kita masih bisa melewati semua dengan baik.
Sebelum bersilaturahmi kepada neneknya, seperti biasa saya biasakan kepada anak pertama sekaligus semata wayang kami untuk sungkem dan saling bermaafan lebih dulu di rumah.
Sebelum ke ayahnya, ia lebih dulu sungkem kepada saya. Dengan suaranya yang polos ia mengucapkan meminta maaf, merangkul saya dan itu buat saya sangat terharu.
"Ya Allah, saya ridho kepada anak saya Fahmi. Dengan ridho seridho-ridhonya. Maka turunkanlah ya Allah keridhoan-Mu kepada Fahmi demi ridho saya kepada putra saya." Bisik saya sambil membalas memeluk.
"Ibu memaafkan Fahmi meski tidak diminta. Sebaliknya maafkan ibu juga ya? Ibu minta maaf ..." Ia hanya mengangguk dan matanya tampak mulai berkaca-kaca.
Sama seperti kepada saya, kepada ayahnya Fahmi juga sungkem dan meminta maaf. Begitu juga ketika kami sudah sampai di rumah ibu saya, kepada neneknya, paman serta bibi dan sepupunya ia melakukan hal yang sama sebagaimana yang saya biasakan kepadanya di rumah.
Usai silaturahmi terdengar obrolan Fahmi dengan sepupunya depan tv. Fahmi bertanya kepada Amanda, apakah puasanya tamat?
Sementara Amanda cerita, jika Danda --teman bermainnya-- yang usianya lebih tua dua tahun malah ada beberapa hari puasanya yang bocor.
"Si Danda mah nakal ya..."
"Iya. Nakal jadi puasanya tidak tamat."