Lebaran tiba. Alhamdulillah, meski dalam suasana pandemi kita masih bisa melewati semua dengan baik.
Sebelum bersilaturahmi kepada neneknya, seperti biasa saya biasakan kepada anak pertama sekaligus semata wayang kami untuk sungkem dan saling bermaafan lebih dulu di rumah.
Sebelum ke ayahnya, ia lebih dulu sungkem kepada saya. Dengan suaranya yang polos ia mengucapkan meminta maaf, merangkul saya dan itu buat saya sangat terharu.
"Ya Allah, saya ridho kepada anak saya Fahmi. Dengan ridho seridho-ridhonya. Maka turunkanlah ya Allah keridhoan-Mu kepada Fahmi demi ridho saya kepada putra saya." Bisik saya sambil membalas memeluk.
"Ibu memaafkan Fahmi meski tidak diminta. Sebaliknya maafkan ibu juga ya? Ibu minta maaf ..." Ia hanya mengangguk dan matanya tampak mulai berkaca-kaca.
Sama seperti kepada saya, kepada ayahnya Fahmi juga sungkem dan meminta maaf. Begitu juga ketika kami sudah sampai di rumah ibu saya, kepada neneknya, paman serta bibi dan sepupunya ia melakukan hal yang sama sebagaimana yang saya biasakan kepadanya di rumah.
Usai silaturahmi terdengar obrolan Fahmi dengan sepupunya depan tv. Fahmi bertanya kepada Amanda, apakah puasanya tamat?
Sementara Amanda cerita, jika Danda --teman bermainnya-- yang usianya lebih tua dua tahun malah ada beberapa hari puasanya yang bocor.
"Si Danda mah nakal ya..."
"Iya. Nakal jadi puasanya tidak tamat."
"Jangan main sama anak nakal. Nanti makin nakal..."
Anak nakal benarkah akan semakin nakal? Obrolan para bocah itu jadi mengingatkan saya akan hadits yang berbunyi:
"Ridho Allah tergantung pada ridho orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua."
Apa hubungannya? Bisa jadi setiap anak yang baik, pasti membuat ridho orangtuanya, hal ini akan membuat Allah ridho juga. Tapi setiap anak nakal, kemungkinan besar bikin orangtuanya marah, dan itu akan membuat Allah marah juga.
Jadi biar anak "nakal" mendapatkan ridho Allah, kuncinya ada pada orang tua. Sudahkah orang tua memaafkan anaknya?
Saya pernah baca tapi lupa di mana. Tapi ini saya ingat terus karena saya pun mempraktikkan sendiri. Jadi kalau ada anak baik, otomatis bikin orang tua senang, sayang dan ridho, bukan? Kalau orang tua sudah ridho, maka Allah pun meridhoi, insyaallah keluarga ini jadi keluarga yang berkah, keluarga yang bahagia. Insyaallah si anak baik akan makin baik.
Tapi jika misalkan ada anak (sebut saja) nakal, biasanya akan bikin orang tua jengkel, bahkan murka. Jika orang tua sudah murka, jelas Allah juga murka dan bisa saja keluarga ini jadi tidak harmonis. Kondisi keluarga tidak bahagia bisa menyebabkan anak makin nakal.
Biar anak nakal tidak makin nakal, kuncinya ada pada sikap dan perhatian orang tua. Jadi kalau misalnya ada anak nakal, tapi orang tuanya ridho, Allah pun meridhoi. Kalau sudah mendapatkan ridho-Nya, insyaallah semuanya anak menyenangkan. Termasuk keluarga bahagia yang bisa saja menjadikan anak tadinya nakal tapi karena keluarga nya bahagia maka anak perlahan jadi anak baik.
Masalahnya, bagaimana menjadikan orang tua ridho terhadap anak nakal? Allah menjawab dalam firman Nya QS. At-Taghabun Ayat 14.
"Yaa ayyuhal laziina aamanuuu inna min azwaaji kum wa awlaadikum 'aduwwal lakum fahzaruuhum; wa in ta'fuu wa tasfahuu wa taghfiruu fa innal laaha ghafuurur Rahiim."
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Coba camkan bagian ini "... Bila kalian memaafkannya menemuinya dan melupakan kesalahannya maka ketahuilah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Caranya orang tua supaya bisa ridho terhadap anak (sebut saja) nakal, ialah dengan memaafkannya menemuinya dan melupakan kesalahannya.Â
Dalam arti tetap menerima anak tersebut, memaafkan dan memberikan perhatian lebih. Bisa dengan cara mengajaknya ngobrol, mengetahui permasalahannya, lalu kita rangkul dengan sepenuh hati, kita coba mencari solusi bersama. Lalu tidak lupa orang tua pun harus melupakan kesalahan si anak.
Ada riwayat pesan dari Sahabat Rasulullah, Umar bin Khattab, yang isinya mengatakan: "Jika kalian melihat anakmu atau anak didikmu berbuat baik, maka puji dan catatlah. Apabila anakmu atau anak didikmu berbuat buruk, tegur dan jangan pernah engkau mencatatnya."
Momen lebaran ini sangat pas untuk setiap orang tua memaafkan semua anaknya. Tapi jangan lupa, orang tua juga harus ridho supaya Allah juga ridho, sehingga tidak lagi ada kata anak nakal, karena sudah diputus lebih dahulu mata rantainya oleh orang tua yang memaafkan dan meridhoi anak-anaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H