Rasulullah berkata: "Sampaikanlah wahai Ukasyah."
"Aku masih ingat ketika perang Uhud, suatu ketika engkau menunggang kuda, lalu engkau pukulkan cemeti ke belakang kuda. Tapi cemeti tersebut tidak kenaA kuda, tapi justru kena dadaku. Karena ketika itu aku berdiri di belakang kuda yang Engkau tunggangi wahai Rasulullah."
Rasulullah berkata: "Sesungguhnya itu adalah hutang wahai Ukasyah. Kalau dulu aku pukul engkau, maka hari ini aku akan terima hal yang sama."
Dengan suara yang agak tinggi, Ukasyah berkata, "Kalau begitu aku ingin segera melakukannya wahai Rasulullah."
Ukasyah seakan tidak merasa bersalah mengatakan demikian. Padahal saat itu semua Sahabat berteriak marah kepada Ukasyah.
"Sungguh engkau tidak berperasaan Ukasyah. Bukankah Baginda sedang sakit..!?" Tapi Ukasyah tidak menghiraukan semua itu. Ia tetap bersikap menantang dan belagu.
Rasulullah meminta Bilal mengambil cambuk di rumah Fatimah, anaknya. Ketika Bilal meminta cambuk itu dari Fatimah, putri Rasulullah itu bertanya: "Untuk apa Rasulullah meminta cambuk ini wahai Bilal?"
Bilal menjawab dengan nada sedih: "Cambuk ini akan digunakan Ukasyah untuk memukul Rasulullah."
Terperanjat dan menangislah Fatimah, "Kenapa Ukasyah hendak memukul Ayahku? Ayahku sedang sakit, kalau mau memukul, pukullah aku anaknya."
Bilal menjawab: "Sesungguhnya ini adalah urusan antara mereka berdua."
Bilal membawa cambuk itu ke Masjid lalu diberikannya kepada Ukasyah. Setelah mengambil cambuk itu, Ukasyah menuju ke hadapan Rasulullah.