Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Merindukan Tradisi Ramadan di Taiwan: Kangen Momen Saat Buang Sampah!

16 April 2021   23:09 Diperbarui: 16 April 2021   23:11 1275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tugas para pekerja asal Indonesia membuang sampah dijadikan kesempatan untuk bisa ngabuburit, dan silaturahmi. Dok pribadi 

Bulan Ramadan adalah bulan yang sangat spesial sehingga di dalamnya memiliki banyak kekhasan yang menjadikannya unik dan dirindukan.

Terlebih saat pandemi, banyak tradisi Ramadan yang tidak bisa maksimal dilakukan karena adanya pembatasan sosial berskala besar. Dengan adanya pembatasan ini otomatis berbagai kegiatan saat Ramadan ikut dibatasi.

Seperti tradisi yang khas jelang bulan Ramadan di tempat saya, Jawa Barat salah satunya adalah munggahan atau di beberapa wilayah Priangan lain menyebutnya dengan istilah papajar. Tradisi khas yang dilakukan seminggu atau dua minggu sebelum memasuki bulan Ramadan dengan acara makan bersama, sekaligus berkumpul dengan kerabat dan sahabat untuk bersilahturahmi, saling bermaaf-maafkan sebelum memasuki bulan suci Ramadan.

Tradisi itu selama dua kali Ramadan terakhir ini terpaksa harus ditiadakan karena adanya protokol kesehatan yang mengharuskan kita menjaga jarak, menghindari kerumunan dan dilarang kumpul-kumpul.

Begitu juga tradisi ngabuburit yang artinya menunggu azan magrib menjelang berbuka puasa pada waktu bulan Ramadan. Saat pandemi, ngabuburit tidak bisa dilakukan sebebas sebelum covid-19 muncul di muka bumi. Khususnya bagi yang ngabuburitnya suka dilakukan di luar rumah.

Karena ngabuburit itu tidak hanya diisi dengan jalan-jalan di luar ketika menunggu waktu magrib tiba. Melakukan hal baik lainnya di rumah secara sendiri maupun bersama keluarga juga sudah termasuk ngabuburit, bukan? Mendengarkan kajian, membaca kitab suci, membaca buku, menjalankan hobi, apapun yang dilakukan sambil menunggu waktu berbuka tiba, itu termasuk ngabuburit.

Hanya jujur saja, tidak bisa dipungkiri kalau ngabuburitnya di luar rumah, rasanya makin seru, dan sangat berkesan. Keseruan dan kesannya ini yang sangat dirindukan manakala pandemi tiba, karena itu tadi, kita tidak bisa bebas melakukan kegiatan di luar rumah sejak adanya virus corona yang sangat mematikan itu.

Bagi saya sendiri, menjalankan dua kali bulan puasa saat pandemi, dengan segala pembatasannya itu mengingatkan saya pada masa ketika menjalankan ibadah puasa selama bekerja di luar negeri, tepatnya di Taiwan.

Ya, kondisi berpuasa dengan aturan ketat, maksudnya tidak bisa bebas keluar rumah, tidak bisa bebas bercanda bercengkrama dengan teman dan tetangga seperti saat pandemi sekarang ini, itu semua mengingatkan saya dengan kondisi menjalankan puasa ketika sedang merantau jadi kuli di luar negeri.

Meski majikan terbilang cukup baik, mempersilakan saya menjalankan ibadah puasa, namun tidak dengan keluarga besarnya. Situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang mayoritas non Muslim pun jauh dari kata mendukung.

Namun ada yang saya rindukan dari Taiwan ketika hampir delapan tahun pernah menjalani ibadah puasa di negara Formosa itu adalah ketika saatnya membuang sampah.

Di Taiwan, membuang sampah ada waktunya. Masyarakat tertib membawa turun sampah yang sudah dipilah dari rumah. Dok pribadi
Di Taiwan, membuang sampah ada waktunya. Masyarakat tertib membawa turun sampah yang sudah dipilah dari rumah. Dok pribadi

Saya ceritakan garis besarnya kenapa saya merindukan masa-masa itu, ya...

Di Taiwan, membuang sampah rumah tangga dari setiap rumah itu ada waktunya. Setiap daerah, pengumpulan sampahnya berbeda-beda. Ada yang pagi, siang, sore dan malam. Kebetulan, di Neihu, tempat saya bekerja membuang sampahnya itu waktunya sore hari.

Tidak semua pekerja asal Indonesia seperti saya memiliki kebebasan untuk keluar masuk rumah majikannya. Ada banyak majikan yang menerapkan aturan ketat terhadap pekerjanya. Seperti tidak mengizinkan ibadah di rumahnya, tidak boleh libur, atau tidak memperbolehkan pekerja bicara dengan sesama pekerja lainnya.

Terbayang dong bagaimana stressnya sudah capek kerja di negara yang adat istiadatnya berbeda, bahasa dan kebiasaan tidak sama dengan tempat kita berasal, masih dilarang ngobrol pula dengan sesama Inni ren (orang Indonesia). 

Padahal kebiasaan masyarakat Indonesia, kalau ketemu orang sedaerah di rantau itu berasa ketemu dengan keluarga sendiri kan ya... Bawaannya pengen ngobrol, dan berbagi pengalaman.

Truk sampah di Taiwan yang khusus mengangkut sampah daur ulang. Dok pribadi
Truk sampah di Taiwan yang khusus mengangkut sampah daur ulang. Dok pribadi

Satu-satunya kesempatan untuk bertemu sesama orang Indonesia itu ya saat waktunya buang sampah. Saya alami sendiri meski majikan saya membebaskan saya keluar masuk rumah majikan, boleh bicara dengan sesama WNI, tapi betapa senangnya bisa jumpa dengan sesama orang Indonesia dan saling curhat terkait masalah pekerjaan ketika bertemu mereka saat membuang sampah.

Waktunya buang sampah pun jadi ajang janjian. Saat yang tepat untuk bertemu, ngobrol meski sebentar, atau saling memberi dan menukar sesuatu.

Saya tidak akan lupa saat bulan Ramadan, setiap waktu mau buang sampah, lima belas menit lagi kendaraan sampah datang, saya sudah turun ke jalan (rumah majikan di lantai lima). Saya janjian dengan Mbak Yati asal Yogyakarta, Teh Nia dari Indramayu, Bunda Anna dari Blitar, Mbak Ika asal Lampung, dan Susi dari Purwokerto untuk bertemu di ujung jalan dekat Seven Eleven.

Kami datang lebih awal, selain menjinjing sampah rumah tangga yang akan kami buang, juga membawa makanan hasil buatan masing-masing untuk kami berikan atau "tukar" dengan makanan buatan teman-teman lainnya. Karena ada sebagian dari kami yang tidak bebas makan di rumah majikannya. Atau dibebaskan tapi diragukan kehalalannya.

Hampir setiap sore, setiap kali waktunya membuang sampah kami melakukan itu. Saling membawakan makanan kampung khas Indonesia, bercengkerama, tertawa, rasanya lelah dan stres karena beban pekerjaan dan tekanan majikan langsung hilang kalau sudah ketemuan di bawah.

Kami baru bubar kalau suara sirine kendaraan truk pengangkut sampah sudah terdengar meraung-raung.

"Ni men khuai itien tiu leshe, pa..." petugas yang mengumpulkan dan memilah sampah suka berteriak menyuruh kami untuk segera membuang sampah yang dibawa, bukan malah berkumpul, ngobrol dan tertawa-tawa.

"Bubar ... Ngabuburitnya sudah selesai..." celetuk Bunda Anna, bikin kami pun tertawa gembira. Selepas membuang sampah itu semua kembali ke rumah majikan masing-masing sambil membawa makanan pemberian teman untuk berbuka.

Tugas para pekerja asal Indonesia membuang sampah dijadikan kesempatan untuk bisa ngabuburit, dan silaturahmi. Dok pribadi 
Tugas para pekerja asal Indonesia membuang sampah dijadikan kesempatan untuk bisa ngabuburit, dan silaturahmi. Dok pribadi 

Momen saat buang sampah itulah jadi hiburan sederhana tapi sangat membahagiakan bagi kami di perantauan. Meski satu persatu finish contract namun pekerja baru selalu datang silih berganti. Tradisi ngabuburit sambil membuang sampah ini pun jadi "turun menurun" dari pekerja satu ke pekerja selanjutnya.

"Sekarang tidak ada lagi ngabuburit sambil buang sampah, Teh. Protokol kesehatan sangat ketat di sini," lapor Susi, yang masih bekerja di Neihu dan sesekali kami tukar informasi melalui jejaring sosial.

Sama seperti Susi, yang merindukan masa-masa indah bersama ketika bulan puasa di Taiwan dengan segala kelebihan dan kekurangannya, saya pun merindukan suasana momen ketika buang sampah, terlebih ketika bulan puasa. Dipastikan tradisi khas Ramadan ngabuburit sambil buang sampah versi kami para pekerja di Taiwan yang dirindukan itu tak mungkin bisa saya alami lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun