Awalnya saya juga tidak terpikir bisa mengelola pondok pengajian anak. Kecuali dulu saya berkeinginan mempunyai taman bacaan yang berguna bukan untuk saya saja, tapi juga keluarga, dan siapapun yang membutuhkan.
Modal terbesar saya hanya senang membaca dan menulis. Apalagi saat bekerja di luar negeri, setiap majikan yang saya ikuti, di Singapura, Hong Kong dan Taiwan, semuanya mempunyai perpustakaan pribadi, dan anak-anaknya semua gila baca. Saya ingin seperti itu.
Keinginan saya untuk punya taman baca semakin besar, manakala beberapa teman-teman buruh migran, sepulangnya ke tanah air mereka membuat perpustakaan/taman baca.Â
Bukan karena ikut-ikutan, karena saya memang menginginkan koleksi buku bacaan saya bisa bermanfaat. Dan saya merasakan benar betapa pentingnya manfaat membaca bagi pembentukan karakter serta pengembangan diri setiap individu. Saya pun mengumpulkan buku tidak hanya untuk bacaan dewasa, tetapi juga untuk anak-anak.
Baca juga:Â 5 Cara Donasi Buku ke Taman Bacaan, Sederhana tapi Bermakna
Harapan koleksi buku saya bisa dibaca banyak anak makin kuat ketika suami memiliki murid mengaji dan mereka tertarik dengan koleksi buku bacaan Fahmi, putra kami.
"Punten, Bu. Assalamualaikum. Ibu, nambut buku bade ngiring maca..." (Permisi, Bu. Assalamualaikum. Ibu, pinjam buku saya mau ikut baca...)
"Ibu, nuhun..." Tanpa diperingatkan, beberapa menit jelang adzan buku-buku bacaan mereka kembalikan. Saya mengangguk dan mengatakan nanti boleh baca buku-bukunya lagi.