Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mogok Kerja Demi Jegal Omnibus Law, Saya Sih Tidak!

14 Maret 2020   20:33 Diperbarui: 16 Maret 2020   15:09 1549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber asli mediaindonesia.com/diolah
sumber asli mediaindonesia.com/diolah
Mengutip perkataan Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Piter Abdullah, yang menurutnya regulasi yang tumpang tindih tentu tidak bisa diselesaikan satu persatu karena akan lama prosesnya. Sehingga Peter meyakini jika omnibus law termasuk terobosan yang bagus. Langkah yang diharapkan bisa menyelesaikan hambatan investasi yang membuat Indonesia sulit bersaing. (Liputan6.com)

Begitu juga ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengungkapkan hal sama. Omnibus law dianggap bisa memangkas birokrasi yang rumit dan membuat proses investasi menjadi mudah. (liputan 6.com)

Sebagai rakyat kecil saya berharap omnibus law sebagai metode yang digunakan mengganti dan atau mencabut ketentuan dalam Undang-Undang, atau mengatur ulang beberapa ketentuan dalam UU ke dalam satu UU (tematik) memberikan banyak perubahan ke arah lebih baik. Jika negara lain bisa, kenapa Indonesia tidak?

Secara umum omnibus law belum populer di negara kita. Mungkin karena itu ada penolakan namun ternyata sudah ada beberapa Undang-Undang yang sudah menerapkan konsep itu, seperti UU no 9 tahun 2017 tentang penetapan perpu no 1 tahun 2017 tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

Omnibus law sebuah upaya mewujudkan visi Indonesia 2045. Kita akui saat ini regulasi masih tumpang tindih, tingkat pengangguran angkatan kerja baru dan jumlah penduduk yang tidak bekerja masih sangat tinggi, jumlah UMKM besar namun produktivitas rendah. 

Nah, diharapkan dengan adanya omnibus law regulasi dan perizinan bisa selaras dan harmoni, banyak tumbuh investasi yang berkualitas, lapangan kerja berkualitas dan pekerja sejahtera, termasuk pemberdayaan UMKM. Sehingga tahun 2045 tercapai Indonesia yang berdaulat, maju, adil dan makmur.

Jika masyarakat mendukung, harapan pemerintah untuk menjadikan Indonesia negara maju dengan ekonomi berkelanjutan bukan hal mustahil. Termasuk perekonomian Indonesia masuk di jajaran negara besar ekonomi dunia. Siapa tidak ingin negara kita bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dengan tingkat kemiskinan yang selalu menurun, kalau tenaga kerja kita memang berkualitas.

Dinamika perubahan global, perlu respon yang cepat karena kalau tidak pertumbuhan ekonomi akan melambat atau bahkan terpuruk. Dengan adanya omnibus law melalui penciptaan lapangan kerja, pengikatan investasi, dan peningkatan produktivitas diharapkan perubahan struktur ekonomi bangsa kita meningkat. 

Kalau tidak, jangan heran kalau lapangan pekerjaan berpindah ke negara lain. Banyak kan negara lain yang lebih terbuka dan kompetitif? Dengan begitu jangan bertanya kenapa banyak pengangguran yang mengakibatkan bangsa kita stagnan dalam posisi negara berpendapatan menengah. Sukur-sukur tidak terpuruk. Wallahualam...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun