Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Rahasia Biker Traveling ke Mana Aja Bebas Pegal

9 Januari 2018   22:54 Diperbarui: 9 Januari 2018   23:06 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Liburan akhir tahun 2017 mayoritas saya habiskan dengan momotoran. Bukan tidak ingin naik kendaraan roda 4 yang lebih nyaman, tapi kalau memang tidak punya kendaraannya, mau bilang apa? Pakai mobil juga ujungnya dibuat bete kejebak macet, saya ya tetap milih menggunakan sepeda motor lah! Bersyukur banyak saya punya suami dengan sepeda motornya yang selalu setia mengantar kemanapun pergi.

Mulai 14 Desember 2017 sampai Minggu 7 Januari 2018 tidak banyak perjalanan yang saya lakukan dibanding teman-teman lain yang pada liburan ke luar kota, luar provinsi, bahkan sampai ke luar negeri.

Libur kali ini saya tidak mengunjungi tempat wisata sebagaimana orang yang lagi liburan pada umumnya. Saya memilih menghabiskan masa liburan untuk bersilaturahmi. Ya, selama hampir 3 minggu ini saya ajak suami dan anak yang berusia 4 tahun menghabiskan waktu libur dengan traveling islami mengunjungi keluarga, teman, serta guru-guru tercinta baik guru mengaji maupun guru sekolah.

Jadi traveling yang saya lakukan adalah mengunjungi beberapa tempat dengan mengendarai sepeda motor melewati berbagai kondisi jalan, mulai yang mulus, yang rusak, yang diaspal, yang dicor, sampai jalan yang seperti kubangan ikan lele atau jalan yang seperti wahangan saat alias sungai kering (tergenang air, penuh bebatuan maksudnya).

Buat saya, perjalanan mengunjungi orang tua, saudara, teman dan para guru itu adalah traveling dalam rangka meremajakan otak dan pikiran. Traveling (silaturahmi) yang insyaallah jadi jalan dalam meraih resolusi 2018: mempererat persaudaraan, memperbanyak rezeki dan memanjangkan usia.

Berikut traveling rohani selama liburan saya:

1.Traveling mengunjungi orang tua di Sukanagara Cianjur

Jarak antara Kecamatan Sukanagara tempat ibu saya tinggal dan Kecamatan Pagelaran tempat saya tinggal sekitar 20 kilometer. Namun karena kondisi jalan yang bergelombang, banyak naik turun khususnya di daerah Parabon sampai Cibogo perjalanan menghabiskan waktu 30-40 menit. Lebih tinggi kecepatan mungkin lebih pendek waktu tempuhnya, hanya saya dan suami yang membawa balita merasa masih waras. Dengan kondisi jalan yang tidak mulus kami memilih lambat asal selamat.

Sarana yang sangat dikeluhkan warga Cianjur bagian selatan adalah jalan rusak Dok. Pribadi
Sarana yang sangat dikeluhkan warga Cianjur bagian selatan adalah jalan rusak Dok. Pribadi
Meski lambat, bukan berarti badan tidak merasakan pegal. Justru karena motor kami jalan lambat, guncangan demi guncangan makin terasa. Saya kerap meringis menahan sakit manakala tulang belakang dan tulang ekor berbenturan dengan jok saat sepeda motor melewati jalan berbatu dan bergelombang penuh tambalan. Perjalanan mengunjungi ibu kami lakukan paling sedikit satu minggu sekali.

2.Traveling Rohani ke Pondok Pesantren Al Ihya Cibadak, Tanggeung Cianjur.

Ponpes Al Ihya Cibadak berada di Desa Pasirjambu Kec. Tanggeung dok. Pribadi
Ponpes Al Ihya Cibadak berada di Desa Pasirjambu Kec. Tanggeung dok. Pribadi

Senin 18 Desember 2017 setelah subuh kami mengendarai sepeda motor ke arah selatan dengan jarak tempuh sekitar 30 kilometer. Jika jalan bagus, tidak sampai satu jam perjalanan sudah sampai. Tapi karena dari pasar Tanggeung menuju Pondok Pesantren Al Ihya Cibadak jalannya sangat ekstrim, --beberapa kali saya dan anak harus turun dari motor dan berjalan kaki---maka perjalanan jadi lama. Selain sepeda motor butut kami tenaganya tidak kuat menghadapi tanjakan dengan jalan batu dan tanah yang licin, juga memang karena demi keselamatan, saya memilih turun dari motor dan jalan kaki sampai tanjakan habis. Pulang pergi Pagelaran -- Cibadak waktu yang kami habiskan sekitar 3,5 jam.

Menuju Cibadak silaturahmi yang penuh perjuangan... Dok. Pribadi
Menuju Cibadak silaturahmi yang penuh perjuangan... Dok. Pribadi
Silaturahmi dengan Apa Cibadak, tokoh/ulama legendaris Cianjur Dok. Pribadi
Silaturahmi dengan Apa Cibadak, tokoh/ulama legendaris Cianjur Dok. Pribadi
Silaturahmi kedua selama liburan ke ponpes Al Ihya Cibadak kami lakukan pada Jumat, 5 Januari 2018. Karena diburu waktu Jumatan, ditambah hujan yang turun sepanjang jalan membuat suami menjalankan sepeda motornya cukup kencang. Jangan ditanya bagaimana terasa remuknya sekujur badan ini. Sampai di rumah kami langsung ngajoprak, tepar.

Di Cibadak kami bersilaturahmi dengan gurunya para guru mengaji dan para ustadz/kiyai di Pagelaran, Tanggeung dan sekitarnya, umumnya Kabupaten Cianjur mengingat KH. Acep Mochammad Isya atau biasa kami menyebutnya Apa (kiyai) Cibadak selaku pimpinan ponpes adalah anggota Badan Hisab dan Rukyat Kementerian Agama RI.

3.Traveling Rohani ke Pondok Pesantren Mazroatul Ulum Citiis, Pagelaran Cianjur

Tidak jauh beda kondisi jalannya dengan jalan menuju PonPes Al Ihya, jalan ke Citiis juga penuh liku, tanjakan curam dengan kemiringan ekstrim ditambah aspal yang hancur. Sebagian memang sudah ada yang dicor pada titik yang sangat membahayakan pengguna jalan.

Jalan bebatuan tidak rata bikin badan remuk rasanya. Dok. Pribadi
Jalan bebatuan tidak rata bikin badan remuk rasanya. Dok. Pribadi
Di ponpes ini kami bertemu banyak para kiyai dan sesepuh mengingat saat itu Sabtu, 24 Desember 2017 bertepatan dengan resepsi pernikahan putri pemimpin ponpes Citiis, KH. Asep yang juga menjabat kepala MUI Kecamatan Pagelaran Kab. Cianjur.

Silaturahmi bersama ulama dan sesepuh Pagelaran di ponpes Citiis bersamaan dengan resepsi pernikahan puteri pimpinan ponpes Dok. Pribadi
Silaturahmi bersama ulama dan sesepuh Pagelaran di ponpes Citiis bersamaan dengan resepsi pernikahan puteri pimpinan ponpes Dok. Pribadi
Meski jarak tak sampai 10 kilometer dari rumah, namun perjalanan kami memakan waktu setengah jam lebih. Dengan kecepatan itu, badan bagaikan naik kuda yang melompat-lompat. Tangan dan kaki menekan kuat-kuat sebagai penahan tumpuan supaya badan tidak mental atau jatuh.

4.Traveling silaturahmi ke orang tua dan saudara di Karang Tengah Cianjur

screenshot-20180108-090318-1-5a54cca3ab12ae0f4761a644.jpg
screenshot-20180108-090318-1-5a54cca3ab12ae0f4761a644.jpg

Jarak antara Pagelaran dan Karang Tengah sekitar 72 Km. Menggunakan sepeda motor hampir 3 jam waktu yang kami perlukan. Dalam waktu tiga minggu terakhir ini kami melakukan perjalanan Pagelaran - Karang Tengah pulang pergi sebanyak 5 kali.

Kondisi jalan menuju ke kota ini sudah lebih baik. Hanya beberapa titik yang masih tidak rata yaitu sekitar Parabon dan Campaka.

Di Haurwangi, Jembatan perbatasan Kab. Cianjur dan Kab. Bandung. Dok. Pribadi
Di Haurwangi, Jembatan perbatasan Kab. Cianjur dan Kab. Bandung. Dok. Pribadi
Biasanya kami istirahat di Mesjid Ciranca atau di Cibeber. Saat istirahat sholat makan itu saya juga sekalian mengoleskan krim dan memijit-mijit bagian tubuh yang pegal.

5.Traveling reuni SD ke Bandung

Rute teraman meski memutar yang kami ambil menuju ke Bandung dok. Pribadi
Rute teraman meski memutar yang kami ambil menuju ke Bandung dok. Pribadi

Ini perjalanan terjauh saya menggunakan sepeda motor selama liburan kemarin. Rabu, 27 Desember 2017 saya menghadiri acara temu kangen teman-teman waktu SD di daerah Margahayu, Bandung. Juga menemui guru wali kelas SD di Rancaekek.

Kami harus menempuh perjalanan sejauh 130 kilometer dari rumah. Meski di google map waktu tempuh hanya sekitar 3 jam lebih, namun nyatanya kami habiskan waktu sampai 5 jam!

Meski jalan ke Bandung via Padalarang mulus, namun bisa dibayangkan duduk dalam boncengan selama 5 jam ditambah  menggendong anak karena ketiduran itu sesuatu banget pegal-pegalnya.

Narsis dulu di jembatan Pasupati Dok. Pribadi
Narsis dulu di jembatan Pasupati Dok. Pribadi
Memang ada rute terpendek menuju Bandung dari Pagelaran Cianjur yaitu melalui perbatasan Rancabali Ciwidey. Namun kami tidak mengambil jalan tersebut karena resikonya sangat tinggi. Selain jalan menuju perbatasan masih hancur, sering longsor ditambah juga masih jarang rumah penduduk, lebih banyak kebun teh atau perkebunan perhutani. Seandainya sepeda motor mengalami pecah ban atau mogok, kami berada dalam kesulitan besar. Itu yang kami hindari dan akhirnya memilih jalan memutar ke Cianjur kota.

Silaturahmi bersama teman saat sekolah di SDN Kridhawinaya III Kodya Bandung. Dok. Pribadi
Silaturahmi bersama teman saat sekolah di SDN Kridhawinaya III Kodya Bandung. Dok. Pribadi
Setelah 25 tahun akhirnya bisa silaturahmi ke guru kelas saat SD di kediaman Rancaekek Bandung. Dok. Pribadi
Setelah 25 tahun akhirnya bisa silaturahmi ke guru kelas saat SD di kediaman Rancaekek Bandung. Dok. Pribadi
Orang-orang ramai bepergian ke lokasi wisata untuk merayakan tahun baru kami hanya istirahat saja di rumah. Pegal linu setelah menempuh 260 kilometer pulang pergi Bandung -- Pagelaran tanpa menginap masih peka terasa di seluruh raga. Tapi tentu saja seperti biasanya kami tidak jera. Malah undangan silaturahmi dari saudara masih menanti untuk kami hadiri

6.Traveling ke Sukabumi

Traveling ke Sukabumi dengan KA Siliwangi Dok. Pribadi
Traveling ke Sukabumi dengan KA Siliwangi Dok. Pribadi

Dalam suasana tahun baru kami ajak anak dan keponakan naik kereta api sekaligus silaturahmi ke kerabat di Sukabumi. Meski tidak pakai kendaraan sendiri ternyata capeknya melebihi ekspektasi. Antri tiket 4 jam sebelum kereta berangkat itu baik keberangkatan maupun kepulangan (pulang pergi di hari yang sama) bikin perang batin. Tapi kalau tidak begitu, ya tidak akan kebagian duduk di kereta. Sabar...sabar!

7.Traveling silaturahmi ke Haurwangi Cianjur.

screenshot-20180108-085701-1-5a54cb78bde5751acb4da2f2.jpg
screenshot-20180108-085701-1-5a54cb78bde5751acb4da2f2.jpg

Minggu, 7 Januari 2017 dari Pagelaran kami berangkat menggunakan sepeda motor. Mampir ke Karang Tengah kemudian bersama-sama bersilaturahmi kepada kakak tertua dari papa mertua di Haurwangi (sebelumnya wilayah ini masuknya ke daerah Ciranjang).

Sampai daerah Cipeuyeum jalanan terawat mulus. Baru ketika belok kiri menuju lokasi rumah kerabat, jalan berbatu seperti jalan di Cianjur bagian selatan kami temui. Sempit mengikuti jalur rel kereta api Bandung Cianjur yang masih belum berfungsi.

Cuaca di Cianjur bagian utara cukup terik. Beda dengan Cianjur bagian selatan yang masih terasa segar, banyak  hutan hijau dan udara bersih. Mungkin di Ciranjang sudah banyak berdiri pabrik besar dan lahan hijau semakin berkurang sehingga suhu terasa lebih panas. Jadi selain pegal karena duduk di boncengan selama kurang lebih 3 jam, juga capek karena cuaca yang gerah bikin badan tidak enak.

Jalan berbatu. Membuat seluruh tubuh pegal-pegal terus diguncang. Dok. Pribadi
Jalan berbatu. Membuat seluruh tubuh pegal-pegal terus diguncang. Dok. Pribadi
Sampai di tempat, setelah isoma seperti biasa saya selonjoran sambil mengoleskan krim pada bagian tangan, kaki, paha dan pinggul, punggung dan leher yang terasa cangkeul alias pegal-pegal.

Bebas pegal, bebas ke mana aja, rahasianya apa?

Tiga minggu selalu bepergian ke tempat berbeda naik sepeda motor menerjang panas dan hujan serta melewati berbagai medan di jalan bukan berarti kami manusia sakti. Saya, suami apalagi Fahmi putra kami, juga manusia yang punya rasa sakit dan nyeri. Hanya semua itu bisa kami atasi dengan solusi (bukan rahasia).

Apakah itu? Ialah Geliga Krim. Ya saat bepergian saya selalu membawa Geliga Krim. Selama 3 minggu ini sudah 2 tube Geliga Krim yang kami pakai.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Kenapa saya selalu pakai Geliga Krim? Karena selama traveling menggunakan sepeda motor, hanya Geliga Krim yang dapat membantu meredakan pegal-pegal dan kram yang kami rasa. Buktinya meski pulang pergi momotoran dengan jarak tempuh dan medan yang ekstrim saya masih bisa bertahan dan bebas pegal. Bahkan siap kembali untuk melakukan traveling silaturahmi selanjutnya. Itu semua karena Geliga Krim.

Traveling mengendarai sepeda motor memang beresiko tapi bukan berarti karena itu jalan kami buntu. Justru asyiknya traveling itu manakala bisa menemukan hal-hal baru, bisa melewati berbagai kesulitan dan dapat menambah teman. Yang penting patuhi peraturan dan rambu. Perjalanan berat terasa ringan dan semakin nyaman manakala ada pertolongan pertama dari Geliga Krim saat badan pegal, capek atau kram.

p-20180109-161637-01-5a54da0016835f13436426c2.jpeg
p-20180109-161637-01-5a54da0016835f13436426c2.jpeg
Penggunaan Geliga Krim yang bisa dibeli di warung atau minimarket cukup murah, mudah dan praktis meski sedang dalam perjalanan. Tinggal dioles, dipijat-pijat supaya meresap dan rasakan panas serta khasiatnya. Tidak takut kotor atau tidak nyaman karena Geliga Krim ini tidak lengket, juga tidak meninggalkan noda di pakaian.

Itulah rahasia kami biker ala-ala yang kuat momotoran meski kondisi jalannya ancur-ancuran. Bebas pegal, bebas traveling apapun jalannya.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun