Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perjalanan Tidak Terlupakan, "Upgrade" Diri Seorang TKI bersama Kompasiana

21 November 2017   23:07 Diperbarui: 22 November 2017   04:39 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komputer jinjing dan blackberry kenangan dari Kompasiana yang sampai saat ini masih saya pakai untuk menulis dan bekerja. Dok. Pribadi

Kompasiana ibarat sekolah menulis bagi saya. Bermodalkan "beasiswa" internet rumah dari majikan saat bekerja di Taiwan, saya mulai belajar menulis menduduki bangku kelas anak bawang.

Tidak ada guru yang mengajari saya langsung kecuali komentar dan kritikan di kolom komentar tulisan, yang selalu saya terima dengan lapang dada dan menjadikannya sebagai bahan evaluasi pembelajaran diri untuk selanjutnya bisa menulis lebih baik lagi.

Modal "sekolah" saya di Kompasiana bertambah ketika rezeki tidak terduga itu kembali menghampiri. Kali ini berupa komputer jinjing dan ponsel blackberry. Belum lagi rezeki berikutnya ponsel CDMA, sejumlah uang cash sampai voucher dan wisata perjalanan yang terbilang mewah untuk ukuran saya. Pelajaran keripik (baca keritik) pedas dari berbagai komentar dan saran selama berinteraksi di Kompasiana mengantarkan saya dapat meraih hadiah dari beberapa lomba. Alhamdulillah sampai sekarang sebagian masih saya pakai dan sebagian (semoga) menjadi pahala karena saya memberikannya kepada orang yang lebih membutuhkan.

Bagaimana perjalanan seorang TKW memulai passionnya di dunia tulis menulis dari nol hingga berhasil? Meski berhasil itu relatif, namun bayarannya untuk satu artikel dihargai sebesar satu bulan gaji PNS golongan 3b itu sudah jadi pencapaian yang luar biasa, bukan?

Itu kenyataan, bukan fiksi. Setelah sekian lama saya "bersekolah" menulis di Kompasiana akhirnya nasib baik tulisan saya sampai juga di nilai maksimal keberhasilannya. Meski sekali lagi, keberhasilan itu relatif. Besar bagi saya belum tentu bagi yang lain.

Sepulangnya ke kampung halaman "sekolah" menulis di Kompasiana terus saya lanjutkan. Meski setelah di Indonesia saya merasa jadi murid yang berhak mendapat KIP (Keringanan Intip Pelajaran) karena termasuk murid yang "tidak mampu" membuka akun Kompasiana meski berapapun kuota internet yang saya beli tetap akses ke Kompasiana sulitnya bukan main. Bagai murid kelas jauh yang tidak mampu menjangkau bangunan sekolah saya hanya bisa belajar sambil meraba-raba.

Tidak ingin dianggap sebagai murid dengan sistem belajar kelas jarak jauh maka setiap kali ada acara Kompasiana saya berusaha untuk daftar, hadir dan mengikuti. Absensi saya kembali biru setelah sekian lama merah karena banyak alpha-nya.

Selama berinteraksi dengan Kompasiana dan Kompasianer (para penulis di Kompasiana) teramat banyak pelajaran hidup yang bisa saya serap. Pelajaran kehidupan yang teramat mahal dan berharga karena meski saya sekolah atau kuliah di bangku mana pun, pelajaran hidup itu belum tentu saya dapatkan.

Jika saat ini saya bisa percaya diri memasuki dunia blogging semua itu semata-mata karena hasil gemblengan yang saya dapat selama ini dari Kompasiana. Bisa dibilang karena jasa Kompasiana lah saya yang hanya seorang wanita desa, seorang TKW tapi akhirnya (saya akui) mampu mengupgrade diri untuk lebih baik dan lebih bersemangat dalam meraih impian dan prestasi.

Selayaknya pihak yang telah berjasa pada kehidupan seseorang maka semua kebaikan dan fasilitas yang diberikan  Kompasiana khususnya kepada saya, akan terkenang sepanjang masa. Kenangan abadi yang tidak mungkin saya lupa. Bagaimana perjuangan belajar menulis bersama Kompasiana dari nol hingga kini menjadi Kompasianer yang penuh percaya diri.

Begini Cara Kompasianer Cianjur Mantan TKW Meng-upgrade Diri

Saya tidak berprestasi, tapi setidaknya setelah mengenal Kompasiana saya menjadi lebih berani untuk unjuk diri. Saya yang hanya seorang perempuan desa tanpa mengenyam bangku sekolah formal namun lebih berani belajar dan bersikap demi keprofesionalitasan diri.

Pernah membaca tulisan Kompasianer yang mengatakan jika kita mau berkembang dalam berkarir maka kunci keberhasilannya adalah jangan pernah membiarkan diri diam ditempat.

Saya pikir saya harus punya motivasi dan punya keyakinan kuat kalau saya bisa maju. Tapi tentu saja motivasi saja tidaklah cukup. Saya tetap harus mampu bersaing dengan modal kemampuan dan keahlian. Dan itu tidak bisa didapat dengan berpangku tangan. Saya harus punya menejemen waktu dan mengatur kemampuan saya lebih efektif. Yaitu tadi saya harus upgrade kemampuan saya supaya kesempatan meraih posisi yang diimpikan terbuka semakin lebar.

Karena itu meski jauh diam-diam dari kampung saya berusaha memperbaiki kualitas tulisan saya. Saya tidak puas meski sudah menjadi salah satu pemenang dalam sebuah lomba kepenulisan, misalnya. Saya terus belajar dan belajar dengan membaca Kompasiana dan belajar dari para Kompasianernya.

Dan inilah beberapa rahasia upgrade skill saya melalui Kompasiana yang ingin saya bagikan supaya bisa diambil manfaat oleh Kompasianer lain adalah:

# Bercermin.

Sebelum ambil keputusan saya berkaca dulu pada diri sendiri. Seberapa besar kemampuan saya? Seberapa jujur penilaian sendiri baik yang bersifat positif (baik) maupun yang kurang cocok untuk passion diri. Apakah saya mampu mengejar mengikuti perkembangan teknologi sekarang?

# Belajar.

Kehidupan ini adalah proses. Dan saya yakin saya pun punya kesempatan yang sama seperti yang lain. Saya tidak ingin menyia-nyiakan saran dan masukan dari sesama teman karena saya yakin semua itu akan berguna. Tidak saat ini mungkin kelak.

Yang pasti saya harus bertanggungjawab dan mengambil semua peluang untuk meningkatkan kemampuan. Tawaran mengikuti Nangkring, Coverage, Kompasiana Visitsdan sebagainya tanpa ragu untuk ikut dan bergabung. Alhamdulillah saya bisa karena terbiasa.

# Silaturahmi dan jaringan.

Dunia maya penuh dengan tanda tanya. Karena itu silaturahmi, bersosialisasi dan berjejaring saya pikir menjadi bagian penting supaya branding makin kuat menempel.

# Berguru.

Menyadari saya seorang kids zaman now yang miskin ilmu di zaman now yang semua serba kekinian dan digital  maka saya harus belajar pada ahlinya. Urusan perempuan saya gabung di Ladiesiana. Urusan nonton film saya ikut kumpulan Komik. Potret memotret saya lari ke komunitas Kampret, doyan icip kuliner saya menjadi anggota Kompasianer Pecinta Kuliner (KPK) dan masih banyak lagi komunitas lainnya di Kompasiana . Bukankah cara terbaik belajar itu pada ahlinya?

# Berdoa.

Setelah melakukan berbagai usaha, doa juga jadi satu hal penting bagi saya yang ingin meng-upgread diri.

Peran Yang Maha Kuasa jelas tidak terbantahkan. Saat kita berhasil jangan lupa bantu pula orang lain. Rasulullah menjelaskan, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya. (OL)

Setahun lalu, komputer dan blackberry dari Kompasiana juga telah mempersembahkan hadiah menginap di hotel ibu kota. Dok. Pribadi
Setahun lalu, komputer dan blackberry dari Kompasiana juga telah mempersembahkan hadiah menginap di hotel ibu kota. Dok. Pribadi
Selamat Ulang Tahun ke 9 Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun