Karena pada kenyataannya pernah ada makanan halal (dari Indonesia) tapi ternyata justru tidak halal (dilarang) di Taiwan. Masih ingat dengan pemberitaan mie instant buatan Indonesia yang sudah jelas kehalalannya, ternyata di Taiwan (negara yang notabene non muslim) sekitar tahun 2010 malah dilarang?
Yang dipermasalahkan bukan terbuat dari bahan halal non halal (seperti pork) tapi banyaknya takaran minyak/bumbu yang disertakan dalam kemasanmie tersebut.
Di Indonesia contohnya minyak dan bumbu 10 cc itu termasuk aman dikonsumsi, tapi ternyata di negara orang batas amannya maksimal 6 cc. Otomatis yang 10 cc dari Indonesia dilarang dikonsumsi di negara orang karena menurut mereka dapat membahayakan kesehatan konsumen. Karena itu dilarang.
Peredaran produk makanan yang tidak sesuai dengan aturan di negara mereka dilarang (dianggap ilegal) karena dinilai membahayakan jiwa konsumen. Meski di Indonesia produk tersebut halal dan aman-aman saja bahkan jadi kesukaan (mie sejuta umat).
Padahal kita pasti mikirnya kalau makanan yang sudah diberi label halal itu bukan hanya "no pork" tapi juga pasti sudah melalui proses produksi yang baik dan higienis. Tapi jika  ternyata diketahui mengandung bahan-bahan yang tidak aman dikonsumsi bagi ukuran batas aman negara orang, meski di Indonesia sudah diproduksi sesuai standar yang berlaku pun tetap saja dilarang beredar.
Hal seperti itu semoga bisa jadi cermin bagi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang saat ini mempunyai wewenang mengeluarkan label halal. Ketelitian BPJPH tidak hanya menjamin makanan "no pork" atau pemrosesannya sudah sesuai dengan syariah Islam tapi juga ketelitian kepada standar internasional untuk keamanan konsumennya. Bukan untuk penduduk Muslim saja, tapi juga kemaslahatan dan keamanan semua pemeluk agama sesuai dengan Undang undang Jaminan Produk Halal UURI Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal.
Sekedar saling mengingatkan saja, khususnya untuk muslim, meski produknya sudah memiliki sertifikat halal, tapi kalau mendapatkannya dengan cara nyolong, ngutil, atau hasil beli tapi uangnya dari hasil korupsi, tetap aja nilainya jadi haram alias tidak halal, bukan? Hehehe...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H