Suka Duka Melahirkan Tulisan Terpopuler
 Awalnya nulis iseng, sambil nunggu anak majikan sarapan pagi sebelum kemudian saya mengantarkannya ke sekolah. Tapi siapa kira, hasilnya tidak hanya buat saya jadi terkenal, tapi juga jadi buruan orang-orang di dunia maya (yang saat itu sama sekali belum saya kenali sepenuhnya) hingga saya banyak menerima pesan mulai dari yang bernada mengancam sampai yang bertanya detail karena penasaran. Tidak berlebihan rasanya jika saya katakan tulisan terpopuler itu sudah buat saya sport jantung!
Berawal ketika Teh Mojang, urang Bandung yang menetap di Taipei setelah menikah dengan pria Taiwan membuat status kalau mie instant Indomie baru saja dilarang beredar di Taiwan karena pemerintah Taiwan menemukan kadar bumbu yang "tidak sesuai" dengan hukum di Taiwan. Lalu saya juga baca status Gege Vincent yang meginformasikan dan himbauan kepada sesama WNI yang mayoritas TKI untuk berhati-hati dengan adanya penemuan ini.
Terlepas dari berapa persen komposisi bumbu yang diperbolehkan di negeri Formosa itu, saya kembali menulis ulang informasi apa yang saya dapat itu. Ditambah dengan beberapa informasi tambahan dari beberapa teman yang berhasil saya kepoin akun media sosialnya. Â Tujuannya sih supaya teman-teman sesama TKI yang menjadikan Indomie sebagai makanan wajib "khas Indonesia" di setiap rumah majikan menjadi tahu adanya.
Malamnya saya dapat informasi terkait larangan beredarnya indomie di Taiwan, keesokan paginya saat anak majikan yang berumur batita sarapan (kalau sarapan suka lelet dan saya tidak diperbolehkan membantu menyuapinya) saya iseng (sekali lagi iseng) membuat blogpost untuk akun kompasiana saya terkait pemberitaan itu. Ngetik asal dari hape Nokia sambil leyeh-leyeh. Saat nulis selesai, anak majikan selesai juga sarapannya. Belum sempat saya publish, saya saved dulu karena harus mengantar anak mengendarai sepeda.
Baru bisa publish tulisan yang berjudul: "STOP Konsumsi Mie Instant! Setelah Departemen Kesehatan Taiwan Merazia Masal Mie Instant Buatan Indonesia" itu saat malam hari, sekitar jam sembilanan sepulang menjemput anak dari les abacus. Karena siang harinya saya tidak sempat buka-buka lagi hape. Cucian, beres-beres rumah dan siapkan makan siang dan malam serta pekerjaan lain sudah menjadi rutinitas yang menanti saya setelah mengantar anak sekolah.Â
Baru bisa buka internet lagi keesokan paginya. Hah? Saya terkejut. Bukan karena tulisan saya itu jadi HL, tapi saya banyak menerima pesan yang isinya bermacam-macam. Tidak hanya pesan secara pribadi, di kolom komentar tulisan terkait mie instant itu pun sudah menanti puluhan pertanyaan terkait mie apa yang dilarang di Taiwan itu? Â Saat menuliskannya saya memang tidak menyebutkan merk mie apa asal Indonesia yang dilarang di Taiwan itu. (seperti pada judul tulisan itu) Sungguh! Saya sempat bingung saat itu. Tidak mengira jika tulisan saya bisa buming dan mengundang banyak kontroversi.
Tulisan saya dibaca oleh lebih dari dua ratus ribu viewer, padahal saat itu anggota Kompasiana seperempatnya saja belum sampai. Saya sempat capek juga balasin semua komentar yang masuk lebih dari dua ratus komentar (sekarang di tulisan itu sudah diedit dan jadi nol komentar). Mengetahui saya banyak "diburu" orang melalui komentar dan pesan, teman saya yang seorang WNI dan pelajar di Taiwan membantu menjelaskan berita sebenarnya dengan menyertakan video pemberitaan di televisi Taiwan sehari setelah tulisan saya itu menghebohkan. Tulisan tambahan dari Blendi ini membuat saya lega, setidaknya saya tidak dicap lagi pembohong atau orang yang mau menjatuhkan perusahaan besar sekelas pemroduksi mie Indomie.
Tidak hanya itu, saya dihubungi admin Kompasianer terkait tulisan saya itu. Tidak berapa lama saya juga dihubungi oleh pihak yang mengaku dari stasiun televisi swasta besar di tanah air. Aih, saya seorang TKI ini jadi bahan pemberitaan rupanya? Namun karena hari-hari dipenuhi jadwal pekerjaan yang tidak henti, ditambah akses inetrnet yang terbatas, membuat saya tidak mengetahui banyak sejauh mana perkembangan pemberitaan itu di media di tanah air.
Hingga tiba-tiba saja saya mendapat undangan dari Kompasiana, untuk menerima penghargaan terkait tulisan saya yang sudah bikin heboh itu. Benarkah? Saya sungguh tidak percaya. Karena saya berada di Taiwan, saya minta kepada admin Kompasiana untuk memperbolehkan sepupu saya menjadi wakil saya. Akhirnya melalui pertolongan Pak Syaifudin Sayuti, saya mendapatkan foto-foto acaranya. Bukan hanya mendapatkan laptop berkat tulisan itu juga saya dapat teman baru, persahabatan dan persaudaraan yang semua itu tidak ternilai harganya.
Di ulang tahun Kompasiana ke 8 ini, maafkan saya tidak bisa memberikan tulisan-tulisan yang bermanfaat dan penuh gizi. Namun percayalah, saya beserta keluarga masih menjadi Kompasianer sejati. Meski banyak kendala, jika ada kesempatan kami tetap mengikuti serangakaian acaramu, Kompasiana... Dari pelosok Cianjur kami terus mengikuti pemberitaan-pemberitaan serta seluruh aktivitasmu. Berkat Kompasiana saya ditempa menjadi saya seperti saat ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H