Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ramadhan dan Pasar Tradisional Pagelaran

10 Juni 2016   14:01 Diperbarui: 10 Juni 2016   14:38 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jumat ini hari pasar di Pasar Pagelaran yang terletak di Desa/Kec. Pagelaran, Cianjur bagian selatan. Karenanya setelah solat subuh langsung berangkat menuju pasar tradisional Pagelaran yang jaraknya sekitar 500 meter dari rumah. Kalau tidak bergegas, bisa-bisa seperti hari Selasa kemarin, saya kehabisan sayuran yang dibutuhkan. Dan itu artinya, harus ekstra belanja ke pasar lain untuk memenuhi kebutuhan selama kurang lebih tiga hari ke depan. Kok bisa?

Hampir satu bulan, pasar tradisional di Desa/Kec. Pagelaran Cianjur dikosongkan. Dok. Pribadi
Hampir satu bulan, pasar tradisional di Desa/Kec. Pagelaran Cianjur dikosongkan. Dok. Pribadi
Ya, karena pasar tradisional di desa/kecamatan kami ini tidak buka setiap hari. Hari pasar di Pagelaran hanya ada dua kali dalam seminggu, yaitu hari Selasa dan Jumat. Itu pun saat ini kondisinya sangat "berceceran" karena lokasi pasar sebenarnya sudah dikosongkan tidak lama setelah bupati terpilih Irvan Rivano Muchtar dilantik Mei kemarin. Katanya pasar lama itu akan dibangun lagi menjadi lebih baik, tapi entah kapan bisa terealisasi karena sampai hari ini pasar lama masih dibiarkan terongok berantakan begitu saja. Karena dikosongkan, maka pedagang "berpindah" ke lapak sementara yang menempati halaman rumah warga di sepanjang jalan menuju kampung Tegal Kenanga, sekitar seratus meter jaraknya dari lokasi pasar lama.

Mau tidak mau yang berbelanja harus ekstra waktu karena harus mencari barang dagangan yang diinginkan di beberapa tempat yang belum diketahui. Dulu langganan penjual ayam potong berada di depan, kini entah dimana dan baru ketemu setelah berkali-kali bolak-balik, ternyata pedagang ayam potong itu membuka lapaknya di dekat lapangan bola volley warga. Begitu juga pedagang lainnya, masih sulit dicari karena satu sama lain mencari lapak kesukaannya masing-masing. Antara pedagang sayuran basah, barang kelontong dan pakaian semua membaur di sepanjang jalan kampung itu. Padahal, seandainya pasar itu untuk sementara berpindah saja ke Lapangan Desa Pagelaran yang cukup luas, mungkin bisa diatur lebih baik, blok mana tempat penjual pakaian, blok mana tempat penjual sayuran, dan sebagainya. Mungkin pembeli bisa langsung menuju lapak padagang yang diperlukan. Toh lapangan desa juga tidak jauh jaraknya dari lokasi pasar lama, hanya sekitar 300 meteran saja.

selokan depan rumah pun jadi lapak tempat jualan Dok. Pribadi
selokan depan rumah pun jadi lapak tempat jualan Dok. Pribadi
Yang lebih mencengangkan saat belanja hari Selasa kemarin adalah naiknya harga-harga sayuran. Mana sayurannya tinggal yang jelek-jelek karena kehabisan. Kalah oleh pembeli yang sudah lebih dahulu datang ke pasar. Padahal perasaan saya Selasa kemarin itu ke pasan tidak siang-siang amat. Jam enam pagi sampai di pasar, ternyata ayam potong saja sudah kehabisan. Sempat bingung mau belanja apa manakala sayuran tinggal sisa-sisanya saja sementara harga naik tidak terkira. Buncis dari harga enam ribu, menjadi dua belas ribu. Kentang dari sembilan ribu, menjadi dua puluh lima ribu. Wortel biasa beli satu kilo delapan ribuan, kini menjadi delapan belas ribu! Waduh! buat orang kaya uang berlimpah mungkin naiknya harga sayuran ini tidak masalah. Lah bagi ibu rumah tangga kaya saya, uang seraus ribu harus cukup untuk seminggu, mana bisa?

Penjual pakaian dan sayuran basah berada di lokasi yang sama, yang penting laku, kata penjualnya Dok. Pribadi
Penjual pakaian dan sayuran basah berada di lokasi yang sama, yang penting laku, kata penjualnya Dok. Pribadi
Itu baru sayuran saja. untuk daging dan ikan lainnya harga jauh melambung lagi. Daging sapi saya tidak melihat di pasar tradisional ini, entah memang tidak ada, atau sudah kehabisan. Karena biasanya, daging sapi itu ada dijual di pasar jika mendekati hari besar, dan ada bandar yang sengaja memotong sapi untuk dijual di pasar lokal. Daging ayam satu kilo Selasa kemarin belai seharga 34 ribu. Ikan segar, meski Pagelaran termasuk daerah pinggir, namun cukup sulit mendapatkan ikan segar di pasaran. Paling ada ikan air tawar seperti mas, yang biasanya dijual warga ngambil dari waduk Cirata atau Jangari di Cianjur bagian utara. Kalau ikan asin banyak, tapi harga melebihi dari daging ayam, bahkan ada ikan asin yang harganya per kilo delapan puluh ribu rupiah!

Hari pasar ini setelah muter sana muter sini akhirnya hanya bisa membawa pulang buncis, kentang, wortel, tomat masing-masing setengah kilogram, beserta daging ayam, jagung dan mentimun masing-masing 1 kg. Bukannya tidak mau belanja lebih, tapi uangnya kan masih untuk keperluan lain. Jika saja harga sayuran tidak melonjak tinggi, mungkin sisa uang masih bisa untuk membeli cabe keriting, dan bumbu-bumbu lainnya. Saya sedikit terselamatkan oleh tanaman di pekarangan. Biarlah untuk pemenuhan kebutuhan bumbu lain saya ambil di kebun yang memang sejak lama sudah menanam beberapa tanaman seperti cabe, kunyit, salam, serai, kencur. Kalau bawang merah dan bawang putih memang sudah beli agak banyak sekaligus sebelum Ramadhan tiba. Jadi masih ada stok di rumah.

Halaman rumah warga jadi lokasi berjualan. Dok. Pribadi
Halaman rumah warga jadi lokasi berjualan. Dok. Pribadi
Bukan saya saja yang mengeluhkan dengan naiknya harga-harga di bulan Ramadhan ini, tetapi hampir semua ibu-ibu di sekitar rumah juga mengeluhkan hal yang sama. Yah, mau gimana lagi, meski Pak Presiden di televisi menginstruksikan supaya harga-harga bisa diturunkan menjadi harga standar, tapi sudah seperti tradisi, kalau masuk bulan Ramadhan apalagi jelang Lebaran, harga-harga pasti naik melangit dan stok barangnya sulit.

Gas elpiji 3 Kg (melon) tuh pastinya. Sudah harga sampai di Rp. 25 ribu satunya, itu tabung gas yang barunya juga sulit didapat. dimana-mana bilang kosong. Padaal bulan biasanya si melon itu selalu menumpuk. Entah diumpetin kemana tuh, mungkin sengaja biar harga bisa dijual mahal kali ya? Ya harga 25 ribu juga terpaksa dibeli kan daripada tidak masak sama sekali? Emang sih bisa disiasati pakai kayu bakar di hawu, tapi kalau bulan puasa kan ya merasa ribet banget kalau mau sahur harus menyalakan api di tungku, mana musim hujan terus, kayu bakarnya juga basah semua. Wa, nangis duluan dech...

Lapangan dan halaman warga setiap selasa dan jumat berubah jadi pasar tradisional (dokpri)
Lapangan dan halaman warga setiap selasa dan jumat berubah jadi pasar tradisional (dokpri)
Mengapa setiap Ramadhan harga-harga selalu naik? Sudah tradisi dan kesempatan untuk aji mumpung kali ya... Setiap Ramadhan memang sudah jadi tradisi selalu saja harga sembako dan kebutuhan lain naik melambung tinggi. Buat pedagang, ini jadi ajang mengambil keuntungn kali ya? Tapi buat pembeli kaya saya, sebagai rakyat kecil hanya bisa menjerit karena serba sulit, disamping tak henti-hentinya menyenandungkan doa, semoga kondisi negara semakin baik, sehingga harga-harga bisa dikontrol dan perekonomian semakin baik. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun