Maghrib tiba, kekhawatiran rumah panggung yang kami tempati di Kampung Sindangkerta Rt 04 Rw 01 Desa/Kec. Pagelaran Kab. Cianjur, ambruk semakin besar. Namun bunyi kreyat-kreyot dari papan lantai yang diinjak puluhan anak-anak sedikitpun tidak mengurangi semangat mereka untuk belajar mengaji. Buktinya kian hari jumlah anak malah semakin nambah. Dari jumlah dibawah sepuluh, belasan, hingga kini mencapai 30 orang!
Melihat antusias anak-anak (yang didukung para orang tuanya) untuk mengaji di rumah membuat saya dan suami merasa semakin besar pula tantangan yang kami hadapi. Bagaimana tidak? Tanggung jawab kami kini bukan hanya sebatas hapalan alif ba ta, tetapi juga ahlak serta karakter baiknya.
Awalnya tidak terlintas sedikitpun bisa mengelola sebuah pondok pengajian anak. Kecuali dulu saya mempunyai keinginan mempunyai perpustakaan, atau taman bacaan yang berguna bukan untuk pribadi, tapi juga siapa saja yang membutuhkan.
Sejak kecil saya sudah senang membaca dan menulis. Semakin besar, kebiasaan itu semakin kuat. Apalagi saat bekerja di luar negeri, setiap majikan yang saya ikuti, baik yang di Singapura, Hong Kong maupun Taiwan, semuanya mempunyai perpustakaan pribadi, dan anak-anaknya semua gila baca!
Keinginan saya untuk punya taman baca semakin besar, manakala beberapa teman-teman buruh migran, sepulangnya ke tanah air mereka membuat perpustakaan/taman baca. Keinginan saya punya taman baca ini bukan karena ikut-ikutan semata, tetapi karena saya memang sudah sejak lama menginginkan koleksi buku bacaan saya bisa bermanfaat. Dan saya merasakan benar betapa pentingnya manfaat membaca bagi karakter serta pengembangan diri setiap individu. Saya pun mengumpulkan buku tidak hanya untuk bacaan dewasa, tetapi juga untuk anak-anak.
Harapan koleksi buku yang saya punya bisa dibaca banyak anak ini tumbuh subur manakala diboyong ke rumah mertua, ternyata suami memiliki murid mengaji walau jumlahnya saat itu masih bisa dihitung dengan jari tangan. Usia anak-anak ini beragam, mulai dari anak tiga tahun, sampai usia 12 tahun. Melihat itu bagi saya ini adalah sebuah peluang, maka berpikir keras bagaimana bisa supaya pengajian anak-anak yang dikelola suami berjalan dan buku bacaan yang saya koleksi pun bisa bermanfaat. Diskusi dan tukar pikiran dengan suami pun sering kami lakukan, mencari jalan bagaimana caranya supaya anak-anak senang mengaji dan gemar membaca.
![Sebagian koleksi bacaan Al Hidayah dari Pipiet Senja. Dok. Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/24/picsart2016-23-5-08-10-08-574471828c7e61100b649ecb.jpg?t=o&v=770)
![Belajar bacaan serta praktek ibadah. Dok. Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/24/picsart2016-22-5-14-43-56-574470003597738b091185cc.png?t=o&v=770)
![20160515-183909-574477f4729373ba0b3fcb1d.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/24/20160515-183909-574477f4729373ba0b3fcb1d.jpg?t=o&v=770)
Berbagai upaya pun dicoba. Mulai menerapkan metode belajar dan mengaji ala-ala kota yang saya dapat ilmunya dari pengalaman beberapa teman serta dari hasil pencarian di internet. Suami pun membuat jadwal belajar sehingga setiap malam dari magrib sampai setelah isya pelajaran yang didapat anak tidak hanya Mengaji Ilmu Tajwid atau hafalan rukun/rakaat sholat saja. Tetapi ada Ilmu Fikih, Ahlakul Karimah, Taman Baca, Praktek dan Ilmu Solat, serta wawasan kekinian seperti etika membuang sampah dan informasi lainnya.
![Seminggu sekali ada pengajian khusus. Fokus mendoakan kerabat yang sudah tiada. Jika ada salah satu anak yang berulang tahun, dengan kompak semua anak mengaji](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/24/picsart2016-23-5-08-12-04-574471ffd27a618b0f4996de.jpg?t=o&v=770)
Intinya kami menerapkan pedoman belajar di pondok ngaji ini tidak hanya menitikberatkan pada seputar mengaji dan ibadah saja, tetapi juga memperhatikan dasar-dasar pertumbuhan dan perkembangan anak. Seperti perkembangan moral, perkembangan fisik, daya pikir, daya cipta, sikap serta emosi, bahasa dan komunikasi, yang kesemuanya disesuaikan dengan usia anak.
![Biar kekinian, sekaligus menyambut tahun baru 2016 lalu sesekali anak-anak belajar dan membaca di pinggir sungai, belakang rumah. Dok. Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/24/20160221-091214-574472f93597731e091185dd.jpg?t=o&v=770)
![Membentuk karakter baik anak, dengan menginformasikan bahayanya membuang sampah sembarangan, termasuk kerusakan lingkungan dan dampak bencana. Dok. Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/24/20160221-092736-5744746a917a61f20ae9acd1.jpg?t=o&v=770)
![Bermain dan belajar. Merangkul anak-anak supaya menyukai dulu sehingga semangat belajarnya makin kuat. Dok. Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/24/20160221-093116-574475018c7e61320a649efb.jpg?t=o&v=770)
Pernah ada yang bilang, kenapa mengaji tidak diselenggarakan di mesjid atau madrasah saja? Alasan kami tetap menyelenggarakan kegiatan mengaji ini di rumah karena saya dan suami sebagai penanggung jawab sekaligus pengajar adalah bukan ustadz. Suami hanya menerapkan ilmu yang didapat saat belajar di PGSD Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIS) Bandung dan Ilmu Matematika dari Universitas Suryakencana, Cianjur. Itu saja yang menjadi modal kami berani mengajar anak-anak di rumah. Sementara sebagaimana tersiar diobrolan sesepuh dan warga kampung, yang berhak mengajar di mesjid/madrasah adalah sebaik-baiknya ustadz/ustadzah.
Meski bukan seorang ustadz dan pengajian di rumah sangat sederhana kami berniat terus menjalankan kepercayaan ini selama masih ada anak-anak datang ke rumah. Alhamdulillah, semakin hari semakin bertambah anak yang dititipkan orangtuanya. Daripada anaknya nongkrong tidak karuan, dan mulai kecanduan hal-hal yang belum tentu positif, mereka sudah mengerti jika mengaji itu lebih baik.
![Belajar ilmu fikih. Diakhiri dengan diskusi dan tanya jawab. Dok. Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/24/picsart2016-22-5-14-45-47-574475e5d27a61850f4996d8.jpg?t=o&v=770)
Meski bertempat di rumah, saya dan suami sedikitpun tidak meminta bayaran kepada anak-anak santri. Tidak ada istilah iuran listrik, atau iuran untuk membeli buku Iqra, buku bacaan baik islami atau umum, dan Kitab Suci Al Quran. Alhamdulillah semua itu dengan jalann-Nya selalu bisa dipenuhi.
Keresahan saya dan suami adalah saat melihat antara santri laki-laki dan santri perempuan belum bisa dipisah. Kedepannya semoga ada jalan supaya bisa memisahkan mereka karena ada sebagian dari santri yang sudah baligh. Harapan saya cukup tinggi, jika ada rezeki ingin membeli tanah, membangun gedung untuk madrasah terpisah antara anak laki-laki dan anak perempuan, dan membeli peralatan kegiatan belajar mengajar yang lebih komplit supaya pondok mengaji kami ini benar-benar menjadi Pondok Ngaji Kekinian. Amin...
![Antara santri dan santriawati masih membaur karena kondisi tempat. Semoga kedepannya bisa](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/24/20160513-175839-57446d8bd27a61630e499716.jpg?t=o&v=770)
![Tidak hanya belajar menulis Hijaiyah, anak-anak juga belajar mengarang bebas untuk latihan. Dok. Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/24/picsart2016-22-5-15-40-55-57446e95d57e61b20af83807.png?t=o&v=770)
![picsart2016-22-5-15-37-45-574476cc707e61070b4b3217.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/24/picsart2016-22-5-15-37-45-574476cc707e61070b4b3217.jpg?t=o&v=770)
![635923286770265420-5744777f159373e4080843a2.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/24/635923286770265420-5744777f159373e4080843a2.jpg?t=o&v=770)