Aku sedang tidak bermimpi
karena saat disakiti, tetesan hangat langsung menganak sungai
Tapi aku rasa seperti mimpi, manakala dengan tegas kau telah menyakiti
mencampakan aku dan tidak menoleh lagi
Â
Mimpi kita berjalan bergandengan tangan harus terhapus penyesalan
Bayangan indah bermesraan hancur berkeping berantakan
Semua musnah karena amarah yang membuncah
Segenap kasih raib menjelma dendam dan keluh kesah
Â
Hari baik bulan baik dan kesempatan untuk berbuat baik sudah tidak lagi diindahkan
Egois dan kesombongan telah menghancurkan pundi-pundi amal yang susah payah dikumpulkan
Tidak ada lagi rasa percaya
Buta
Â
Siapalah diri jika melihat sekujur tubuh hanya penuh dengan cemoohan
Tanpa ada harga tiada sedikitpun kemilau yang menyejukan
Perkataan orang baik, siapapun itu tidak lagi jadi acuan
Aku, hanya aku dan akulah nomor satu yang pantas untuk didengarkan
Â
Jika saja sepasang mata bening yang tak berdosa itu tiada
Jika saja jemari lentik lembutnya tidak lagi memerlukan uluran
Aku pastikan sudah menerjang melawan
Aku tidak mau diam. Aku punya perasaan!
Â
Â
Pagelaran, jelang akhir bulan enam
Tulisan ini dibuat saat selepas tarawih (kok) kelaparan...
   Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H