Air di Cianjur Riwayatmu Kini...
Kian hari kian gencar dicanangkannya program-program bertema hijau (go green). Mulai dari menanam pohon atau dibuatnya taman kota, adanya program daur ulang, gerakan bersepeda, sampai penggunaan produk yang ramah lingkungan.
Air yang dapat dikonsumsi oleh manusia hanya berkisar 2,5% dari total air dunia. Dari 2,5% tersebut hanya 29,9% berupa air tanah yang dapat dikonsumsi oleh manusia. (KIPRAH, vol 61/tahun XIV/Maret-April 2014).Padahal tentu saja manusia butuh air bukan hanya untuk minum. Meningkatnya pencemaran air dan lingkungan, menyebabkan krisis air bersih dan ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi manusia ke depannya.
Instruksi Presiden No. 13 tahun 2013 tentang Penghematan Energi dan Air dan Pedoman Pelaksanaannya yang diatur dengan Peraturan Menteri ESDM No. 12-15 tahun 2012 belum bisa direalisasikan. Buktinya, riset Direktorat Konservasi Energi Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa bangunan perkantoran BUMN dan pemerintahan di Indonesia justru masih memegang rekor tergolong boros energi dan air. (KIPRAH, vol 61/tahun XIV/Maret-April 2014).
Padahal gedung dan perkantoran di ibukota sudah diupayakan penghematan air. Diantaranya melalui pengelolaan air bersih sistem daur ulang STP (Sewage Treatment Plant) dimana memanfaatkan lagi air bekas yang diolah hingga jadi bersih dan dapat dipakai lagi, menggunakan meteran air dan pemasangan keran hemat air demi tercapainya konsep green building.
Sementara itu di daerahku, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), baru-baru ini membuka program pemasangan baru air bersih untuk warga secara masal ke daerah Cianjur bagian selatan. Sebuah kenyataan yang mana dahulu hal tersebut sepertinya tidak mungkin terjadi.
[caption id="attachment_362958" align="aligncenter" width="300" caption="Kantor PDAM Cabang Sukanagara Cianjur Selatan. (semua foto dok pribadi)"][/caption]
Ya, bagaimana tidak. Cianjur adalah sebuah kabupaten yang terkenal dengan beras pandanwanginya. Itu menandakan Cianjur alamnya subur, sawah melimpah, perairan lancar dan normal. Konon Cianjur berasal dari kata cai (bahasa Sunda yang artinya air) dan manjur. Dalam arti lain bisa diharfiahkan Cianjurartinya air yangmanjur, air yang mujarab. Sepertinya sebuah hal tidak mungkin jika warga Cianjur kekurangan persediaan air. Untuk apa berlangganan air jika air selokan saja sangat jernih dan bersih.
Saat aku kecil, masih terekam dalam ingatan jika para petani berani meminum air langsung dari parit. Begitu juga kaum ibu-ibunya yang mengantarkan makan untuk para pekerja di sawah, memetik lalapan dari galengan (jalan diantara sawah) dan mencucinya di air parit lalu memakan lalapan mentah itu tanpa takut sakit perut atau sangsi air tidak higienis. Jadi adalah sebuah hal yang sia-sia jika harus membeli air jika alam Cianjur saja telah menyediakannya dengan melimpah, bukan?
Tapi semua itu dulu. Karena sekarang, semua telah berubah. Beras pandanwangi mulai sulit ditemui karena lahan sawah mulai berganti menjadi lahan industri. Kalaupun masih ada sawah yang tersisa, petani memilih menanam padi jenis lain yang lebih cepat dipanen dan lebih cepat menghasilkan.
Air yang mengairi sawah sudah tidak normal lagi. Petani lebih banyak menggantungkan kehidupan padinya kepada air hujan yang saat ini musimnya pun sangat sulit diprediksi. Parit lebih sering mengering dan justru terisi penuh oleh ongokan sampah. Jika ada air mengalir pun, warnanya keruh, berminyak dan kadang menimbulkan bau.
[caption id="attachment_362961" align="aligncenter" width="300" caption="Jembatan Sungai Cikadu, Kec. Pagelaran jadi tempat pembuangan sampah "]
![14301021641465576629](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14301021641465576629.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
[caption id="attachment_362962" align="aligncenter" width="300" caption="sampah plastik jadi pengisi sungai, parit dan selokan. Lokasi Sungai Cikadu, Kec. Pagelaran"]
![14301022331610355403](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14301022331610355403.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
Air sungai dan selokan di Cianjur memang belum sehitam dan sebau di sungai pemukiman kumuh ibu kota. Namun warga Cianjur harus berpikir seribu kali jika akan mengonsumsinya. Jika air itu untuk padi saja hasilnya tidak bagus, bagaimana untuk organ tubuh manusia?
Kenapa semua ini bisa terjadi?
Kita tidak perlu menyalahkan siapa-siapa. Tapi coba pikirkan saja dulu, kenapa sawah tergerus dan berganti bangunan pabrik yang justru menghasilkan limbah dan polusi? Kita pikirkan lagi, apakah warga Cianjur merasa nyaman jika di sepanjang jalan dan depan rumahnya setiap hari menumpuk kantung-kantung plastik berisi sampah rumah tangga? Sementara saya yang hanya lewat saja, merasa risih dan sangat prihatin melihatnya.
[caption id="attachment_362966" align="aligncenter" width="300" caption="Tumpukan sampah di depan rumah warga, Jl Dr. Muwardi, kota Cianjur"]
![14301023451514541830](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14301023451514541830.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
[caption id="attachment_362972" align="aligncenter" width="300" caption="sampah bertebaran, lokasi Kota Cianjur"]
![143010243131824246](https://assets.kompasiana.com/statics/files/143010243131824246.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
[caption id="attachment_362975" align="aligncenter" width="300" caption="meski pada waktunya sampah akan diangkut oleh petugas, tapi pemandangan ini tidak sedap dilihat apalagi lokasi di sebuah jalan raya di kota Cianjur"]
![1430102561693088985](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1430102561693088985.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
[caption id="attachment_362976" align="aligncenter" width="300" caption="sampah minggu pagi depan ruko di kota Cianjur"]
![14301026832130895748](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14301026832130895748.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
[caption id="attachment_362978" align="aligncenter" width="300" caption="sedih jika anak bertanya: Ibu itu sampah ya? kok tidak dibuang? Lokasi Kota Cianjur"]
![14301027842115492715](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14301027842115492715.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
[caption id="attachment_362979" align="aligncenter" width="300" caption="jika hujan datang, selokan mampet karena sampah plastik. Lokasi kota Cianjur"]
![14301028851885435503](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14301028851885435503.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
Mungkin mereka yang membuang sampah sembarangan tidak (atau belum) merasakan dampaknya. Tapi lihat sungai yang dipenuhi sampah, perhatikan air yang keruh dan berminyak itu. Tidakkah kita bersedih melihat tanda-tanda para petani dan warga kesulitan mendapatkan air bersih?
Mungkin juga warga akan membuang sampah langsung kepada tempatnya jika memang tersedia dan lokasinya mudah dijangkau. Sementara di Cianjur, TPS berada di Kec. Cilaku, kota Cianjur. Jika ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS) berjarak dua jam perjalanan dengan kendaraan, warga tidak ada pilihan lain selain membuang sampah ke kali dan selokan. Berharap air hujan akan membawa hanyut sampah. Atau hanya menumpukkannya di suatu tempat agar si petugas sampah lebih mudah menganggkutnya.
[caption id="attachment_362984" align="aligncenter" width="300" caption="TPS Kab. Cianjur, di Pasir Sembung Cilaku"]
![1430103108730107734](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1430103108730107734.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
[caption id="attachment_362986" align="aligncenter" width="300" caption="di TPS ini sampah dipisah. Organik dibuat pupuk/pakan ternak, plastik dipilah lagi untuk daur ulang"]
![1430103200450686735](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1430103200450686735.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
[caption id="attachment_362991" align="aligncenter" width="300" caption="sampah dari kota datang, baru kemudian dipilah para pemulung. Bukan dipilah oleh warga yang membuang sampah sebelum membuangnya"]
![14301034761275299039](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14301034761275299039.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
[caption id="attachment_362994" align="aligncenter" width="300" caption="berlatar Gunung Gede yang puncaknya tertutup awan, para petugas di TPS dan pemilah sampah sibuk bekerja. Apakah warga Cianjur peduli dengan pemisahan sampah basah dan kering ini?"]
![14301036291696635471](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14301036291696635471.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
Akhirnya air tanah makin hari makin kalah oleh tumpukan sampah. Cadangan air bersih terhalang oleh limbah plastik yang sulit terurai. Sementara hutan dan bukit tempat tumbuh pohon besar sebagai cadangan air lahannya semakin habis karena penebangan lalu dibuat ladang warga. Kalaupun ditanam kembali perlu waktu tidak sebentar untuk menormalkan fungsinya.
[caption id="attachment_362996" align="aligncenter" width="300" caption="bukit semakin habis. pohonnya ditebang dibuat lahan warga. Lokasi Ciawitali, Kec. Sukanagara"]
![1430104009717301167](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1430104009717301167.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
[caption id="attachment_362997" align="aligncenter" width="300" caption="cadangan air habis, warga kekurangan air bersih. air PDAM pun harus bergiliran. Lokasi Kec. Sukanagara"]
![14301040911993139921](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14301040911993139921.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
Mau tidak mau warga Cianjur Selatan yang sebenarnya wilayahnya belumlah kumuh-kumuh amat ini juga harus mau menerima program PDAM yang masuk pedesaan. Dulu mungkin orang menertawakan jika ada tetangga membeli air untuk minum. Tapi kini, membeli air untuk minum itu sudah menjadi kebutuhan. Meski sebagian masih ada yang karena gaya hidup saja.
Tapi adanya program PDAM masuk desa ini ternyata belum juga menjadi sebuah solusi bagi permasalahan kurangnya air bersih untuk pemenuhan kebutuhan warga. Meski sumber mata air untuk Kecamatan Sukanagara saja sangat melimpah dan terletak masih di wilayah kecamatan yang sama, air PDAM ke rumah warga tidak selalu lancar mengalir. Begitu pula keluhan warga di Kecamatan Tanggeung, Pagelaran dan kecamatan sekitarnya.
[caption id="attachment_362995" align="aligncenter" width="300" caption="Jalan Raya menuju Cianjur Selatan, jadi tempat pembuangan sampah plastik. Sulit terurai, jika hujan, selokan tersumbat. Lokasi Kec. Cibeber"]
![1430103864928994758](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1430103864928994758.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
Dalam jangka waktu satu bulan saja bisa berapa hari air tidak mengalir. Petugas PDAM bilang penyebabnya bisa karena ada perbaikan atau pemasangan baru, dan adanya giliran aliran air. Dengan adanya sistem aliran air bergilir ini apa itu artinya cadangan air PDAM tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan warga sekaligus?
Beruntung untuk warga yang punya torn atau bak penampung air bersih. Jika tidak, terpaksa pekerjaan rumah tangga tertunda sampai air mengalir dan untuk kebutuhan makan minum. Air galon pun jadi pilihan.
Sayangnya, maraknya air minum isi ulang yang memang sangat murah itu tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Namun apa daya warga tetap membeli air galon yang bermerk Aqua --meski tahu isinya bukanlah produk Aqua asli-- daripada menggunakan air sumur di rumah yang keruh dan berminyak.
Harga air isi ulang memang lebih murah daripada air galon produksi Aqua. Itu sebabnya warga memilih air isi ulang sebagai alternatifnya meski warga tahu mengkonsumsi air isi ulang tanpa dimasak lagi itu mempunyai banyak resiko. Padahal banyak sekali batita dan anak-anak yang mengkonsumsi air minum galon isi ulang abal-abal itu baik untuk minum dan campuran membuat susu formula.
Karena merasakan harga air bersih Aqua per galon itu sangat berarti, terhadap anak dan anggota keluarga besar aku sangat menerapkan disiplin yang tinggi untuk tidak menghambur-hamburkan air minum di rumah.
Sejak anak tumbuh gigi dan memperkenalkannya cara menggosok gigi, aku sekaligus mengajarkan kepadanya untuk menggunakan gelas kumur saat menggosok gigi. Maksudnya ya untuk menghemat air galon Aqua karena anak belum bisa berkumur dengan benar dan masih menelan air kumur-kumur yang seharusnya dibuang.
Suami pun jika akanmencuci kendaraan selalu membawa kendaraan ke tempat pencucian di pinggir sungai Cijampang. Kalau dicuci sendiri di rumah, adakala keinginan untuk menggunakan air bersih terus menerus, meski kendaraan sudah cukup bersih. Atau jalan lainnya jika ingin mencuci sendiri di rumah mencuci kendaraan cukup dengan air sumur atau air hujan saja, bilasan terakhir baru dengan air bersih dari PDAM.
[caption id="attachment_363148" align="aligncenter" width="300" caption="Bukit tempat pohon tumbuh dijadikan lahan bisnis. Pasir dan batunya dijualbelikan. Cadangan air pun hilang. Lokasi Kec. Cibeber."]
![14301346701189148235](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14301346701189148235.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
Meski pemerintah kabupaten Cianjur gencar mengkampanyekan larangan buang sampah ke sungai, warga di Sukanagara dan Pagelaran tetap keukeuh banyak yang buang sampah ke sungai. Menjadi PR buat kami yang merasa peduli alam serta lingkungan untuk terus menginformasikan supaya meminimalisir pembuangan sampah plastik ke sungai. Memilah sampah antara sampah organik dan non organik pun terus kami sampaikan. Alhamdulillah, paling tidak anak-anak tetangga yang mengaji di rumah sudah bisa membedakan mana sampah organik dan mana non organik. Sampah busuk dimasukan ke lubang yang dibuat di halaman dan atau kebun, sementara sampah plastik dipilah untuk slanjutnya dibakar dan atau dijual ke pengepul.
Tidak membuang sampah sembarangan dan memilahnya lebih dulu, tidak boros dalam menggunakan air bersih, memberikan informasi pada anak-anak tentang persediaan air bersih di bumi yang semakin sedikit, tentang bahayanya penebangan hutan tanpa penanaman kembali, dengan belajar semua itu secara tidak langsung kita telah menjaga pelestarian air. Melalui hal kecil dan bersifat pribadi di rumah tersebut berharap kedepannya bisa menjadi terobosan besar dalam upaya melestarikan air.
Untuk memulihkan kelestarian hutan sebagai cadangan air itu memang tidak bisa dilakukan secara individu apalagi instant. Kita pun tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah atau instansi terkait untuk membereskan semua itu. Jadi lakukan saja apa yang bisa kita (dan keluarga) lakukan lebih dulu. Perilaku, kebiasaan, kedisiplinan dan kesadaran dari setiap individu sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program penghematan air ini.
Perilaku hemat dalam penggunaan air sering dianggap hal remeh namun sebenarnya berdampak sangat besar jika dapat dilakukan setiap hari, baik di rumah maupun gedung perkantoran. Dengan demikian paling tidak kita sudah peduli dan ada niat untuk ikut melestarikan cadangan air di bumi yang kian hari kian menipis ini. (Ol)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI