Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lomba Cerpen dan Kerja Bakti

3 Maret 2012   02:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:35 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Judulnya sangat fantastik: LOMBA CERPEN. Tapi setelah dibaca keseluruhan postingannya tidak lebih sekedar 'sejenis' audisi menulis dengan tema tertentu yang nantinya karya terpilih akan dibukukan secara indie. Tidak ada reward atau hadiah yang cukup menggiurkan selayaknya kemeriahan judul awal yaitu lomba cerpen. Yang ada hanya informasi kalau para kontributor nantinya akan mendapat buku, piagam, dst. Malah justru ada yang terang-terangan mengatakan penulis tidak mendapat buku tanda jadi, penulis tidak menerima royaliti karena buku akan diterbitkan secara indie.

Fenomena yang saat ini marak dan bisa dibilang sudah membumi bagi Facebooker yang sering mencari informasi seputar dunia literasi. Hal tersebut tentu saja  diperbolehkan, tidak ada larangan. Apalagi untuk penulis pemula yang bisa menjadikan penerbitan karya seperti itu sebagai batu loncatan, pembelajaran, dan menambah wawasan baik ilmu maupun pertemanan. Dengan adanya naskah kita yang sudah diterbitkan, walaupun dengan biaya sendiri dan sistemnya antologi (keroyokan) tapi kesannya luar biasa. Berhasil menerbitkan buku, keren kan?

Yang menjadi sorotan adalah apakah even tersebut benar-benar menjembatani para penulis pemula untuk berkarya atau hanya sekedar even mencari keuntungan penyelengara 'lomba'?

Pernah dengar kisah yang dipublish oleh penulis buku "Cara Dahsyat Menjadi Penulis Hebat" dan "Menerbitkan Buku Itu Gampang" Bapak Jonru Ginting di website serta milis kepenulisannya? Mengisahkan sebelum Facebook menjamur seperti sekarang, ada panitia yang mengumumkan lomba dan mempublishnya di dunia maya. Oleh para penulis awam tentu saja hal itu disambut baik apalagi dalam informasi lomba itu selain memberikan hadiah cukup menggiurkan juga menyatakan karya akan diterbitkan oleh penerbit mayor ternama. Luar biasa pokoknya.

Namun setelah ditelusuri kebenarannya, ternyata panitia itu fiktif! Dapat dibayangkan bagaimana nasib karya yang telah terkirim? Ada kemungkinan karya yang masuk mengalami sedikit perubahan, dirubah dan dipoles pada bagian-bagian ternetu dan diakui sebagai naskah milik/hasil karya mereka. Diterbitkan dengan judul lain, dengan keuntungan yang mereka raup secara pribadi. Sementara si pengirim naskah yang asli hanya bisa gigit jari. Mau mempertanyakan karya yang sudah dikirimnya tidak bisa karena alamat serta informasi dalam informasi lomba tersebut semua palsu.

Kembali kepada even 'lomba' yang marak di catatan Facebook, yakin tidak separah kisah yang telah digambarkan di atas. Facebooker yang menjadi panitia lomba kan teman, sudah kenal dan sering menjadi kontributor dalam antologi yang telah diterbitkan. Intinya bukan fiktif dan tidak mungkin menipu. Hanya saja kalau boleh memberikan tanggapan, even seperti 'lomba' yang marak di catatan Facebook itu pantasnya bukan sebagai even lomba, melainkan audisi antologi. Saya pribadi menyebutnya sebagai even kerja bakti!

Mengikuti atau tidak even kerja bakti itu, semuanya kembali kepada Facebooker penulis. Tidak ada larangan kok, untuk 'membantu' kontak. Justru saya salut kepada peserta yang sudah meluangkan waktu, menyempatkan online, menguras ide demi terciptanya naskah sesuai dengan 'permintaan' si panitia kerja bakti, dan mengirimkannya juga meski si penulis tahu naskahnya itu kalau terpilih tidak akan mendapatkan royaliti. Anggapan mereka sebagai bentuk ibadah atau proses pembelajaran menulis perlu kita apresiasi dan sesuatu yang luar biasa. Biar saja.

Karena kalau mereka 'sudah menjadi penulis' pasti akan bisa memilih. Memilih even/lomba kepenulisan yang benar-benar kredibel dan sesuai dengan kemampuan. Memilih proses pembelajaran menulis yang baik dan benar seperti ikut workshop, ikut sekolah menulis, masuk di group kepenulisan dan atau mempubliskan karya di dunia maya, lalu meminta saran, masukan serta kritik dari penulis senior untuk perbaikan karya selanjutnya. Bukan dengan mengikutsertakan naskah dalam even kerja bakti yang tidak memberikan kontribusi bagi penulis pribadi dan dunia literasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun