Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Paling Seru Event Kreatif Ancol Peduli: Melirik (Bocah) Sekitar yang Seumur Hidup Tak Mungkin Terbeli Tiket

28 Januari 2012   17:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:20 1768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ide ini terbersit saat tengah bulan Januari lalu aku dan beberapa orang teman berkunjung ke sebuah rumah tempat anak-anak kurang mampu belajar dan bersosialisasi di wilayah perkampungan nelayan Cilincing, Jakarta Utara. HOME (House of Mercy) yang sudah sedikit saya kupas pada tulisan saya sebelumnya di sini ; demikian nama rumah tempat belajar anak-anak tersebut namanya. Home adalah sebuah wadah yang berdiri untuk menjangkau, melayani, mendidik, membidik, memanusiakan dan mendeligasikan generasi muda dan mereka yang masih berusia dini, yang hidup dalam garis kemiskinan dan tinggal di daerah kumuh serta menjadi solusi bagi masyarakat yang hidup dalam keterbatasan. Tempat kumuh dan miskin merupakan lahan subur lahirnya anak jalanan, pengamen, preman, pengangguran dan tindak kriminal. Dalam naungan HOME yang dulunya berada di bawah pimpinan Dewa Klasik Alexander (sekarang dipegang Mbak Yudith dan David) bersama segenap staff pengajarnya HOME berinisiatif memberantas generasi muda buta huruf. Langkah HOME dimulai dengan mengajarkan mereka membaca dan menulis serta mengadakan les bagi anak usia balita dan sekolah. HOME juga mengajarkan keterampilan dan wiraswasta, agar kelak mereka paham, bahwa setelah mendapatkan pendidikan mereka juga harus bekerja dan berusaha. [caption id="attachment_158303" align="aligncenter" width="300" caption="Rumah-rumah para peserta didik di pinggir kali depan HOME (Dok. Pribadi)"][/caption] HOME mendapatkan biaya untuk segala keperluan anak-anak yang jumlahnya sekarang mencapai lebih dari 500 anak yang memerlukan bantuan itu berasal dari pekerja dan donatur yang tidak menentu. Bahkan semua staff pekerja yang terlibat dalam pendidikan di HOME dengan visi dan misinya yaitu memberi rumah dan keluarga bagi generasi muda ini, sama sekali tidak bergaji alias sukarela. Tepat pada hari ulang tahun HOME yang ke-3 pada tanggal 14 Februari 2012 ini, Mbak Yudith bilang HOME akan sedikit mempercantik taman kecil yang berada di depan sekolah HOME. Beberapa hari sebelumnya direncanakan staff HOME beserta anak didik akan dikerahkan untuk ikut bekerja bakti membersihkan taman yang letaknya di pinggir kali dekat pemberhentian angkutan kota. Pas di bawah jalan layang. "Anak didik kita tak pernah merasakan rekreasi sebagaimana wajarnya. Hanya taman ini yang menjadi sarana hiburan mereka. Puas tidak puas." Jelas Mbak Yudith. Jika ada anak didik yang berulang tahun. Sebagai keluarga besar, staff HOME merayakan kecil-kecilan sebuah pesta ulang tahun yang teramat sederhana. Taman kecil yang gersang dan sempit itu pula lah yang menjadi sarana hiburan dan keceriaan mereka. Saat itu ada teman yang iseng bertanya kepada anak didik yang sedang bermain di taman itu. Bertanya apa yang mereka paling inginkan, jawaban mereka sangat diluar dugaan: main ke Ancoool... katanya serempak. Mbak Yudith hanya melengos dan berusaha menjaga keharuannya. Walau ia yakin keinginan anak-anak didiknya itu tak mungkin untuk bisa dipenuhi, tapi siapa tahu kuasa Tuhan memberikan keajaiban sehingga keinginan polos anak-anak tak mampu itu bisa tercapai. "Kita berdoa saja ya adik-adik, semoga Tuhan memberi jalan pada kita hingga berkesempatan bisa main ke Ancol tempat yang kalian idam-idamkan." Ujar Mbak Yudith mencoba memberikan jawaban kepada anak didiknya. [caption id="attachment_158304" align="aligncenter" width="300" caption="Taman kecil depan HOME, bawah jalan layang (Dok. Pribadi)"]

13279852141015731621
13279852141015731621
[/caption] Aku bersama teman-teman yang menyaksikan hanya bisa terdiam. Merasakan bagaimana gejolak anak-anak yang memang pada masanya itu haus akan hiburan dan rekreasi. Anak-anak yang terlahir dengan perekonomian yang terbatas itu sama sekali tidak bersalah. Mereka sesungguhnya tidak bisa memilih atau tidak bisa menolak untuk terlahir sebagai anak yang tak mampu. Tapi mereka juga punya hak hidup dan hak merasakan kebahagiaan masa kecilnya, kan? Bukankah fakir miskin dan anak terlantar itu dipelihara oleh negara? Itu lah tanggung jawab kita yang terbilang mampu untuk bisa berempati dan berbagi. Karena jika kita bergantung pada negara, entah kapan dan belum tentu hal itu bisa terbukti nyata. Tidak cukup hanya merasakan bagaimana perasaan kakak-kakak pembimbing yang harus banting tulang mencari cara supaya keinginan anak-anak didiknya itu terkabul, tapi juga berusaha mengambil tindakan dan ambil langkah nyata. Karena itu saat aku membaca berita Ancol Peduli Salurkan Bantuan Korban Kebakaran Di AncolBarat, terbersit pikiran kenapa tidak diadakan juga ide Ancol Peduli: Melirik (Bocah) Sekitar yang Seumur Hidup Tak Mungkin Terbeli Tiket...? Anak jalanan di sekitar Ancol khususnya dan wilayah Jakarta pada umumnya itu teramat banyak. HOME hanya setitik tanda naungan dari begitu luasnya dari hamparan peta kemiskinan dan ketidakmampuan. Ibarat anak ayam mati di lumbung padi, Taman Impian Jaya Ancol yang lokasinya begitu dekat di depan mata namun teramat mustahil untuk mereka masuki. Anak-anak malang yang hanya bisa membayangkan betapa mewah dan meriahnya jika bermain di Ancol hanya lewat iklan di TV, media cetak dan spanduk-spanduk yang berkibar sepanjang jalan. Aku lihat dari tahun ke tahun peluang bisnis Ancol makin meningkat. Dengan mengintegrasikan pengembangan kawasan melalui industri kreatif, Ancol menjadi kawasan properti, resor dan rekreasi modern dan terlengkap, yang tidak sekedar membidik pasar domestik (wisatawan domestik), tapi juga pasar internasional (wisatawan manca negara). Disaat gaung Ancol go internatonal, tidakkah hati kita trenyuh saat mengetahui ternyata masih banyak bocah-bocah warga sekitar yang meleleh air liurnya saat membayangkan betapa asyiknya bermain di Taman Impian Jaya Ancol? Ya, mereka hanya bisa ngidam main ke Ancol. Karena jangankan untuk membeli tiket masuk Ancol yang harganya mencapai ratusan ribu rupiah, untuk kebutuhan sandang dan pangan saja mereka pas-pasan bahkan tidak ada. Untuk berobat saat mendapat kecelakaan saja mereka masih kesusahan. Mereka anak-anak jalanan itu jangankan dapat mencicipi makanan lezat di Segarra, Le Bridge, atau Jimbaran Resto dan tempat-tempat elit lainnya yang terdapat di Taman Impian Jaya Ancol, untuk membeli jajan pasar setiap hari saja belum tentu punya. Aku tahu Ancol telah menerapkan berbagai ide kreatif yang bisa menarik pengunjung domestik maupun asing. Ancol juga telah banyak bersosialisasi dengan berbagai kalangan guna memperluas jaringan dan promosi, mulai dari Ancol Peduli, Ancol Berbagi, Ancol go green, Ancol memberikan santunan dan mengadakan tabligh akbar, bahkan mungkin berbagai even tentang Ancol yang tidak pernah diketahui publik. Jika hal tersebut saja bisa direalisasikan, tak menutup kemungkinan Ancol juga bisa mengabulkan keinginan para anak jalanan yang mau merasakan kemewahan dan segenap fasilitas di Taman Impian Jaya Ancol. Pernah melihat tayangan Kick Andy? Ancol telah memberikan rekreasi gratis untuk anak di daerah yang waktu itu sebagai obyeknya Kick Andy. Lalu apakah anak-anak jalanan khususnya yang tinggal di daerah Jakarta Utara harus lebih dahulu meloby Kick Andy untuk bisa mendapatkan rekreasi gratis dari Ancol seperti anak-anak daerah itu? Jika permainan yang identik dengan kemewahan itu sangat digandrungi anak-anak, bisakah kita mengusahakan "kemewahan" serupa yang bisa kita jangkau diluar Ancol? Tulisan ini semoga bisa menjadi penyambung antara pihak Ancol dengan pihak terkait lainnya, khususnya mereka yang peduli kepada cita-cita anak tidak mampu yang bertebaran di sekitar Jakarta Utara dan sekitarnya. Mungkin kedepannya ada yang bersedia membuat proposal sehingga ada sarana dan prasarana yang bisa memberi fasilitas piknik ke Ancol, atau dari Ancolnya sendiri yang memang punya program satu hari dalam sebulan berbagi dengan sesama. Dengan memberikan jatah bergilir kepada anak yang tidak mampu di wilayah tertentu manajemen ancol tidak akan rugi hanya dengan meluangkan satu hari dalam satu bulan. [caption id="attachment_158305" align="aligncenter" width="300" caption="Penulis, Mbak Yudith serta Peichi mendampingi anak didik yang tertabrak setelah berobat (Dok. Pribadi)"]
1327985419212014032
1327985419212014032
[/caption] Ancol tidak perlu memberikan kesempatan kepada anak jalanan untuk bisa masuk Ancol secara masal, paling tidak berikan kesempatan kepada anak-anak jalanan/tidak mampu yang di sekolahnya berprestasi. Selain menjadi motivasi bagi mereka untuk bisa berprestasi dan belajar semaksimal mungkin, jika mereka pintar bukankah jalan untuk mendapatkan beasiswa bagi mereka juga dengan mudahnya bisa diajukan? Pun tidak perlu rutin. Paling tidak cukuplah pada hari-hari tertentu, saat liburan sekolah misalnya, sehingga para anak jalanan yang tidak mampu tak akan merasakan iri hati saat anak-anak orang kaya bisa berlibur di Ancol kalau pada saatnya mereka juga mempunyai kesempatan. Untuk terealisasinya program ini, pihak Ancol bisa bekerja sama dengan pihak sekolah khususnya dalam menyaring siapa saja anak jalanan yang tidak mampu dan benar-benar berprestasi (layak mendapatkan kesempatan main ke Ancol). Aku rasa pihak sekolah akan senang hati bila diajak bekerja sama untuk mensukseskan program ini. Bisa saja anak-anak jalanan yang terpilih bisa masuk Ancol itu di dalam Ancol sana juga diarahkan. Misal bermain sambil memungut sampah secara masal, atau memilah sampah mana yang bisa didaur ulang mana yang tidak. Mana sampah organik dan mana sampah bukan organik. Kegiatan ini pasti seru dan secara tidak langsung menularkan semangat cinta kebersihan kepada pengunjung Taman Impian Jaya Ancol lainnya. [caption id="attachment_158306" align="aligncenter" width="300" caption="Salah satu kelas di HOME. Anak tak mampu sedang belajar layaknya bersekolah. (Dok. Pribadi)"]
13279856291960926709
13279856291960926709
[/caption] Syukur-syukur dan lebih seru pihak Ancol bisa memberikan tiket gratis buat mereka, tapi kalau pun hal itu terlalu memberatkan, mungkin pemberian diskon bisa juga dipertimbangkan. Jangan sampai generasi muda yang kurang beruntung di sekitar Taman Impian Jaya Ancol itu menggigit jari selamanya. Kalau jalan itu masih terlalu mahal untuk pihak Ancol, bagaimana kalau Ancol memberikan sumbangan sarana bermain untuk anak-anak jalanan yang tidak mengenyam sekolah. Seperti taman kecil di depan HOME yang hanya berisikan beberapa ayunan (itu pun sudah rusak), dua seluncuran dan satu arena panjat anak. Untuk anak yang disekolahkan, mungkin taman bermain seperti itu sudah tidak asing lagi. Tapi bagi anak jalanan yang tidak sekolah, taman kecil itu menjadi sarana hebat di mata mereka. Anak-anak jalanan di wilayah Cilincing Khususnya pasti akan bergembira dan main seru-seruan jika saja fasilitas bermain yang sederhana itu ditambah dengan yang baru dan lebih bervariasi. Yah, cukup safilitas mainan yang terjangkau saja, karena tidak mungkin sekelas tornado , halilintar atau bianglala disumbangkan Ancol untuk taman sekecil itu. Dengan Ancol Berbagi dan Ancol Peduli seperti ini, aku yakin simpati para pengunjung terhadap Ancol itu sendiri akan bernilai lebih. Publikasi di Facebook dan share tulisan [caption id="attachment_158492" align="aligncenter" width="300" caption="Publikasi Facebook"]
13281010361090105758
13281010361090105758
[/caption] Publikasi di Twitter [caption id="attachment_158485" align="aligncenter" width="300" caption="Publikasi Twitter"]
1328099745540264533
1328099745540264533
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun