Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kompasianer Selundup Terminal TKI

11 Agustus 2011   01:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:54 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompasianer Selundup Terminal TKI

Kepulangan kali ini, aku tak menginformasikan keluarga maupun teman. Hanya seorang Kompasianer senior yang tahu rencanaku, itu juga secara diam-diam.

"Sudah siap perdana-nya?" pesan dari Omjay, pas memasuki Gate D12, dimana China Airlines siap membawaku terbang.

"Saya beli semua perdana yang ada di Taipei. Sesampainya di Suta saya langsung beraksi sesuai instruksi."

Sent!

Saat penumpang lain asyik dengan kesibukannya, aku mengeluarkan tas. Tiga ponsel berisi simcard Taiwan ku ganti dengan simcard perdana provider Indonesia. Telkomsel, Indosat dan XL.

"Pakai saja semua, kita tidak tahu mana yang bagus dan menunjang misimu nanti," ujar Omjay beberapa waktu lalu. Aku hunting kartu perdana ke setiap toko Indonesia di Taipei. Hasilnya, tiga provider plus voucher pulsa cadangannya.

Ku baca-baca, mencermati urutan cara mengaktifkan GPRS dan MMS dari ketiga provider. Pikirku biar sekeluarnya dari pesawat langsung bisa mengaktifkannya.

Setelah mengambil bagasi, recorder siap di saku kiri, kamera di tangan juga tinggal klik, bertampang orang bego, aku berjalan mencari masalah.

"Lihat nih, paspor kamu TKI. Lewat sana!" hardik seorang laki-laki berkaos gelap dengan tulisan BNP2TKI pada sekelompok mbak-mbak yang mendorong troli berisi koper dan tas lainnya. Dengan sigap ku rekam adegan mereka. Langsung pula aku mengirimkan hasilnya.

Banyak masalah telah aku tangkap; ulah calo koper, penukaran uang kurs tidak wajar, harga barang-barang selangit, sampai petugas-petugas yang judes, sibuk sendiri dengan hp-nya daripada melayani mbak-mbak yang bertanya butuh pengarahan. Semua aku tangkap dan langsung aku kirim untuk dieksekusi Kompasianer kawakan di markasnya.

Dalam travel tujuan Cianjur, berhubung sopir dan polisi mengapit TKI yang hendak turun duduknya di depan, jelas aku tak dapat menangkap basah mereka. Kecuali saat travel berhenti di warung, aku menangkap segerombolan polisi muda yang "menakuti" saat mereka beroperasi, sopir, kernet, dan nomor travel yang kutumpangi.

Giliranku tiba, diapit dua garong berpakaian sopir dan polisi mereka meminta Rp 500 ribu. Aku cuek (pura-pura) main hp, garong itu mulai mengancam.

"Aku gak bawa duit, ntar di rumah lah!" ucapku asal.

Sent!

Di rumah, aku nyalakan laptop dan membuka Kompasiana.

"Ampun, Neng. Saya mohon tolong dihapus." Garong itu menyembah-nyembah setelah menonton tampangnya sendiri.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun