Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Truly Asia Part 3: Bandara Internasional Syarat Mutlak Pariwisata Diperhitungkan Dunia

4 Agustus 2011   02:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:06 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia, dengan Zamrud Khatulistiwanya, mungkin memang menarik dan indah bagi turis sekelas Andreas Altmann, Pico Iyer, dan lainnya (lupa dech, maklum tahunya juga sekilas dapat baca, gak kenal langsung ma orangnya) sekadar untuk direportase masalah luar biasanya . Sedangkan bagi turis backpacker, maaf. Tidak (atau mungkin belum) lah yaw!

Para turis mungkin menjadi sasaran utama sebagai pihak yang bisa diandalkan dalam meningkatkan pendapatan. Tapi jangan lupa, turis juga bisa menjadi perpanjangan tangan media baik yang mempromosikan positif maupun promosi negarif. Jangan pernah sekali-kali memandang sebelah mata apalagi menyepelekan keberadaan turis backpacker, karena mereka bisa saja mempunyai argumen yang kuat tentang baik buruknya pelayanan, birokrasi atau kondisi lokasi pariwisata suatu tempat yang disertai bukti baik berupa rekaman maupun foto hasil karyanya sendiri langsung.

Jadi, kembali kepada topik awal bandara internasional yang saya bincang diluar konteks sudut pandang para buruh (TKI) yang saya yakin dari sudut pandang mereka membicarakan bandara diskriminasi ini akan jauh lebih ekstrim lagi, untuk sementara waktu, selama negara (pemerintahnya dan juga warga negaranya) masih terlena dalam slogan Kebersihan Sebagian Dari Iman tapi sampah pada kenyataannya berserakan di setiap sudut kota; Rajin Pangkal Pandai, tapi yang dapat kerjaan/posisi bagus adalah mereka yang punya koneksi dan backing kuat; Rumahku Adalah Surgaku, sementara bagaimana mau pulang ke rumah jika di bandaranya saja kita sudah enggan dan ketakutan mengingat adanya sistem diskriminasi dan pungutan liar di sana-sini? Untuk sementara waktu, lupakanlah keinginan dan mimpi-mimpi menyaingi negara tetangga menjadikan Indonesia Truly Asia itu.

Ya, begitulah keadaannya, mau bagaimana lagi? Kecuali terus bangga dengan bineka tunggal ika, zamrud khatulistiwa dan tetap bermimpi di siang hari.

Tamat, ah! Besok bagiannya buat "cermin" lagi :-)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun