Mohon tunggu...
Masruri Masruri
Masruri Masruri Mohon Tunggu... -

#Inspirator#Cahaya#Pendidikan di #LangitEropa

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Studi di Luar Negeri: Biarpun Diskrit Harus Tetap Kontinyu

12 November 2015   03:50 Diperbarui: 12 November 2015   14:55 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="credit to Università di Parma, Italia."][/caption]

Studi di luar negeri bisa gampang bisa susah, tergantung yang merasakannya. Bisa terlihat senang dan gembira apalagi dari upload-an foto di media sosial dengan latar belakang Kota Barcellona, Menara Eiffel, Kota Air Venezia, Istana Buckingham, dan simbol-simbol kota lain yang terkenal di luar negeri. Bisa jadi pada kenyataannya mahasiswa tersebut sedang didera kesulitan, akibat beasiswa putus atau thesis/disertasi tidak kunjung selesai. Apalagi sekarang kan lagi zaman pencitraan, yang penting bungkus luarnya bagus, belum tentu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Beasiswa putus di tengah masa studi atau masa beasiswa berakhir sedangkan studi belum selesai, uang tabungan sudah menipis sedangkan kredit dan thesis belum selesai bagi yang S2 atau penyelesaian disertasi masih jauh bagi yang S3. Apakah harus pulang ke Tanah Air tanpa menggondol gelar dan tanpa ijazah? Apakah masa studi yang sudah dilampaui harus dibuang percuma? Kalaupun diteruskan bagaimana solusinya?

Silakan mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di luar negeri menjawab situasi ini, baik kandidat doktor ataupun yang sedang menempuh master.

Beasiswa dicabut sebelum masa studi selesai (misalnya S3 tiga atau empat tahun) tentu menjadi permasalahan yang rumit bagi mahasiswa Indonesia di luar negeri. Beasiswa Dikti yang dicabut karena Pemerintah kurang anggaran tentu mahasiswa yang dibidik adalah dosen baik PTN maupun PTS yang penerima Beasiswa Dikti yang sedang menempuh pendidikan S2/S3 di luar negeri. Situasi yang sulit ini penulis rasakan baik ketika menyelesaikan pendidikan S2 maupun S3 di Italia. Meskipun belum sepenuhnya terselesaikan dengan sempurna, minimal gelar dan ijazah baik S2 dan S3 berhasil diamankan.

Kesulitan studi di luar negeri mungkin karena biaya hidup yang tinggi karena nilai mata uang rupiah yang lemah dibandingkan mata uang yang digunakan misalnya Euro atau Dollar. Meminta bantuan dari Tanah Air tentu memberatkan karena pemasukan umumnya masyarakat Indonesia adalah Rupiah. Cara yang mungkin ditempuh adalah mencari pekerjaan sambilan (karena tugas utama adalah studi) di luar negeri karena penghasilan yang didapatkannya menggunakan mata uang yang sama seperti yang dibutuhkan. Pekerjaan yang relatif mudah ditemukan misalnya cleaning service atau menyebarkan publikasi pintu ke pintu. Tidak perlu gengsi, apalagi dosen yang biasa mengajar di depan mahasiswa, yang penting adalah masalah terselesaikan. Selain untuk menutupi biaya hidup, ada komponen tuition fee atau biaya kebutuhan kuliah, apalagi kandidat Doktor harus mengikuti seminar atau konferensi baik di dalam maupun di luar negaranya.

Kemungkinan lain adalah jika kesulitan mendapatkan pekerjaan bisa menjadi guide atau tour leader wisatawan dari Indonesia yang berkunjung ke luar negeri atau membantu membelikan barang dari luar negeri dengan menjadi perantara dan mendapatkan komisi. Kemungkinan lain adalah melobi profesor jika ada kemungkinan bantuan dana dari Proyek, dengan menjelaskan kondisi yang terjadi kalau beasiswa dari Indonesia distop. Jangan berhenti, tetap terus mencari segala peluang yang memungkinkan dengan menyandarkan diri pada Allah Swt.

Ada baiknya mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri membina hubungan baik dengan komunitas lokal, jangan menyendiri atau mengumpul hanya dengan sesama mahasiswa Indonesia. Bergaullah untuk bisa menyatu dan memiliki komunitas di luar negeri. Banyak anggota masyarakat di samping orang Indonesia juga berasal dari negara lain seperti Afrika Utara (Tunisia, Maroko, Aljazair, dll), Pakistan, bahkan warga negara setempat. Jika ada kesulitan merekalah yang mempunyai posisi terdekat untuk meminta bantuan di samping lebih memudahkan akses informasi, info lowongan, dan sebagainya.

Merantau ke luar negeri hakikatnya sama dengan merantau ke Ibu Kota. Mungkin di Ibu Kota bergaul dengan teman-teman dari daerah dan suku lain, sedangkan di luar negeri mereka berasal dari negara lain. Dalam hubungan muamalah sama saja, pinjam-meminjam, baik barang maupun uang, bahkan hibah. Tentu dalam hubungan antarmanusia ada ujian kepercayaan dan kejujuran. Jangan berharap akan diberi, kalau tidak pernah memberi. Saling tolong-menolong dan berbuat kebaikan, sehingga ketika kesulitan menghadang, Allah Swt selalu kirimkan yang siap membantu.

Kesulitan yang dihadapi harus dihadapi dengan tenang, jika perlu saling berdiskusi dengan teman dekat. Solusi singkat dengan mengambil pinjaman dari Bank sebaiknya dihindari. Bank konvensional mempunyai risiko pembayaran bunga yang bisa berkembang jika tidak mampu mengembalikan. Ada beberapa pembiayaan pendidikan dari Bank Syariah yang menerapkan akad ijarah (menjual manfaat), di mana nilai tambahan (margin) dari dana yang dipinjam misalnya 12 persen per tahun dibayar bersama cicilan. Carilah Qard Hasan (pinjaman kebaikan) jika memungkinkan dari relasi atau teman dekat. Oleh karena itu, pentingnya memiliki komunitas di luar negeri di mana memungkinan mendapatkan Qard Hasan dari beberapa sumber, karena satu sumber tentu akan memberatkan mengingat besarnya biaya hidup di luar negeri.

Apa yang sudah dimulai sebaiknya diselesaikan. Niat awal (azzam kita) berangkat ke luar negeri adalah mengambil S3 bukan karena beasiswa baik beasiswa Dikti atau sumber lain (LPDP, Erasmus Mundus, dll). Oleh karena itu, jika terjadi sesuatu pemutusan beasiswa, mentalitas kita sudah disiapkan untuk menghadapi segala risiko. Ibarat karyawan kantor yang di minggu terakhir kehabisan dana, tentu dia harus tetap bekerja. Namun bulan depan ada harapan untuk mengambil gaji. Dengan menutup biaya satu pekan terakhir tersebut baik dengan meminjam, awal bulan depan bisa dibayar. Yang diskrit satu pekan itu harus ditutup agar aktivitas kontinyu kembali ketika tiba pengambilan gaji awal bulan berikutnya.

Demikian juga studi di luar negeri, kekurangan biaya satu bulan, dua bulan, bahkan enam bulan hingga satu tahun jangan sampai menjadikan semua usaha yang sudah dikerahkan menjadi sia-sia dengan tidak menyelesaikan studi dan membawa ijazah ketika kembali ke Tanah Air. Selesaikan masalah dengan semaksimal usaha, dengan bekerja sampingan, bila perlu mengambil pinjaman (Qard Hasan) untuk dapat menyelesaikan studi, Apalagi penerima beasiswa Dikti, ketika pulang tempat untuk berkarya sudah ada. Yakinlah bahwa setiap kesulitan akan diikuti dengan kemudahan bagi siapa yang mau berusaha dan bertawakal.

“Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.“ (QS 94: 5-6)

Sebagai penutup gelar S2 dan S3 yang didapatkan kita, hanya semata karena matrikulasi atas nama kita, tetapi hakikatnya adalah andil keluarga, sahabat, teman-teman yang telah membantu menutup diskrit-diskrit yang terjadi baik hitungan hari, pekan, bahkan bulan tahun sehingga kita mampu melampaui secara kontinyu menyelesaikan masa studi.

Diskrit-diskrit itu tidak hanya masalah keuangan tetapi bisa juga kemampuan kita dalam menyerap materi pelajaran atau tugas-tugas kuliah. Sehingga hadir teman-teman, asisten, bahkan profesor yang mengajari kita secara private sehingga menjadi continyu dan kita akhirnya lulus ujian materi tersebut. 1 kredit pun yang kurang karena ketidakmampuan kita, niscaya kita tidak akan mampu menyelesaikan studi tersebut dan mendapat gelar Master maupun Doktor.

Jazakumullahu khoiron katsiran yang menjadikan diskrit menjadi kontinyu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun