Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan dimulai sebentar lagi. Indonesia memiliki keunggulan dari sisi luasnya geografis dan jumlah penduduknya yang besar. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi magnet negara-negara lain untuk membidik Indonesia sebagai pangsa pasar yang besar dari produk-produk mereka. Indonesia harus meningkatkan efisiensi dan kualitas produk-produk dalam negeri untuk dapat bersaing dengan produk-produk dari negara lain. Tidak saja untuk bersaing dalam pasar dalam negeri tetapi mampu bersaing di pasaran internasional terutama di negara-negara ASEAN yang lain.
Diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berarti arus barang, jasa, investasi, tenaga kerja, dan modal bebas bergerak (free flow) di wilayah ASEAN. Arus tenaga kerja menjadi menarik karena di samping tenaga kerja Indonesia dapat mencari kesempatan di negara-negara lain, kebalikannya tenaga-tenaga non ahli dari negara lain dapat menjadi ancaman tenaga kerja Indonesia di negeri sendiri.
Mobilitas tenaga kerja ini dapat dimulai dari mobilitas mahasiswa. Universitas-universitas di wilayah ASEAN harus dapat saling bekerja sama untuk menfasilitasi mahasiswa mereka untuk belajar di Universitas lain di negara ASEAN. Sistem Transfer Kredit antar negara ASEAN sebut saja ASEAN Credit Transfer System (ACTS) jika diterapkan akan memungkinkan mahasiswa Indonesia mengambil kredit dari Universitas di negara ASEAN atau sebaliknya mahasiswa Universitas di ASEAN mengambil kredit dari Universitas di Indonesia.Â
Mobilitas mahasiswa ini bukan konsep yang baru. Eropa telah lama menerapkan ECTS (European Credit Transfer and Accumulation System). ECTS adalah suatu standar untuk standar untuk membandingkan pencapaian studi dan kinerja siswa pendidikan tinggi di Uni Eropa dan negara-negara lain yang berkolaborasi dengan Eropa seperti Turki dan USA.
Seorang mahasiswa dapat mengajukan beberapa mata kuliah dalam program studinya untuk diambil di Universitas lain yang masuk dalam kerja sama ECTS. Jika mahasiswa tersebut dapat menyelesaikan kewajiban dan ujian mata kuliah tersebut, maka dia mendapatkan assignment kredit ECTS untuk dibawa ke Universitas asal. Di negara Eropa satu tahun akademik terdiri dari 60 kredit ECTS yang ekuivalen dengan 1500 - 1800 jam belajar. Berarti 1 kredit setara dengan 25-30 jam belajar.Â
Mobilitas mahasiswa (pertukaran mahasiswa) di Eropa ini disebut sebagai Program Erasmus yang berarti European Community Action Scheme for the Mobility of University Students) yang sudah establis sejak tahun 1987. Untuk melancarkan program ini banyak beasiswa yang disediakan baik oleh Universitas maupun Pemerintah lokal untuk mensupport mobilitas mahasiswa ini. Dengan mengikuti program Erasmus, mahasiswa dapat mempelajari mata kuliah unggulan yang mungkin tidak ditemukan dalam Universitas asalnya.
Di samping itu dapat menambah wawasan kebudayaan lain serta mempelajari bahasa negara yang menjadi tujuan seperti bahasa Jerman, bahasa Italia, Spanyol dan Rusia. Di samping mendapatkan kredit dari mata kuliah, mahasiswa juga diberikan kesempatan untuk mengerjakan tugas akhir di luar negeri dalam bentuk kolaborasi antar supervisor. Dengan cara ini mahasiswa dapat memanfaatkan fasilitas laboratorium yang mungkin lebih lengkap di Universitas lain di luar negeri.
Komisi Eropa juga memberikan program beasiswa Erasmus Mundus kepada mahasiswa dari negara-negara berkembang (negara dunia ketiga) di luar Eropa. Dengan mengikuti Joint Master atau Joint Doctorate, mahasiswa penerima beasiswa Erasmus Mundus menyelesaikan pendidikannya di minimal dua Universitas dari negara yang berbeda di Eropa anggota Konsorsium Program Pendidikannya. Program Erasmus Mundus ini terdiri dari Action 1 (Joint Programmes) dan Action 2 (Partnerships).
Dalam Action 2 mahasiswa dapat memilih nama project di mana mengkover negara asalnya. Institusi yang menyelenggarakan project tersebut bisa terdiri dari satu, dua, tiga, bahkan empat Universitas yang berasal dari negara yang berbeda anggota Uni Eropa. Intinya adalah bahwa sistem ECTS telah berjalan dengan baik. Baik melalui program Erasmus untuk mahasiswa Eropa dalam hal pertukaran mahasiswa, ataupun dalam Joint Programmes di mana Universitas hostnya lebih dari satu.
Program Transfer Kredit yang lebih kompleks telah dicoba dipelajari dalam progam EACTS (European Asian Credit Transfer System) yang dibiayai oleh Uni Eropa pada tahun 2002 melalui program ASIA Link. Program EACTS ini dikembangkan oleh konsorsium yang beranggotakan Universiti Kebangsaan Malaysia, University of Duisburg-Essen, Germany, Universitas Indonesia, dan Universityof Parma, Italia. EACTS ini diharapkan dapat menfasilitasi mobilitas mahasiswa ASEAN dan Eropa khususnya dalam bidang Teknik (Engineering).Â
Dengan diterapkan MEA diharapkan negara-negara anggota ASEAN dapat membuat formulasi ASEAN Credit Transfer System yang menfasilitasi mobilitas mahasiswa ASEAN dalam semua jurusan. Dengan fasilitas ini mahasiswa dapat mengambil kredit dari Universitas di negara lain di wilayah ASEAN dan bahkan menyelesaikan tugas akhir di Universitas lain di wilayah ASEAN. Dalam program Doktor (PhD) memungkinkan juga menelurkan Doktor ASEAN, bagi mahasiswa yang telah menyelesaikan sebagian aktifitas risetnya di luar negeri di wilayah ASEAN dan memiliki supervisor lain di Universitas di ASEAN selain supervisor di Universitas asalnya.Â
Dengan program ini, diharapkan akan terjalinnya pertukaran kebudayaan dan saling pengertian di antara anggota ASEAN. Di samping menfasilitasi terjadinya transfer pengetahuan dan teknologi sesama anggota ASEAN, mahasiswa dapat saling mempelajari bahasa lokal dan budaya serta kemungkinan perpindahan tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman dalam budaya lokal.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H