Mohon tunggu...
Tesalonika Hasugian
Tesalonika Hasugian Mohon Tunggu... Penulis - Host Foodie

Menyelami komunikasi pada bidang multidisipliner.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Quiet Cutting, Strategi Perusahaan Mem-PHK Tanpa Mem-PHK?

17 Januari 2025   11:30 Diperbarui: 17 Januari 2025   09:40 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah ketidakpastian ekonomi global, banyak perusahaan menghadapi tekanan berat untuk tetap bertahan. Berbagai tantangan seperti inflasi, resesi ekonomi, dan disrupsi teknologi mendorong perusahaan mencari cara-cara baru dalam menekan biaya operasional. 

Salah satu strategi yang kini marak diterapkan adalah quiet cutting, yaitu strategi diam-diam perusahaan dalam mengurangi jumlah karyawan tanpa harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara langsung.

Berbeda dengan PHK konvensional, quiet cutting dilakukan dengan memindahkan karyawan ke posisi atau divisi yang kurang strategis, mengurangi fasilitas kerja, atau membebankan tugas yang tidak relevan dengan keahlian mereka. Tujuan utamanya adalah membuat karyawan merasa tidak nyaman hingga akhirnya mengundurkan diri. Dengan cara ini, perusahaan dapat menghindari kewajiban membayar pesangon dan menghindari sorotan negatif dari publik.

Fenomena ini mulai terasa di Indonesia, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi dan gelombang digitalisasi yang semakin cepat. Banyak perusahaan, termasuk di sektor teknologi dan startup, memilih strategi ini sebagai solusi "halus" untuk mengurangi biaya. Misalnya, seorang manajer pemasaran bisa saja dipindahkan menjadi staf administrasi atau ditempatkan di proyek yang tidak jelas. Perlahan tapi pasti, kondisi tersebut membuat karyawan merasa tidak dihargai hingga akhirnya memilih resign.

Namun, strategi quiet cutting ini memicu dilema etis yang serius. Di satu sisi, perusahaan berusaha menjaga kelangsungan bisnis dan efisiensi biaya. Di sisi lain, karyawan menjadi korban dari kebijakan yang tidak transparan dan merugikan. Perubahan mendadak dalam struktur organisasi dan beban kerja yang tidak relevan dapat memengaruhi kesehatan mental dan motivasi karyawan. Lingkungan kerja menjadi tidak sehat, dan rasa aman serta kepercayaan terhadap perusahaan perlahan menghilang.

Dampaknya tidak berhenti di situ. Dalam jangka panjang, strategi ini dapat merusak reputasi perusahaan. Karyawan yang keluar dengan pengalaman negatif dapat menyebarkan citra buruk melalui media sosial atau platform profesional seperti LinkedIn. Ini berpotensi membuat perusahaan sulit menarik talenta berkualitas di masa depan. Selain itu, moral karyawan yang tersisa pun dapat ikut menurun karena rasa takut dan ketidakpastian yang terus menghantui.

Bagi karyawan, menghadapi fenomena ini bukan perkara mudah. Mereka perlu lebih peka terhadap tanda-tanda quiet cutting, seperti perubahan mendadak dalam peran, pengurangan fasilitas, atau target kerja yang tidak realistis. Meningkatkan keterampilan melalui pelatihan, sertifikasi, atau mengikuti perkembangan industri menjadi cara efektif untuk tetap relevan di dunia kerja yang dinamis.

Sementara itu, perusahaan perlu berhati-hati dalam menerapkan strategi efisiensi. Alih-alih menggunakan cara-cara yang manipulatif, perusahaan dapat memilih pendekatan yang lebih manusiawi, seperti menawarkan program pensiun dini, pelatihan ulang (reskilling), atau bantuan penempatan kerja. Transparansi dalam komunikasi dan kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan adalah kunci menjaga reputasi dan produktivitas perusahaan.

Fenomena quiet cutting menjadi cerminan tantangan besar dalam dunia kerja saat ini. Di tengah tekanan ekonomi, perusahaan memang dituntut untuk bertahan, tetapi tetap harus mempertimbangkan etika dan dampak jangka panjangnya. Karyawan pun perlu lebih adaptif dan proaktif agar mampu menghadapi perubahan yang tidak terduga. Dengan keseimbangan antara efisiensi dan empati, perusahaan dan karyawan dapat bersama-sama menghadapi tantangan dan tumbuh di era ketidakpastian ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun