Mohon tunggu...
Tesalonika Hasugian
Tesalonika Hasugian Mohon Tunggu... Penulis - Host Foodie

Menyelami komunikasi pada bidang multidisipliner.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Benar Tuan, Masa Lalu Itu Bukanlah Musuh

15 Januari 2025   08:42 Diperbarui: 15 Januari 2025   08:42 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lembaran Baru (Sumber: Unsplash/Kari Shea)

Setiap orang pasti pernah menaruh harapan pada seseorang yang dianggap istimewa. Harapan itu tumbuh seiring waktu, seperti yang dialami oleh seseorang yang telah menjalin hubungan cukup lama dengan orang lain. 

Dalam perjalanannya, ia menerima kelebihan dan kekurangan orang tersebut tanpa ragu. Ia percaya bahwa ketulusan, kasih sayang, dan doa yang dipanjatkan akan membawa hubungan itu ke arah yang lebih baik. Namun, kenyataan justru berbalik. Kepercayaan yang ia bangun perlahan runtuh oleh pengkhianatan yang tak pernah ia bayangkan.

Pengkhianatan itu bukan sekadar ingkar janji, tetapi luka yang menggores dalam di hatinya. Ia berulang kali bertanya dalam diam, "Di mana letak kesalahanku? Mengapa ketulusan yang kuberikan dibalas dengan kekecewaan?" Amarah, kecewa, dan rasa hancur menjadi satu, menyelimuti hari-harinya dengan rasa kehilangan. 

Namun, di tengah kepedihan itu, ia perlahan menyadari sebuah kenyataan pahit: tidak semua orang mampu menjaga kepercayaan. Ada kalanya, ketulusan tidak selalu berujung pada kebahagiaan.

Butuh waktu baginya untuk memahami bahwa luka ini adalah bagian dari perjalanan hidup. Ia belajar bahwa menerima kenyataan jauh lebih bijak daripada terus memaksakan sesuatu yang seharusnya dilepaskan. Dari luka itu, ia mulai memahami pentingnya batasan dan bagaimana ia harus lebih berhati-hati dalam memberikan hati.

Berdamai dan Melangkah Maju

Pada akhirnya, ia memilih untuk menyerahkan semua rasa sakit dan kecewa kepada Tuhan. Ia yakin, Tuhan tidak pernah tidur dan mengetahui segala yang tersembunyi di balik kejadian. Ia tidak ingin lagi tenggelam dalam dendam atau terus mempertanyakan keadilan. Baginya, ini bukan lagi tentang siapa yang salah atau benar, melainkan tentang bagaimana ia bisa melangkah maju dengan hati yang lebih ringan.

Masa lalu bukan lagi musuh, melainkan guru terbaik yang mengajarkan arti ketulusan dan cara mencintai diri sendiri. Dari luka itu, ia tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijak. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi menoleh ke belakang dengan penyesalan. Lembaran baru sudah menantinya, dan ia siap menyambutnya dengan penuh keyakinan.

Kini, ia meyakini bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari orang lain, tetapi dari kedamaian dalam diri. Ia mulai mengalihkan fokusnya pada hal-hal yang membangun, menemukan kegembiraan dalam hal-hal sederhana, dan menghargai kehadiran orang-orang yang benar-benar peduli. Masa lalunya menjadi pijakan untuk melompat lebih tinggi, bukan beban yang terus ia pikul.

Biarlah Tuhan yang membalas semua yang telah terjadi. Ia telah selesai dengan bab ini. Waktunya melangkah maju, meninggalkan bayang-bayang masa lalu dan membuka pintu menuju kehidupan yang lebih damai. Karena ia percaya, setiap luka adalah jalan menuju kebahagiaan yang lebih indah.

Menyambut Lembaran Baru

Luka memang meninggalkan bekas, tetapi bukan berarti bekas itu harus menjadi penjara. Ia adalah pengingat bahwa setiap pengalaman, baik maupun buruk, adalah bagian dari proses pendewasaan. Dalam setiap langkah yang ia ambil ke depan, ia membawa pelajaran berharga: bahwa mencintai diri sendiri adalah langkah pertama menuju kehidupan yang lebih bermakna.

Hidup selalu menawarkan kesempatan kedua, asalkan kita bersedia untuk menerimanya. Masa lalu tidak dapat diubah, tetapi masa depan adalah kanvas kosong yang menanti untuk dilukis dengan warna-warna baru. Dan di sanalah, di ujung jalan yang penuh harapan, ia menemukan dirinya yang baru: lebih kuat, lebih bijak, dan lebih damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun