Mohon tunggu...
Tesalonika Hasugian
Tesalonika Hasugian Mohon Tunggu... Penulis - Host Foodie

Menyelami komunikasi pada bidang multidisipliner.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jompo di Usia Muda: Kenapa Siswa Sekarang Lebih Banyak PR daripada Bermain?

18 Desember 2024   16:00 Diperbarui: 19 Desember 2024   02:04 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengerjakan PR (Sumber: Unsplash/Joshua Hoehne)

Siapa yang Relate?

Ini kondisi ketika melihat kondisi murid-murid zaman sekarang. Anak zaman sekarang yang seharusnya menikmati masa remaja dengan main, nongkrong, dan ketawa-ketawa, malah kebanyakan waktu dihabiskan dengan tugas-tugas sekolah. 

Padahal, umur masih belasan! Gak heran kalau mereka kadang lebih sering nge-gym otak daripada tubuh! Kalau zaman kita, PR paling segelintir, tapi sekarang? Tugas tiada habisnya, kayak proyek besar yang gak ada finish line-nya. Gak jarang, siswa malah lebih kenal sama deadline daripada liburan, dan yang lebih parah, jam tidur mereka kayaknya bisa dihitung dengan jari karena tumpukan tugas yang gak habis-habis.

Bayangin, deh. Dulu pulang sekolah kita bisa langsung main bola atau main layangan, sekarang? Anak-anak malah langsung terjun ke dunia maya untuk cari referensi tugas, bikin presentasi, atau debat soal proyek yang gak ada habisnya. Kalau zaman kita dulu, hari Minggu itu identik dengan jalan-jalan atau tidur siang, sekarang? 

Jadwal Minggu malah penuh dengan daftar tugas yang harus dikerjakan. Anak-anak zaman sekarang jadi punya lebih banyak waktu untuk "mengasah" otak daripada tubuh mereka. Bahkan, kadang kalau mereka lagi nongkrong, yang mereka bicarakan bukan soal film atau lagu terbaru, tapi soal PR dan deadline yang makin menumpuk!

Jompo di Usia Muda? Bisa Jadi!

Dulu, kita bisa main seharian, pulang sekolah cuma mikirin gimana caranya bisa nonton acara favorit tanpa gangguan. Tapi coba sekarang lihat, anak-anak zaman sekarang tiap pulang sekolah langsung buka laptop, buka buku, dan mulai mengerjakan tugas. 

Mereka gak cuma menghadapi PR biasa, tapi proyek panjang yang bikin kepala pusing. Kalau dulu, PR mungkin cuma soal nulis ulang catatan atau latihan soal matematika, sekarang? PR itu bisa berupa membuat film dokumenter, presentasi kelompok, riset online yang mendalam, bahkan mempersiapkan laporan dari eksperimen yang butuh waktu berhari-hari.

Yang lebih bikin geleng-geleng, mata pelajaran satu dengan yang lain tuh gak cuma soal teori, tapi juga proyek-proyek yang bikin stres. Misalnya, pelajaran bahasa Indonesia, yang dulunya cuma soal menulis esai atau puisi, sekarang bisa melibatkan tugas membuat film pendek, debat, atau penelitian lapangan. 

Belum lagi pelajaran matematika yang, seiring berjalannya waktu, malah melibatkan lebih banyak soal cerita yang bikin mikir keras. Proyek-proyek ini bukan cuma bikin siswa pusing, tapi kadang juga bikin mereka merasa tua sebelum waktunya. Mereka kayak punya jadwal penuh yang lebih mirip dengan orang dewasa yang punya pekerjaan kantoran daripada siswa yang seharusnya bisa menikmati masa muda.

Kenapa Begitu?

Ya, salah satunya karena perubahan dalam kurikulum pendidikan kita. Kalau dulu, mungkin PR hanya soal latihan soal atau membaca buku, tapi sekarang banyak sekali mata pelajaran yang disertai dengan proyek atau tugas besar yang harus dikerjakan berkelompok. 

Bahkan dalam Kurikulum Merdeka sekalipun, meski ada penekanan pada kreativitas dan kemandirian, hal itu malah membuat beban tugas semakin besar. Siswa dituntut untuk tidak hanya memahami materi, tapi juga bisa mengimplementasikannya dalam berbagai bentuk proyek yang seringkali membutuhkan banyak waktu dan tenaga.

Kurikulum Merdeka, yang mengutamakan pembelajaran berbasis proyek, memang bertujuan agar siswa bisa mengasah keterampilan yang lebih aplikatif. Namun, di sisi lain, ini juga menyebabkan para siswa lebih banyak bekerja di luar jam sekolah. 

Meskipun tujuan utamanya adalah untuk mempersiapkan mereka menjadi individu yang kreatif dan mandiri, faktanya, tumpukan proyek dan tugas ini justru menyebabkan banyak siswa merasa lebih "berat" daripada yang mereka bayangkan. Jadi, gak heran kalau mereka mulai merasa "tua" karena kebanyakan mikir daripada bermain.

PR atau Main, Pilihan Kapan Saja?

Yang jadi pertanyaan, apakah ini pilihan yang benar? Benar sih, PR dan proyek membuat siswa lebih aktif berpikir dan belajar, tapi jangan sampai malah bikin mereka kehabisan waktu untuk hal-hal yang penting juga, seperti bersosialisasi atau hanya sekadar bersantai. 

Kita gak bisa pungkiri kalau PR itu penting, apalagi dalam dunia pendidikan yang semakin kompetitif ini, tapi penting juga buat anak-anak zaman sekarang untuk tahu kapan waktu yang tepat buat berhenti sejenak, meluangkan waktu untuk diri sendiri, dan menikmati masa muda yang seharusnya penuh dengan kebahagiaan, bukan hanya deadline dan angka-angka.

Di tengah tekanan tugas yang seakan gak ada habisnya, ada baiknya siswa belajar untuk mengelola waktu mereka dengan bijak. Mengatur waktu antara PR, kegiatan sekolah, dan waktu pribadi bukan cuma untuk kepentingan akademis, tapi juga untuk kesehatan mental. Kalau siswa terus-menerus terjebak dalam lingkaran PR dan proyek, mereka bisa merasa tertekan dan stres. Lagian, bukankah masa muda itu waktunya untuk menikmati hidup? Jangan sampai mereka jadi "remaja jompo" yang stres cuma karena tumpukan tugas.

Manajemen Waktu sebagai Kunci Utama

Jadi, buat para siswa dan orang tua di luar sana, yuk coba buat manajemen waktu yang lebih baik! Jangan sampai PR jadi alasan utama kenapa kalian gak bisa menikmati masa remaja. Cobalah untuk menyusun jadwal yang memungkinkan kalian untuk tetap fokus dalam belajar, tapi juga memberi ruang untuk bermain dan menikmati waktu bersama teman-teman. 

Kalau perlu, coba deh teknik Pomodoro atau atur waktu untuk "me time" setiap hari. Dengan begitu, beban PR gak bakal terasa seberat itu, dan kalian bisa tetap merasa muda, tanpa jadi "rempong" mikirin tugas sepanjang hari.

Buat orang tua, penting untuk mendukung anak-anak dengan memberikan ruang untuk mereka menikmati waktu luang. Jangan terlalu membebani mereka dengan harapan yang terlalu tinggi, karena setiap anak juga butuh waktu untuk rehat. 

Ingat, keseimbangan itu penting. Siswa yang bahagia dan sehat mentalnya, jauh lebih produktif dan siap menghadapi tantangan akademis. Yuk bantu mereka tetap muda dengan cara mengatur waktu antara PR dan bermain!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun