Mohon tunggu...
Tesalonika Hasugian
Tesalonika Hasugian Mohon Tunggu... Penulis - Host Foodie

Menyelami komunikasi pada bidang multidisipliner.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Job Fair Mingguan: Benarkah Gebrakan Menaker Ini Solusi untuk 7,5 Juta Pengangguran?

23 November 2024   11:14 Diperbarui: 28 November 2024   02:57 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah job fair tiap minggu benar-benar solusi jitu untuk mengurangi angka pengangguran atau justru sekadar menjadi pemanis agenda pemerintah? Pertanyaan ini mungkin langsung terlintas di benak banyak orang setelah Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengumumkan rencana gebrakannya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran terbuka di Indonesia pada Agustus 2024 mencapai 7,47 juta orang, atau 4,91 persen dari total angkatan kerja.

Dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), jumlah angkatan kerja naik 4,40 juta orang menjadi 152,11 juta dibandingkan Agustus 2023. 

Artinya, semakin banyak orang berlomba mencari pekerjaan dan sayangnya, banyak juga yang akhirnya hanya berlomba dengan takdir.

Salah satu penyebab utama tingginya angka pengangguran adalah kesenjangan keterampilan (skills gap). Situasi ini terjadi ketika keterampilan yang dimiliki tenaga kerja tidak sesuai atau tidak cukup untuk memenuhi tuntutan pekerjaan di pasar.

Perubahan teknologi, perkembangan industri, dan pergeseran pola ekonomi yang jauh lebih cepat daripada kemampuan tenaga kerja untuk beradaptasi telah menciptakan jurang keterampilan yang lebar.

Di Indonesia, masalah ini diperburuk oleh sistem pendidikan formal dan vokasi yang belum mampu sepenuhnya menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan pasar kerja.

Di berbagai daerah, termasuk di Jawa dan Sumatera, banyak lulusan yang tidak siap bekerja karena keterampilan mereka tidak relevan dengan kebutuhan industri.

Selain itu, perubahan struktur ekonomi dari sektor padat karya seperti manufaktur dan pertanian ke sektor berbasis teknologi atau jasa telah membuat banyak tenaga kerja di sektor konvensional kesulitan menyesuaikan diri. 

Ironisnya, sektor teknologi dan layanan yang sedang berkembang pesat belum mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Ditambah lagi, sektor padat karya justru mengalami penurunan permintaan akibat restrukturisasi, dan sektor ekonomi kreatif masih menghadapi kendala investasi, infrastruktur, dan teknologi di berbagai daerah.

Dalam kondisi ini, job fair mingguan yang diusulkan oleh Menaker Yassierli menjadi sorotan. "Kami dari kementerian sedang berusaha bagaimana kegiatan job fair ini bisa kita laksanakan tiap minggu," ungkapnya dalam acara Jaknaker Expo 2024 di Jakarta Selatan.

Rencana ini terdengar seperti langkah maju, tetapi apakah ini cukup untuk mengatasi masalah pengangguran yang begitu kompleks?

Dan apakah ini solusi yang benar-benar menjawab kebutuhan tenaga kerja, terutama untuk para fresh graduate?

Tantangan Fresh Graduate di Era Kompetisi Ketat

Bagi para fresh graduate, dunia kerja sering terasa seperti labirin tanpa pintu keluar.

Mereka dipusingkan oleh sederet persyaratan perusahaan: pengalaman kerja (padahal baru lulus), skill teknis dan nonteknis, hingga kemampuan berbahasa asing.

Alhasil, banyak yang akhirnya menghabiskan waktu lebih lama di rumah, bukan untuk menyusun strategi karier, melainkan untuk membantu ibu bikin kue lebaran yang entah kapan datangnya.

Di sisi lain, para lulusan ini sering merasa tersesat karena dunia pendidikan belum sepenuhnya sinkron dengan kebutuhan industri.

Survei terbaru menunjukkan bahwa perusahaan mencari kandidat yang memiliki kemampuan komunikasi, kerja tim, serta keterampilan teknologi seperti penguasaan data dan analisis digital---hal-hal yang sering tidak diajarkan secara mendalam di kampus.

Dengan adanya job fair, Menaker ingin menjembatani kesenjangan ini. "Memberikan akses langsung kepada tenaga pencari kerja dengan perusahaan," ujarnya. Strategi ini tampaknya logis karena mempercepat proses rekrutmen.

Namun, kembali lagi kita berefleksi bahwa, bagaimana caranya memastikan bahwa job fair ini tepat sasaran dan benar-benar menjangkau mereka yang membutuhkan, terutama lulusan baru?

Apa yang Dibutuhkan Indonesia dari Fresh Graduate?

Tanpa keterampilan ini, job fair mingguan pun bisa terasa seperti membawa buku ke perang pedang---usaha ada, hasilnya nihil.

Fresh Graduate (Sumber: Unsplash/Albert Vincent Wu)
Fresh Graduate (Sumber: Unsplash/Albert Vincent Wu)

Seiring perkembangan lingkungan kerja yang amat dinamis, kebutuhan dunia kerja di Indonesia telah berubah secara signifikan.

Saat ini, perusahaan tidak lagi hanya mencari pekerja keras yang bersedia meluangkan waktu dan tenaganya, tetapi juga pekerja cerdas yang mampu beradaptasi dengan perubahan cepat.

Di era digital seperti sekarang, kemampuan untuk memahami analitik data, desain UI/UX, atau bahkan dasar-dasar coding menjadi nilai tambah yang sangat dicari.

Bukan hanya sekadar mengetik di Word, tetapi menguasai alat-alat teknologi menjadi keharusan.

Selain itu, kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dengan cepat juga menjadi kunci utama.

Perubahan dalam dunia kerja terjadi dalam hitungan bulan---terkadang minggu---sehingga kemampuan untuk mempelajari hal-hal baru adalah kewajiban, bukan lagi pilihan.

Di sisi lain, globalisasi membuat penguasaan bahasa asing, terutama bahasa Inggris atau bahkan Mandarin, menjadi keahlian yang sangat diinginkan.

Bahasa tidak hanya membuka peluang untuk bekerja di perusahaan internasional, tetapi juga menjadi alat untuk berkomunikasi dengan klien dari berbagai belahan dunia.

Namun, tidak hanya hard skills yang menjadi sorotan. Soft skills seperti kemampuan komunikasi, kolaborasi, dan manajemen waktu kini dianggap sama pentingnya.

Dalam dunia kerja yang semakin mengedepankan tim dan hasil yang terukur, kemampuan-kemampuan ini menjadi fondasi yang tidak boleh diabaikan oleh pencari kerja.

Solusi untuk Fresh Graduate

Agar bisa memanfaatkan peluang dari job fair mingguan ini, fresh graduate perlu datang dengan strategi matang:

  • Siapkan CV dan Portofolio yang Menonjol: Hindari CV ala kadarnya. Pastikan desainnya rapi dan isi informatif. Kalau tidak bisa desain, tenang, Canva hadir sebagai penyelamat.
  • Pelajari Kebutuhan Perusahaan: Cari tahu perusahaan peserta job fair dan pelajari lowongan mereka. Jangan datang tanpa strategi, nanti pulangnya cuma bawa brosur.
  • Perkuat Diri dengan Pelatihan Online: Banyak platform seperti Coursera atau Skill Academy yang menyediakan pelatihan gratis hingga bersertifikat. Sertifikat ini bisa menjadi nilai tambah.
  • Jangan Takut Bertanya: Saat job fair, aktiflah bertanya kepada perekrut tentang peluang dan ekspektasi. Selain mendapat informasi, ini juga menunjukkan antusiasme.
  • Berjejaring: Temui orang-orang baru dan bangun jaringan. Siapa tahu ada peluang yang datang dari arah tak terduga

Optimisme yang Dibutuhkan

Apakah job fair mingguan bisa menjadi solusi sempurna? Oh, belum tentu. Namun, ini bisa menjadi langkah awal yang baik jika dilakukan dengan perencanaan matang dan didukung oleh semua pihak.

Seperti kata pepatah: lebih baik mencoba daripada hanya berdiam diri sambil menggulirkan layar TikTok tanpa henti.

Bagi fresh graduate, ini saatnya bangkit dan berjuang. Dunia kerja mungkin keras, tapi siapa tahu, dengan strategi yang tepat, nama Anda akan segera muncul di LinkedIn dengan status: "Baru diterima di perusahaan impian!".

Jadi, ayo siapkan CV terbaik, poles keterampilan, dan jangan lupa siapkan diri saat menghadiri job fair!

Siapa tahu pekerjaan yang kamu cari selama ini ada di sana. Semangat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun