Dalam kondisi ini, job fair mingguan yang diusulkan oleh Menaker Yassierli menjadi sorotan. "Kami dari kementerian sedang berusaha bagaimana kegiatan job fair ini bisa kita laksanakan tiap minggu," ungkapnya dalam acara Jaknaker Expo 2024 di Jakarta Selatan.
Rencana ini terdengar seperti langkah maju, tetapi apakah ini cukup untuk mengatasi masalah pengangguran yang begitu kompleks?
Dan apakah ini solusi yang benar-benar menjawab kebutuhan tenaga kerja, terutama untuk para fresh graduate?
Tantangan Fresh Graduate di Era Kompetisi Ketat
Bagi para fresh graduate, dunia kerja sering terasa seperti labirin tanpa pintu keluar.
Mereka dipusingkan oleh sederet persyaratan perusahaan: pengalaman kerja (padahal baru lulus), skill teknis dan nonteknis, hingga kemampuan berbahasa asing.
Alhasil, banyak yang akhirnya menghabiskan waktu lebih lama di rumah, bukan untuk menyusun strategi karier, melainkan untuk membantu ibu bikin kue lebaran yang entah kapan datangnya.
Di sisi lain, para lulusan ini sering merasa tersesat karena dunia pendidikan belum sepenuhnya sinkron dengan kebutuhan industri.
Survei terbaru menunjukkan bahwa perusahaan mencari kandidat yang memiliki kemampuan komunikasi, kerja tim, serta keterampilan teknologi seperti penguasaan data dan analisis digital---hal-hal yang sering tidak diajarkan secara mendalam di kampus.
Dengan adanya job fair, Menaker ingin menjembatani kesenjangan ini. "Memberikan akses langsung kepada tenaga pencari kerja dengan perusahaan," ujarnya. Strategi ini tampaknya logis karena mempercepat proses rekrutmen.
Namun, kembali lagi kita berefleksi bahwa, bagaimana caranya memastikan bahwa job fair ini tepat sasaran dan benar-benar menjangkau mereka yang membutuhkan, terutama lulusan baru?
Apa yang Dibutuhkan Indonesia dari Fresh Graduate?
Tanpa keterampilan ini, job fair mingguan pun bisa terasa seperti membawa buku ke perang pedang---usaha ada, hasilnya nihil.